Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Hipnosis" ala Kompasiana buat Kompas TV

2 Maret 2020   09:49 Diperbarui: 2 Maret 2020   09:44 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presenter Kompas TV (sumber gambar: laman Facebook Kompas TV)

Pagi, siang, sore atau malam hari, setiap kali ada waktu berselancar di internet dan membuka browser sering kali tidak lupa, teman saya  terbiasa membuka laman Kompasiana. Entah kenapa dia sering kali membuka laman  tersebut, mungkin karena memang sudah menjadi kebiasaannya atau ritual rutinnya setiap kali membuka browser.  Selain itu ada hal yang lain menarik dalam pengamatan saya, yaitu kebiasaan menonton TV pun mulai berubah selera, biasanya dia melihat sembarang saluran stasiuntelevisi yang biasanya berisi berita. 

Tiba-tiba dia mulai keranjingan melihat saluran Kompas TV, yang notabene acaranya kadang membosankan (menurut saya) karena sering kali dalam acara dalam acara talk show , diskusi atau wawancara ,sering kali  Kompas TV mengundang orang yang bukan termasuk 'bombastis'.  Disini 'bombastis' yang dimaksud adalah orang yang sering kali membuat pernyataan kontroversi di media masa atau sosial media, akan tetapi Kompas TV sering kali tidak melakukan itu dan malah mengundang narasumber lainnya yang boleh dikatakan memiliki bobot yang sama dalam pengetahuan yang berkaitan, bahkan menurut saya kadang lebih kompeten.

Selidik punya selidik, saya berpendapat kelihatannya dia sudah terkena proses 'hipnosis' yang dilakukan laman Kompasiana. Bagaimana tidak? Setiap kali ia membuka laman Kompasiana dan ketika mencoba menulis atau sekedar membaca tulisan-tulisan yang ada di sana, acap kali muncul pop up kecil video rekaman di bagian kanan bawah yang berisi berita dari Kompas TV dan biasanya diawali dengan munculnya presenter yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng (rata-rata yang muncul kok cantik-cantik). Apalagi pop up itu berisi video rekaman yang sedikit banyak memiliki hubungan dengan tulisan yang sedang ia baca. 

Contohnya ketika saya membaca mengenai tulisan mengenai virus Corona yang terkait dengan keadaan kesehatan Paus Fransiskus (tulisan dari Susy Haryawan), dengan cerdiknya laman Kompasiana mengeluarkan pop up mengenai video Paus Fransiskus yang berasal dari Kompas TV. 

Tak lama kemudian, teman saya ini tiba-tiba dia menjadi penasaran dengan beberapa presenter Kompas TV, khususnya Glory Oyong yang memiliki nama belakang sama dengan P.K. Ojong.  Dia penasaran karena P.K. Ojong, menurut biografi yang dia baca, semasa hidupnya sang pendiri harian Kompas ini (termasuk Kompas Grup) selalu  mencoba menghindari agar kerabatnya tidak bekerja di harian itu, hal ini untuk menjaga kualitas harian Kompas agar tidak terpapar parah virus nepostisme.  

Walau begitu waktu P.K. Ojong masih hidup, ada seorang kerabat yang diterima bekerja di harian Kompas (menurut buku berjudul Hidup Sederhana Berpikir Mulia terbitan Penerbit Buku Kompas), entah kenapa tapi karyawan tersebut tidak bertahan lama bekerja di sana. Tapi saya menduga ada motivasi lain dari teman saya ini bukan hanya  karena nama Oyong-nya yang jadi prioritas utama, mungkin karena kecantikan dari si Glory Oyong-lah yang menjadi motivasinya. Ha..ha...ha...!


Kaitan Teori Penguatan Positif (Positive Reinforment) dan Kompasiana

Setelah melakukan sedikit pengamatan dan penelitian kecil-kecilan mengenai perilaku teman saya tersebut, saya teringat Project Pigeon yang ditangani oleh B.F. Skinner ketika Perang Dunia Ke 2 berlangsung. Dalam proyek tersebut dia menggunakan merpati sebagai alat pengendali misil atau peluru kendali, yang mana burung tersebut dimasukkan dalam misil dan seakan-akan menggunakan paruhnya untuk mengendalikan misil ke arah sasaran. 

Walaupun begitu proyek ini tidak jadi digunakan dalam perang dunia tersebut, kalaupun seandainya jadi digunakan, saya merasa kasihan dengan merpati-merpati tersebut karena nantinya mereka akan ikut meledak ketika misil menghantam sasaran.

Merpati-merpati tersebut dilatih dengan menggunakan teori yang digagas oleh B.F. Skinner itu sendiri yaitu terori Penguatan Positif (Positive Reinforcement). Dalam teori ini, obyek yang menjadi penelitian dilatih sedemikian rupa dengan memberikan imbalan berupa rangsangan-rangsangan positif apabila sudah melakukan seperti apa yang diinginkan oleh sang peneliti. 

Sama seperti halnya dengan Kompasiana, ketika seseorang sedang membaca suatu tulisan dengan topik tertentu, biasanya muncul video pop up yang berkaitan dengan tulisan tersebut dan video tersebut seakan-akan menjadi pelengkap atau menu tambahan yang bisa menambah khasanah bagi pembaca tulisan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun