Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengadilan Sistem Online, Seperti Apa Bentuknya?

10 Juli 2019   13:26 Diperbarui: 10 Juli 2019   13:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus terbaru yang lagi rame antara Nuril Baiq dengan pihak pengadilan dapat menjadi renungan. Nuril Baiq, seorang wanita berstatus guru honorer di sebuah SMA negeri di Mataram. 

Dia divonis penjara 6 bulan dan denda sebesar Rp 500 juta dengan dakwaan menyebar status di media online yang membuat seseorang merasa ternista. Menurut Nuril, dia dirayu atau digoda dengan kata-kata tidak senonoh oleh oknum kepseknya bernama Mus lewat telepon. Tidak terima dengan perilaku oknum yang mestinya menjadi suri tauladan itu, Nuril merekam pembicaraan dan lalu mengunggahnya di medsos. 

Sang kepsek yang merasa dinista lalu mengadukan Nuril ke ranah hukum. Pengadilan Negeri setempat membebaskan Nuril karena tidak cukup bukti. Tetapi jaksa terus menindaklanjutinya hingga akhirnya Nuril divonis bersalah melanggar UU ITE tentang pencemaran nama seseorang. Kini Nuril menunggu putusan dari MA, apakah menguatkan vonis ini atau membatalkannya.

Kasus Nuril ini sebenarnya tidak perlu disikapi dengan sangat kaku oleh pengadilan. Gunakan saja hati nurani sebagai manusia (hakim), jangan malah terfokus pada ayat-ayat KUHP dan UU ITE. Maka tidak heran jika seorang pencuri sepotong roti karena lapar, divonis 3 bulan penjara, karena pengadilan menerapkan hukum secara kaku. Demikian pula dengan kasus Nuril. 

Mestinya kan dipertimbangkan pula latar belakang kejadian, di mana awalnya dia digoda dan diusili secara tidak senonoh. Pengadil hanya merujuk tindakan Nuril yang menyebar chat itu ke medsos, tanpa mau melihat latar belakangnya. Kalau tidak dilecehkan oleh oknum, Nuril pasti tidak akan melakukan hal yang dikategorikan sebagai pelanggaran UU ITE, bukan? 

Dalam kasus ini, hati nurani pengadil harus diutamakan, bukan malah terjebak harus menuruti kata dan kalimat yang tertulis dalam pasal-pasal. Kalau begini, mendingan hakim dan jaksa diganti dengan sistem online saja. Tinggal masukkan data-data pelanggaran ke mesin pengadilan online, lalu akan keluar  sanksi dan hukuman. Gitu aja kok repot (Gus Dur).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun