Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jembatan Terancam Tongkang, Siapa yang Harus Bertanggung jawab?

7 Maret 2025   13:09 Diperbarui: 7 Maret 2025   13:09 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan Terancam Tongkang, Siapa yang Harus Bertanggung jawab?

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Pada hari Jumat (28/2/2025), arah menuju ke jembatan Mahakam Samarinda mengalami kemacetan. Jembatan Mahakam 1 (lama) yang biasanya digunakan untuk pergi ke arah Samarinda Kota, harus ditutup karena ada pemeriksaan dan perbaikan jembatan. Sebelumnya Jembatan Mahakam 1, kayu pilarnya ditabraknya oleh kapal tongkang Indosukses 28 yang memuat kayu. Akibat tabrakan itu pilar jembatan retak. Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (16/2) pukul 16.00 Wita. Saat itu kapal tongkang ditarik Tugboat (TB) MTS 28 dari arah Muara Kaman Kukar menuju Kepulauan Riau.

Kasat Polairud Polresta Samarinda AKP Rahmat Aribowo mengatakan, ada kerusakan di jembatan yang retak saat olah TKP bersama Dinas PUPR. Tugboat yang menarik tongkang diduga tidak dapat menstabilkan laju kapal lantaran arus sungai yang deras.

Hal tersebut membuat tongkang miring lalu menabrak pilar jembatan. Polresta Samarinda sudah mengambil tindakan dengan memeriksa sembilan saksi mengenai insiden ini, termasuk nahkoda kapal, kapten, kru, pandu, agen kapal, dan perwakilan Dinas PUPR. Kapal pun ditahan menunggu pertanggung jawaban dari pihak perusahaan.

Siapa yang Harus Bertanggung jawab?

Retaknya jembatan Mahakan adalah salah satu efek negatif dari eksploitasi alam melalui jalur air dan macetnya jalur air akibat seringnya kapal tongkang batubara dan kayu berlalu lalang. Seperti diketahui, sungai Mahakam berfungsi sebagai jalur pengangkutan batu bara. Setiap hari di sungai Mahakam dipadati kapal tongkang yang membawa muatan batu bara.

Tongkang yang bermuatan 7.500 metrik ton ini setiap hari mengangkut batu bara yang dikeruk dari perut bukit-bukit di sebelah hulu sungai Mahakam untuk dibawa ke muara tempat kapal-kapal Induk lempar jangkar. Setiap kapal induk memerlukan sekitar 10-15 tongkang untuk memenuhi muatan sekali angkut kapal induk. Tujuannya ke Eropa.

Lantas, banyaknya kapal tongkang yang melewati sungai Mahakam ini tanpa memperhatikan lingkungan dan infrastruktur, siapa yang mengizinkan? Pihak siapa saja yang terlibat sehingga kapal-kapal tersebut bisa melenggang bebas? Salah satu warga Samarinda pun mengatakan, lalu lintas kapal ini seperti lalu lintas di darat. Setiap hari selalu padat kapal tongkang batu bara.

Sejatinya, jembatan adalah salah satu infrastruktur vital karena digunakan untuk jalur penyeberangan. Karena itulah, jembatan harus betul-betul dijaga serta diperhatikan keamanannya. Termasuk dari ancaman tongkang yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam. Jika jembatan mudah rusak atau tak diperhatikan keamanannya, maka hal itu menunjukkan adanya ketidakseriusan penguasa dalam menjaga nyawa rakyatnya.

Dalam sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini, tata kelola SDAE dan infrastruktur seringkali bermasalah bahkan tak memikirkan kondisi rakyat di sekitar. SDAE begitu bebas dikeruk untuk kepentingan oligarki dan pemilik modal besar sementara rakyat tetap hidup melarat sampai mati. Memang, paradigma sistem kapitalis sekuler hanya memikirkan keuntungan besar tanpa mengindahkan aturan agama apalagi menjaga lingkungan.

Alhasil, pemimpin-pemimpin di negeri ini juga tak memiliki ketakutan terhadap azab Allah. Mereka terus saja memperkaya diri dengan kebijakan-kebijakan yang menzalimi rakyat. Pajak dinaikkan, SDAE di privatisasi, kebutuhan pokok yang serba mahal, dan masih banyak lagi. Begitupun berbagai infrastruktur penunjang hidup rakyat. Semuanya serba mahal dan tidak berkualitas. Lihat saja jalan tol Balikpapan-Samarinda yang tidak rata. Katanya, jalan tol ini yang termahal dibanding jalan tol lain di pulau Jawa.

Pada intinya, dalam sistem kapitalisme sekuler, semua kebutuhan rakyat dikomersialisasi. Hal ini wajar karena sumber pendapatan di negara demokrasi kapitalis adalah pajak dan utang. SDAE yang melimpah justru diserahkan ke perusahaan swasta dan asing. Pemimpin-pemimpinnya pun juga memiliki mental minim empati, korup dan anti kritik. Sungguh menyengsarakan hidup di negeri yang mencampakkan syariat-Nya.

Infrastruktur dalam Islam

Sebagaimana yang kita ketahui, Islam bukanlah agama yang sekedar mengatur hubungan ritual antara hamba dan Tuhannya. Melainkan Islam juga mengatur hubungan sosial antar sesama manusia. Pantaslah jika Islam juga disebut ideologi. Dalam pandangan Islam, pembangunan infrastruktur sangat diperhatikan karena di dalam khilafah, pembangunan infrastruktur adalah pelayanan negara kepada publik.

Khalifah akan mengutamakan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena jika ditunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya pada masyarakat. Karena jembatan yang rusak, jalan yang berlubang, akses ke sekolah dan rumah sakit mengalami hambatan, bahkan sampai ada korban nyawa, maka pembangunan infrastruktur benar-benar tidak boleh ditunda.

Hal ini karena khalifah berusaha mencegah terjadinya bahaya karena Nabi saw., bersabda "Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada memudaratkan, baik diri sendiri maupun orang lain," (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daruquthni)

Khalifah adalah orang yang memiliki tanggung jawab kepada rakyatnya sebagaimana sabda Nabi "Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." Tentunya dana pembangunan infrastruktur yang urgen tersebut tidak melihat ada atau tidak adanya dana APBN atau baitulmal, namun harus tetap dibangun. Jika kas baitulmal tidak mencukupi, maka negara berhak memungut pajak (dharibah) kepada masyarakat. Dengan catatan, pajak yang dipungut hanya untuk laki-laki Muslim yang kaya dan bersifat temporer.

Jika masih belum mencukupi, negara khilafah boleh meminjam ke negara lain dengan catatan pinjaman tersebut tidak mengandung riba atau mengakibatkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman. Khalifah tidak akan membebani masyarakat dengan menarik pungutan pada jalan umum, seperti jalan tol.  Bahkan khalifah akan mewujudkan layanan terbaik kepada masyarakat dengan membangun infrastruktur jalan dengan standar teknologi yang canggih sehingga minim terjadinya kecelakaan.

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dalam khilafah sesungguhnya untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk melayani korporasi. Sungguh penegakan Islam dalam bentuk negara tidak dapat kita tunda lagi. Semoga bulan Ramadhan ini menjadi titik awal bagi kita untuk mewujudkan perubahan bagi diri, masyarakat dan negara dengan Islam kaffah.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan dan merendahkan diri kepada Tuhan, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." (TQS Hud ayat 11). Wallahu 'alam bis shawab.

Sumber: Swara Kaltim Edisi 6 Maret 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun