Tanpa banyak cing cong, Ibu Udin langsung melempar sandal jepit yang sudah dipersiapkan tadi. Wusss....! Tapi sayang lemparan terlalu jauh di atas kepala Udin yang kebetulan saat itu sedang berjongkok. Udin pun kaget, tapi dia bukannya malah menoleh ke emaknya, tapi ia terpaku pada sandal ibunya yang berwarna kuning tergeletak sejauh dua meter dari tempatnya. Ibunya berteriak lagi dan mulai menghampiri Udin, dan dia tersadar sekarang sudah saatnya untuk lari menuju langgar untuk menghindari amukan dan segera menunaikan ibadah sholat tarawih.
Semenjak itu, Udin setiap kali kalau mendengar teriakan ibunya agar segera pergi sholat tarawih pasti dia akan segera lari menghindari lemparan sandal tersebut. Karena ia yakin berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, semakin ia membandel dan tidak mengindahkan ajakan sholat tarawih dari emaknya. Niscaya lemparan sandal itu akan semakin menjadi-jadi dan emaknya akan semakin mahir dalam melakukan hal itu. Hal itu terbukti biasanya pada hari ketiga ketika si Udin membandel untuk tidak sholat tarawih, lemparan sandal emaknya sudah pasti mengenai kepalanya, paling apes kena punggungya. Pernah ia mencoba berhari-hari untuk membandel dan ternyata setiap kali ia membandel pasti sandal emaknya mendarat di kepala atau punggungnya, padahal jarak lemparannya itu sejauh tiga puluh meteran.(hpx)