Mohon tunggu...
Hany Fatihah Ahmad
Hany Fatihah Ahmad Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hmm apa ya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Upaya Menetralisasi Makna Kekuasaan

20 April 2021   01:55 Diperbarui: 23 Februari 2022   00:15 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Isu kekuasaan selalu menarik diperbincangkan bagi sebagian orang. Mengenai siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai. Pun mengenai apa dampak dari suatu kekuasaan.  Dampak positif atau negatif kah itu? Seringnya, isu kekuasaan di negara kita (juga bisa jadi di bagian belahan bumi lainnya)  mengarah kepada hal negatif. Tidak salah, karena persepsi itu muncul dari apa yang pernah kita lihat atau alami sebelumnya. Tetapi, apa sih arti kekuasaan itu? Bagaimana seharusnya kita memaknainya? 

Menurut KBBI, kata kekuasaan berasal dari kuasa, yang artinya wewenang atas sesuatu untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus). Di KBBI sendiri, kekuasaan bermakna netral. Tidak terdengar buruk atau baik, kan? Nah, maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk mengembalikan pemahaman tentang kekuasaan itu sendiri pada tempatnya. Netral. 

Kita akan memulai dari pembahasan, bagaimana seseorang itu bisa berkuasa. Kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi berkuasa, ialah pandai dalam memengaruhi banyak orang. Disamping makna negatif "mempengaruhi" seperti, memaksa, bersiasat licik, atau memprovokasi, saya akan mencoba memberikan pilihan lain. Yaitu, menjadi orang yang loyal, dapat dipercaya, serta bermanfaat bagi banyak orang juga berpotensi dapat memegang pengaruh besar di suatu kelompok. 

Biasanya, orang tersebut akan lebih didengar saat ia mengambil sebuah keputusan. Keputusannya akan menjadi pertimbangan penting oleh orang-orang yang berada di bawah pengaruhnya.  Maka, bisa disebut orang itu sudah memiliki kekuasaan, entah atas kelompok kecil (seperti keluarga atau pertemanan), atau kelompok besar (seperti suatu organisasi atau  masyarakat). Kekuasaan tidak harus selalu terlihat secara kasat mata atau memiliki status tertentu secara legal. 

Dalam paragraf sebelumnya, terdapat kata kunci yang akan saya bahas berikutnya, yaitu, "Keputusan". Keputusan inilah yang menjadikan "Kekuasaan" memilih dengan siapa ia akan bertuan.  Dan suatu keputusan itu sendiri, merupakan salah satu bagian dari  penerapan idealisme subjek tertentu. 

Kekuasaan akan menjadi wadah bagi seseorang untuk menempatkan idealismenya secara dominan di suatu kelompok. Contohnya, bagi penguasa yang memiliki idealisme, bahwa demokrasi adalah hal terpenting baginya, maka ia akan menempatkan keputusan orang banyak secara dominan. Contoh kedua, berlawanan dengan contoh pertama, bagi penguasa yang memiliki idealisme, bahwa otoritasnya lah yang terpenting, maka ia akan menempatkan keputusan pribadinya secara dominan di suatu kelompok. 

Dapat disimpulkan, bahwa saya gagal berupaya untuk menetralisasi makna kekuasaan.  Kekuasaan tidak akan pernah menjadi netral, karena pemilik kekuasaan adalah subjek. Tidak ada subjek yang sama di dunia ini. Kita berangkat dari latar belakang yang berbeda. Namun, kita sebagai subjek dapat merekonstruksi ulang, apa yang menjadi ideal bagi kita? Apakah idealisme kita will bring the world to be better?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun