Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

The Biggest Little Farm: Kala Hidup (Mustinya) Bisa Seseimbang Itu

1 April 2024   20:25 Diperbarui: 1 April 2024   20:36 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggal di kota membuat hidup seminimalis mungkin. Tanah ditutup ubin atau rumput plastik agar bersih dan tak repot. Dunia begitu cepat, berangkat pagi, berjuang menembus kemacetan pulang-pergi, lalu rebah ke kasur dengan hembusan ac dan essensial oil. Ah, udara pengap enyahlah.

Ijinkan saya melabuhkan pikiran ke dunia yang 180 derajat dari sini. Kabur sejenak, nonton film The Biggest Little Farm, sebuah dokumenter perjalanan pasangan muda untuk mengembalikan keseimbangan.

Rilis 2019, Jhon Chester menyuguhkan keajaiban semesta dari halaman rumahnya.


Pertanian yang Sakit  
Pernahkah muncul di benak anda, bahwa makanan sehat bukan hanya wujud fisik seikat bayam, namun diawali dari cara bertanam dan merawatnya ?

Pasangan Molly dan Jhon Chester meyakini ini. Dengan penuh semangat, mereka menyusun rencana dan proposal. Orang-orang tertawa, namun ide terus bergulir dan jadi omongan. Jhon dan Molly akhirnya bertemu investor. Lahan terbengkalai 200 hektare di Moorpark California, USA jadi awal mula Apricote Lane untuk merintis hidup hijau.  


Tanah gersang, air hilang, dan sarang lebah mati. Inilah pemandangan sedih dari eks lahan pertanian monokultur. Ternyata intensifikasi pertanian itu kejam. Demi mengejar hasil cepat melimpah dengan pupuk kimia dan pestisida, ekosistem jadi rusak.

Jhon dan Molly mulai membentuk tim, mencari konsultan, merekrut dua petani berpengalaman, dan anak-anak muda yang mau berproses. Maka hadirlah Alan York, konsultan traditional dan biodinamic farming. Dengan perencanaan terstruktur, orang-orang enerjik ini melakukan gebrakan.

Air, Arang dan Cacing
Air adalah kehidupan. Langkah pertama yang krusial adalah mencari sumber air.  Mereka membuat kolam dan memperbaiki irigasi.

Selanjutnya adalah pembabatan 55 hektar pohon untuk diolah jadi kompos. Pyuh, bukan 55 meter, tapi 550.000 meter lahan. Untuk apa ? persiapan lahan. Pembakaran batang pohon akan menghasilkan arang. Arang atau charcoal ini berfungsi menaikkan PH tanah.

Para petani menyiapkan cacing dan menaburkan ke lahan. Hewan hermaprodit ini bertugas menggali dan membuka pori-pori agar tanah jadi gembur. Bersama mikro organisme yang mulai hadir, proses dekomposisi dimulai.

Lalu kru Apricote Lane Farm mulai menanam tumbuhan pelindung. Selain melindungi tanaman utama, tanaman pelindung berperan untuk menyehatkan lahan kritis. Lahan perkebunan pun ditata dengan apik. Bukan hanya unsur estetis, namun juga fungsional dan berkelanjutan (permakultur).

Apa yang Kita Ambil, Kita Kembalikan
Permanent agriculture (permaculture) adalah pertanian dengan tatanan kehidupan lestari, seimbang, berkelanjutan, dan permanen. Bill Mollison, tokoh permakultur mengemukakan prinsip “Bekerjalah dengan alam, bukan melawannya.”

Dasar etik permakultur ada 3, yakni : earth care, merawat bumi dengan sistem kehidupan berkelanjutan dan bertambah. People care, merawat individu dan komunitas, memperluas akses sumberdaya untuk keberlangsungan hidup. Ketiga, fair share, pengaturan batas konsumsi dan populasi, “Apa yang kita ambil, harus kita kembalikan.” Inilah yang terjadi di The Biggest Little Farm.

Percaya Rantai Makanan
Dalam rantai makanan, tanaman, hewan, mikro organisme, dan manusia hidup dalam sebuah siklus. Peristiwa makan dan dimakan akan membuat siklus hidup berputar. Untuk itu, perlu sumber makanan insitu.

Berbeda dengan pola pertanian biasa yang membuat petani membeli pupuk kimia dan pestisida, pada pertanian berbasis alami, petani membuat pupuk sendiri. Jadi, tidak ada ceritanya, petani cemas pada kelangkaan pupuk bersubsidi.

John Chester memelihara ternak. Ada ikan, ayam, itik, banteng, domba, kambing, hingga babi. Karena ternak butuh hidup bahagia (agar menghasilkan telur dan susu yang melimpah), maka ternak-ternak ini tidak hanya diam di kandang, namun menikmati udara bebas dengan merumput di alam.

Selain sebagai sumber protein, keberadaan hewan punya peran penting dalam siklus ekologi. Saat makan rumput, kaki-kaki domba menjejak tanah alias seperti membajak lahan. Saat diumbar, mereka membuang feses di mana-mana. Memang bau dan jadi jebakan batman, namun pupuk kandang, kohe, atau menure gratis ini sangat baik untuk kesuburan tanah.

Sumber: Jasoncarpenter.art
Sumber: Jasoncarpenter.art
Menuju Keseimbangan Alam
Kehadiran pohon buah akan mengundang aneka biota. Bukan hanya lebah, namun ada hama : keong, ulat, serangga, burung, dll. Manakala belum mencapai keseimbangan, serangan hama akan merusak hasil panen. Lalu muncul kegalauan : Bagaimana jika gagal panen, sementara biaya tanam dan perawatan tinggi? 

Di film ini, keseimbangan alam mulai terbentuk di tahun ketiga. Ternyata kunci memerangi hama adalah rantai makanan. Sporadisnya keong di pohon nektarin teratasi dengan bebek. Rumput yang menjulang adalah santapan domba. Burung hantu ada untuk menumpas tikus tanah.

Coyote yang dianggap pencuri ternak (dan ditembak), ternyata berperan sebagai predator tikus tanah. Berkurangnya populasi predator akan meningkatkan populasi tikus tanah.

Setelah tahun ke tiga, muncul sarang lebah, hewan yang sangat picky memilih rumah untuk mengumpulkan madu, sekaligus indikator pulihnya ekosistem 500%. Kala hujan badai melanda, pohon-pohon bisa menjaga tanah dari erosi dan banjir. Datangnya elang (sang predator) di tahun ke tujuh menjadi sinyal ekosistem berjalan.

Forces of Nature
Menonton film ini membuat kami bertobat, menyadari kesalahan pola pikir tentang pertanian dan lingkungan. Bukan hanya soal bibit apa, pupuk apa, pestisida apa, namun dunia tanam menanam mengakar jauh dalam filosofi dan sistem yang kompleks. Awalnya saya kira tanaman yang ditata di tanah akan serta merta hidup, yang penting dipupuk. Ternyata tidak sesederhana itu!

Film ini memberi insight bagaimana hama merupakan bagian dari ekosistem. Hama merajalela menandakan ada mata rantai yang putus, ada sistem yang tidak berjalan. Hama merupakan bagian dari keseimbangan. Namun untuk menuju titik keseimbangan ini butuh proses panjang, air mata, dan harapan.

Film produksi LD Entertainment - FarmLore Film - Impact Partner - Artemis Rising Foundation ini berdurasi 92 menit. Film dokumenter ini mendapat banyak penghargaan, di antaranya dari Palm Spring International Film Festival, Toronto Film Festival, Sundance Film Festival, American Film Institute, dll. Rotten tomato bahkan memberi nilai 91%.

Penonton akan disuguhkan gambar nature yang indah dan apik serta terbawa pada kehangatan keluarga farm. Ema, si induk babi melahirkan 14 babi mungil. Ayam dan itik yang berlari bahagia. Domba, banteng, burung hantu, hingga Tod si anjing yang menjadi aktor dari film ini tampak menggemaskan.

Namun film dokumenter ini segmented. Bagi yang tidak memiliki ketertarikan pada isu lingkungan, mungkin akan bosan. Saya betah menontonnya karena ingin tahu step-step merubah dan membentuk ekosistem baru.


Sumber : pribadi 
Sumber : pribadi 
Terima Kasih The Biggest Little Farm, pekerjaan rumah kami masih banyak. Cara pandang kami akan hama berubah, meski kami ingin agar mereka tak menyerang tanaman. Jadi ya gunakan pestisida nabati dan cara manual, sebelum menemukan predatornya.

Lihatlah ulat-ulat sedang mengunyah daun anggur dan daun jeruk di halaman depan. Burung gereja mulai berdatangan di halaman belakang. Aneka mikorganisme tanah sedang melakukan tugasnya. Ahh...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun