Mohon tunggu...
Hantika Dewi
Hantika Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi sastra Inggris IAIN Surakarta

Hanya manusia biasa yang ingin bercerita lewat aksara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid-19: Hoaks dan Apatisme Masyarakat yang Mengidamkan Edukasi dan Keteladanan

2 Agustus 2021   23:48 Diperbarui: 2 Agustus 2021   23:56 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Namun penulis menilai hal ini kurang ramah dan terkesan terlalu formal yang mana target kita adalah keluarga dan tetangga. 

Maka strategi yang baik adalah dengan dengan pendekatan sosial budaya, misal ikut serta dalam kegiatan masyarakat, bersilaturahmi dan bincang santai. 

Hal tersebut sedikit membuahkan hasil, dibuktikan oleh antusiasme beberapa warga yang berdiskusi tentang adanya covid-19.      

Beberapa statement yang disampaikan antara lain, "Covid-19 itu tidak ada, itu hanya permainan pemerintah saja untuk mendapatkan uang.", "Sekarang itu kok penyakit apa-apa dicovidkan?", "Batuk pilek aja biasa, memang sedang musimnya.", "Alah, covid itu adanya di rumah sakit, buktinya tidak ada orang meninggal di rumah karena covid.", "kalau sakit jangan ke puskesmas, nanti dicovidkan, diisolasi, trus meninggal", "covid menyusahkan, rakyat kecil tidak bisa bekerja, yang berduit tinggal ongkang-ongkang kaki", "tidak usah vaksin, vaksin itu memperpendek usia" dan tentunya statement tersebut diperparah dengan beredarnya hoaks di internet yang mudah sekali penyebarannya kepada masyarakat.

Menurut website covid-19, kasus covid-19 di Indonesia per tanggal 27 Juli ini sudah mencapai 3,19 jt, sembuh 2,55 jt dan 84.766 meninggal dunia. Tentu saja bukanlah jumlah yang sedikit, terlepas dari data valid atau tidaknya. 

Pasalnya banyak dari masyarakat desa yang mengalami gejala covid namun tidak mau tes dan memilih aktivitas seperti biasa dan ada juga oknum yang memang betul mengubah hasil swab antigen negatif menjadi positif agar bisa mengklaim dana covid dari pemerintah. 

Seperti yang sempat dibahas di Indonesia Lawyer Club (ILC), Zulkardi, salah satu dari keluarga pasien dari Riau mengatakan bahwasanya rumah sakit tempat pasien meninggal telah memalsukan data. 

Pasien yang berusia 66 tahun tersebut dinyatakan meninggal pada tanggal 28 dengan hasil swab negatif. 

Namun beberapa hari setelah itu, banyak sekali pemberitaan di media sosial bahwasannya pasien tersebut diklaim sebagai pasien covid yang meninggal pada tanggal 26, dicek dalam data gugus covid pun nama pasien juga tercantum. 

Setelah ditelisik lebih detail bersama aliansi mahasiswa Riau, atas data data yang dibongkar beliau menyatakan bahwa anggaran dana khusus penanganan covid-19 sebesar 481 M tidak ada transparansi penggunaannya serta banyak data klaim pasien covid-19 yang meninggal tidak sesuai.

Namun kasus pengcovidan pasien dibantah oleh perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang memberikan pernyataan bahwa untuk mengklaim dana perawatan pasien covid terdapat persyaratan dan aturan yang sangat ketat. Banyak sekali data dan dokumen yang dilampirkan. Tak jarang ada beberapa pasien yang diragukan sehingga dokumen dikembalikan untuk dilengkapi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun