Misalnya tabloid tersebut tanpa tedeng aling-aling menuduh dan menyebut bahwa Jokowi--yang kala itu menjadi rival Prabowo dalam Pilpres 2014--mengulas panjang-lebar bahwa seolah-olah Jokowi PKI. Â Fitnah yang sangat kejam dan sadis.Â
Pengelola media tersebut menyebarkan tabloid itu secara gratis ke tempat-tempat yang dianggap strategis dan memiliki dampak luar biasa, seperti lembaga-lembaga pendidikan Islam. Untunglah masyarakat sudah cerdas sehingga tidak dapat lagi ditipu oleh isu-isu atau berita bohong yang tidak berdasar.
Semakin terkuak pula kebohongan tabloid tersebut di atas ketika La Nyalla Mattaliti dalam suatu kesempatan mengakui bahwa dirinyalah yang menyebarkan isu PKI lewat tabloid OR tersebut, dan dia sudah meminta maaf secara pribadi ke Jokowi yang menjadi sasaran tunggal fitnah itu.Â
Dia melakukannya saat menjadi bagian tim pemenangan capres Prabowo - Hatta (2014). Namun di Pilpres 2019 ini La Nyalla yang menyadari kekeliruannya, berlabuh ke kubu capres Jokowi- Ma'ruf, dan kembali mengunjungi tempat-tempat yang dulu dia sambangi, antara lain Pulau Madura, untuk mengoreksi tuduhan-tuduhan yang pernah ia sebarkan. Kini dia menegaskan bahwa Jokowi bukanlah PKI.Â
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi sendiri sudah menegaskan bahwa dirinya tidak pernah punya kaitan dengan organisasi terlarang itu. Jokowi bahkan menantang orang-orang untuk berpikir dan menggunakan akal-logikanya: bagaimana mungkin dia yang lahir pada tahun 1961 kok dinyatakan terlibat dalam peristiwa G 30 S PKI yang meletus pada bulan September 1965?Â
Bisa saja tabloid Indonesia Barokah dibikin oleh pihak-pihak yang mendukung salah satu capres tertentu. Mungkin langkah ini dipandang efektif untuk menjangkau masyarakat luas yang tidak punya akses ke media-media online. Sebagaimana kita maklumi, media online pada saat ini sudah sangat didominasi oleh berita-berita yang sifatnya hoax dan fitnah.Â
Media tanpa sensor ini dengan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih tujuannya, tanpa perduli itu merugikan pihak lain. Segala cara dilakukan untuk itu. Dan terbitnya media Indonesia Barokah bisa saja dimaksudkan oleh pembuatnya untuk meredam atau mengcounter berita-berita atau isu liar yang berseliweran di medsos, dan menipu rakyat.
Ketimbang kebakaran jenggot dan melapor ke sana sini, pihak-pihak yang merasa punya kepentingan bisa saja membuat media cetak tandingan, asal saja dapat dipertanggungjawabkan isinya.