"Duduklah. Ceritakan apa maksud kedatanganmu," lanjut Wak Saing.
Syafaruddin kemudian menjelaskan maksud kedatangannya. Ia bertanya tentang gadis dalam mimpi siangnya itu.
Wak Saing mendengarkan dengan baik. Lalu ia berujar, "Akhirnya kau bertemu pula dengan dia. Dia adalah seorang putri dari kerajaan Mataram yang dibunuh oleh Kumpeni. Gara-gara ia tidak mau menikah dengan pangeran bawahan kompeni. Â Ia dibunuh karena tidak mau menuruti keinginan kaum kumpeni. Dia adalah Sri Koentari. Ia digantung di pohon itu. Kemudian jenazahnya dipindahkan ke pemakaman para bangsawan. Tapi menurut cerita para orang tua zaman dahulu. Arwahnya masih menempel di pohon itu. Dia menunggu untuk dibebaskan. Entah oleh siapa."
Syafaruddin merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu siapa gadis dalam mimpinya itu. Seorang gadis keraton yang teguh memegang prinsip. Ia tak mau menikah dengan sembarang pria. Hanya pria terbaik yang menjadi pilihannya. Tapi mengapa Sri Koentari memilihnya? Itu yang menyebabkan Syafaruddin tidak bisa tidur malam ini.
Keesokan harinya, Syafaruddin tetap menjalankan tugasnya sebagai tukang parkir. Ia ingin menghindari pohon itu. Namun ketertarikannya begitu besar terhadap Sri Koentari. Akhirnya ia mendatangi pohon itu dan langsung tertidur.
Benar saja. Sri Koentari mendatanginya dalam mimpi dan mengajaknya menari.
"Aku tahu kau Sri Koentari," ujar Syafaruddin.
"Apa engkau masih jadi arwah gentayangan," lanjut Syafaruddin.
"Kau sudah tahu namaku. Dan kau sudah tahu siapa diriku," tukas Sri Koentari.
"Mengapa kau mendatangiku dalam mimpi?"
"Aku ingin kau mengadakan tahlilan untukku. Walau aku sudah lama meninggal. Â Keluargaku tak sempat mendoakanku hingga menyebabkanku seperti ini. Syafaruddin itu namamu bukan? Adakan tahlilah untukku agar aku bisa kembali kepada Tuhan dan lepas dari pohon ini. Maukah kau melakukannya?"