Kejadian tersebut berlangsung cepat waktu itu dan herannya tidak ada orang dewasa yang menolong saya, padahal itu terjadi di tempat keramaian.
 Pukulan bertubi-tubi menghujam wajah saya waktu itu dan tak sempat melakukan perlawanan karena saat itu saya sedang memegang sepeda agar tidak jatuh, beruntung akhirnya saya bisa pulang walalupun sambil menangis karena menahan sakit.
Kakak saya pun pernah mempunyai pengalaman kurang mengenakkan pada waktu menempuh pendidikan sekolah di SMPN (Sekolah Menengah Pertama Negeri). Pada waktu itu ada pertandingan bulu tangkis internasional yang pada saat itu pernah ditayangkan di TVRI. Ternyata tim bulutangkis Indonesia kalah dengan tim bulu tangkis Cina, dan oknum guru di SMPN tersebut mengemukakan pendapatnya di depan kelas bahwa tim bulu tangkis Indonesia sengaja mengalah dengan tim bulu tangkis Cina karena beberapa pemain bulutangkis Indonesia berdarah Tionghoa.
Pengalaman-pengalaman pahit tersebut sampai sekarang masih terpatri dalam benak pikiran saya, walaupun begitu perasaan dendam dan marah sudah mereda. Saya menganggap kenangan tersebut sebagai pelajaran berharga agar berhati-hati dalam membawa diri di masa depan.
Zhuge Liang dan Zhuge Jin
Definisi nasionalisme, saya rasa tidak usah dijelaskan panjang lebar karena sudah banyak yang membahasnya dan bila perlu lihat saja Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mengetahui artinya. Nasionalisme seorang Tionghoa yang saya maksudkan akan lebih baik bila dijelaskan dalam sebuah cerita yang terkait  dalam Kisah Tiga Negara (Sam Kok atau San Guo Yan Yi).
Dalam sebuah bab dalam buku Kisah Tiga Negara ada sebuah cerita tentang dua orang bersaudara bernama Zhuge Liang dan Zhuge Jin. Zhuge Liang seorang penasihat utama negeri Shu sedangkan Zhuge Jin adalah penasihat urusan dalam negeri untuk negeri Wu. Dua orang bersaudara ini pernah bertemu, dalam pertemuan tersebut dua bersaudara ini hanya membahas mengenai persaudaran mereka secara singkat, sebagai basa-basi pembukaan percakapan. Akan tetapi dalam pembicaraan masalahan hubungan kedua negara, mereka tetap fokus pada kepentingan negara junjungan mereka masing-masing. Bahkan Zhuge Liang pernah memberikan saran kepada Liu Bei (Raja Shu) untuk tetap mempertahankan wilayah prefektur Jing dan tidak menyerahkannya kepada negeri Wu.
Silakan Pergi dari Rumahku
Berkaca pada cerita Zhuge Liang dan Zhuge Jin, saya akhirnya bisa menganalogikan dengan sebuah cerita singkat. Apabila seseorang datang ke rumah saya walaupun itu masih kerabat saya akan tetapi dia datang untuk merusak dan mengacak-acak rumah saya, maka secara otomatis saya akan mengusirnya. Sama dengan kejadian di perairan laut Natuna, itu adalah wilayah negeri saya, rumah saya, walaupun itu masih ZEE, tapi itu masih merupakan bagian dari rumah saya maka dengan sangat setuju sama mendukung pemerintah Indonesia untuk mengusir nelayan-nelayan Cina dari perairan itu.Â
Teringat kutipan akun Twitter dari Ibu Susi Pudjiastuti yang dilansir oleh Kompas.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!