Seorang advokat menginjak meja persidangan, sama halnya menghina dan menginjak martabat pengadilan---menanggapi pemberitaan yang sedang viral saat ini, di mana seorang advokat menginjak meja persidangan pada hari Kamis, 6 Februari 2025 di Pengadilan Jakarta Utara.
Lantas, dalam persoalan pada peristiwa hukum yang terjadi di ruang pengadilan tersebut, siapa yang dapat dipersoalkan untuk diminta pertanggung jawaban, apakah cukup pada pelaku semata? Dalam sistem peradilan Indonesia dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, profesi advokat merupakan bagian dari sistem peradilan yang memiliki peran sentral dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Sebagai salah satu unsur penegak hukum selain hakim, jaksa, dan polisi, advokat memiliki peran penting sebagai penegak hukum yang bertanggung jawab dalam mendampingi klien serta memperjuangkan keadilan berdasarkan kebenaran yang ditopang oleh prinsip officium nobile (profesi mulia) yang melekat pada status advokat tersebut. Oleh karena itu, masing-masing advokat dituntut untuk menjaga sikap profesional, etika, dan integritas dalam setiap tindakan, baik di dalam maupun di luar persidangan.
Namun, sangat disayangkan terjadinya insiden di mana seorang Advokat bertindak di luar batas kepatutan, seperti menginjak-injak meja persidangan sebagaimana yang viral dalam pemberitaan akhir-akhir ini di PN Jakarta Utara. Terlepas tindakan seorang advokat tersebut yang mengaku pada publik bahwa hal itu terjadi karena dipicu dalam keadaan emosional atau sebagai bentuk protes terhadap jalannya peradilan, dalam etika profesi advokat hal tersebut tidak dapat dibenarkan, justru menghina dan menurunkan harkat dan martabat serta citra advokat di seluruh Indonesia semakin buruk sebagai lembaga professional yang identik dengan officium nobile (profesi mulia).
Tindakan semacam ini memicu berbagai pertanyaan hukum, terutama mengenai sanksi dan akibat hukum yang dapat dikenakan kepada seorang advokat yang telah melakukan perbuatan atau tindakan Contempt of court tersebut, dan apakah hanya seorang advokat yang dimaksud patut untuk dipersalahkan? atau hal tersebut terjadi sebagai gambaran akibat dari sistem pangadilan di Indonesia yang semakin buruk, dan apakah tindakan advokat demikian lebih buruk elektabilitasnya dari penegak hukum lainnya, termasuk para majelis hakim yang terindikasi korupsi.
Dalam perspektif hukum atau ditinjau dari peraturan perundang-undangan, tidak terlepas dari kaca mata kode etik advokat, Undang-Undang Advokat, hukum pidana, dan hukum acara pidana di Indonesia. Seorang advokat yang menginjak meja persidangan, apa konsekuensi atau dampak dari tindakan tersebut?
Dalam Perspektif Kode Etik Advokat
Setiap advokat diwajibkan untuk menjaga martabat, kehormatan, serta profesionalitasnya dalam menjalankan tugas. Dalam ketentuan Pasal 3 huruf e Kode Etik Advokat menegaskan bahwa advokat harus bersikap sopan dalam persidangan dan menghormati peradilan. Untuk itu, menginjak-injak meja persidangan dapat dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan etika profesi, karena menunjukkan sikap tidak hormat terhadap pengadilan.
Salah satu poin penting dalam kode etik advokat adalah kewajiban advokat untuk bersikap sopan terhadap hakim, jaksa, panitera, sesama advokat, dan semua pihak yang terkait dengan perkara. Lantas, pertanyaannya adalah apakah kode etik advokat dimaksud berlaku untuk seluruh advokat yang ada di wilayah hukum Indonesia. Jika kita melihat dan mengkaji fakta yang ada saat ini, ada puluhan organisasi advokat yang masing-masing berdiri sendiri.
Ketika seorang advokat terindikasi pelanggaran kode etik dalam suatu organisasi advokat, maka yang terjadi adalah seorang advokat dimaksud akan pindah ke organisasi lainnya dan kembali memiliki legalitas untuk dapat beracara dipegadilan seperti biasanya. Artinya kode etik advokat tersebut, tidak memiliki dampak yang signifikan dalam mewujubkan advokat yang profesional dan bertanggung jawab. Serta dianggap semata-mata hanya sekedar dari pelengkap administrasi peraturan perundang-undangan yang mewajibkan bahwa seyogiyanya suatu jabatan profesional itu harus memiliki kode etik sebagai acuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Dalam Perspektif Undang-Undang Advokat