Si pria tidak mau bertanggung jawab, atau suami diam-diam kawin lagi. Anak atau si buah hati--kalau ada--biasanya menjadi tanggung jawab si wanita (ibu). Kalau tidak punya pekerjaan atau penghasilan, bisa saja sang wanita dengan terpaksa mengambil jalan pintas--demi menghidupi buah hatinya itu. Â Sementara pria atau suami yang tidak bertanggung jawab itu, berasyik-masyuk dengan wanita lain. Giliran ada wanita yang hendak dirajam, pria-pria ini paling garang untuk merajam duluan.
Dalam sebuah tugas jurnalistik, beberapa tahun lalu penulis berbincang dengan sejumlah wanita di sebuah lokalisasi. Beberapa orang mengaku punya anak di kampung, diasuh neneknya. Semua disebabkan suami kabur atau kawin lagi tanpa ada tanggung jawab biaya untuk anak. Demi mendengar kisah-kisah seperti ini, penulis pun ingat lirik lagu "Wuduri": .... tersentuh hati dalam keharuan, setelah tahu apa yang terjadi....Â
Dalam hal ini, kita tidak bermaksud membela praktik pelacuran, sebab itu tetaplah dosa. Hanya saja, janganlah terlalu mudah menghakimi mereka, tetapi bantulah dengan solusi. Misalnya, carikan atau berikan pekerjaan yang halal supaya mereka punya penghasilan menghidupi diri dan anak-anak. Atau bagi teman-teman penganut ajaran agama yang membolehkan poligami, mungkin bisa mengangkat saudari-saudari itu dari lembah nista dengan cara menikahi mereka, menjadikan istri kedua, ketiga, dst. Sungguh mulia!