Pelantikan Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah serta Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri menjadi sorotan publik karena membawa harapan besar bagi reformasi tata kelola ibadah haji dan umrah di Indonesia. Gus Irfan, dengan latar belakang kultural NU dan pengalaman birokrasi, diharapkan bisa menghadirkan kebijakan yang dekat dengan jemaah. Sementara Dahnil, yang memiliki kedekatan politik dengan Presiden, diharapkan mampu membantu koordinasi politik dan administrasi agar reformasi berjalan lancar.
Namun, tantangan yang mereka hadapi tidak ringan. Selama ini, jemaah sering mengalami antrean panjang, biaya tinggi, dan pelayanan yang belum optimal. Masalah transparansi biaya, keterbatasan kuota, serta komunikasi pemerintah yang top-down menambah kekecewaan publik. Oleh karena itu, keberhasilan Gus Irfan dan Dahnil akan sangat tergantung pada kemampuan mereka merombak sistem lama dan membangun mekanisme yang lebih terbuka dan partisipatif.
Langkah-langkah konkret yang diperlukan antara lain: meningkatkan keterbukaan data, memperbaiki komunikasi dengan jemaah, dan menjalin diplomasi efektif dengan Arab Saudi untuk memastikan hak dan kenyamanan jemaah terpenuhi. Reformasi ini juga menuntut keberanian untuk melakukan perbaikan struktural yang mungkin tidak populer, tetapi penting bagi kualitas pelayanan jangka panjang.
Akhirnya, keberhasilan mereka bukan diukur dari posisi atau pelantikan, tetapi dari seberapa mudah, jelas, dan manusiawi pengalaman jemaah dalam menjalankan ibadah haji dan umrah. Publik menunggu bukti nyata bahwa birokrasi dapat bekerja tidak hanya formal, tetapi juga dekat dengan kebutuhan rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI