Beberapa hari ini hujan sering muncul, biasanya dikala sore, disaat senja seharusnya muncul. Aku tak sedang lagi menikmati, entah kenapa,tak bernapsu untuk hanya sekedar keluar rumah  mengadahkan tangan menangkap butiran air yang jatuh, atau hanya membuka helm saat sedang menaiki motor agar air hujan menyapa muka meresap kecelah-celah mata.
Aku tak lagi menikmati hujan.
Hari-hari yang rumit, orang silih berganti datang kesini untuk sekedar berteduh atau berkeluh. Aku hanya sedang ingin mengamati angin yang sudah lama tak muncul. Â HP seketika berbunyi, ada suara pilu disana, suara yang kukenal sejak dulu, kujawab bisa ketemu setelah duhur di tempat biasa, ia mengiyakan. Tak berapa lama kita sudah bertemu, hari ini ia memakai jaket hitam dan celana panjang hitam, sepertinya sangat memikirkan penampilan untuk pertemuan denganku, batinku.
Ia duduk persis didepanku, belum satu kata pun ia ucap saat pertama kali kupersilahkan duduk, sesekali kulirik ia memainkan hp dengan raut wajah penuh arti. Ku tawarkan minum, seperti biasa ia memilih kopi hitam, dari teman-temannya nya ku tahu ia sebenarnya tak begitu menyukai kopi, tak tau mengapa setiap pertemuan denganku ia lebih memilih kopi hitam untuk merayakannya, denganku.
Aku suguhkan segelas kopi hitam tanpa gula didekatnya, kopi itu spesial aku bikin untuknya, dengan dua sendok bubuk kopi dan air yang aku tunggu beberapa menit setelah mendidih untuk mendapatkan tingkat suhu yang aku inginkan, tanpa mengukur dengan termometer  bisa ku pastikan suhu air di 98’ C, suhu ideal untuk menyeduh kopi.
Tentu aku tak menceritakan proses kopi yang aku buat, karna kupikir tak begitu penting baginya, juga aku hanya ingin ia menikamati kenikmatan kopi yang sempurna tanpa tau betapa aku memepersiapkannya, hanya untuknya.
Ia belum juga melihat atau sekedar melirik Ku, kopi sudah mulai dingin, Ia mulai menggerakan tangannya untuk meraih toples berisi gula pasir, ku hitung sudah tujuh sendok sudah masuk dalam gelas kecil itu, aku hanya diam, sembari berfikir apa yang mau di dapat dari segelas cangkir kopi kecil dengan tujuh gula pasir didalammnya. Sebegitu pahit dan pilu kah hatinya ? hingga ia mencari pelampisan dari segalas kopi manis itu yang bisa ku pastikan rasa kopi didepannya.
Belum selesai aku membatin sembari menerawang isi hatinya, suara terdengar lirih terucap dari bibir kecil didepanku, “AKU MULAI BERPIKIR INGIN MENIKAH, sambil mengelurkan asap rokok yang barusan ia hisap
Seketika langit menghitam, hujan deras turun, burung – burung berterbangan, angin tak mau kalah meniup apapun yang ada di aspal, cuaca begitu mencekam,
Dan aku hanya “meseeem mendengar nya dengan muka yang datar
Bersambung....