Dalam sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini, tata kelola SDAE dan infrastruktur seringkali bermasalah bahkan tak memikirkan kondisi rakyat di sekitar. SDAE begitu bebas dikeruk untuk kepentingan oligarki dan pemilik modal besar sementara rakyat tetap hidup melarat sampai mati. Memang, paradigma sistem kapitalis sekuler hanya memikirkan keuntungan besar tanpa mengindahkan aturan agama apalagi menjaga lingkungan.
Alhasil, pemimpin-pemimpin di negeri ini juga tak memiliki ketakutan terhadap azab Allah. Mereka terus saja memperkaya diri dengan kebijakan-kebijakan yang menzalimi rakyat. Pajak dinaikkan, SDAE di privatisasi, kebutuhan pokok yang serba mahal, dan masih banyak lagi. Begitupun berbagai infrastruktur penunjang hidup rakyat. Semuanya serba mahal dan tidak berkualitas. Lihat saja jalan tol Balikpapan-Samarinda yang tidak rata. Katanya, jalan tol ini yang termahal dibanding jalan tol lain di pulau Jawa.
Pada intinya, dalam sistem kapitalisme sekuler, semua kebutuhan rakyat dikomersialisasi. Hal ini wajar karena sumber pendapatan di negara demokrasi kapitalis adalah pajak dan utang. SDAE yang melimpah justru diserahkan ke perusahaan swasta dan asing. Pemimpin-pemimpinnya pun juga memiliki mental minim empati, korup dan anti kritik. Sungguh menyengsarakan hidup di negeri yang mencampakkan syariat-Nya.
Infrastruktur dalam Islam
Sebagaimana yang kita ketahui, Islam bukanlah agama yang sekedar mengatur hubungan ritual antara hamba dan Tuhannya. Melainkan Islam juga mengatur hubungan sosial antar sesama manusia. Pantaslah jika Islam juga disebut ideologi. Dalam pandangan Islam, pembangunan infrastruktur sangat diperhatikan karena di dalam khilafah, pembangunan infrastruktur adalah pelayanan negara kepada publik.
Khalifah akan mengutamakan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena jika ditunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya pada masyarakat. Karena jembatan yang rusak, jalan yang berlubang, akses ke sekolah dan rumah sakit mengalami hambatan, bahkan sampai ada korban nyawa, maka pembangunan infrastruktur benar-benar tidak boleh ditunda.
Hal ini karena khalifah berusaha mencegah terjadinya bahaya karena Nabi saw., bersabda "Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada memudaratkan, baik diri sendiri maupun orang lain," (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daruquthni)
Khalifah adalah orang yang memiliki tanggung jawab kepada rakyatnya sebagaimana sabda Nabi "Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." Tentunya dana pembangunan infrastruktur yang urgen tersebut tidak melihat ada atau tidak adanya dana APBN atau baitulmal, namun harus tetap dibangun. Jika kas baitulmal tidak mencukupi, maka negara berhak memungut pajak (dharibah) kepada masyarakat. Dengan catatan, pajak yang dipungut hanya untuk laki-laki Muslim yang kaya dan bersifat temporer.
Jika masih belum mencukupi, negara khilafah boleh meminjam ke negara lain dengan catatan pinjaman tersebut tidak mengandung riba atau mengakibatkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman. Khalifah tidak akan membebani masyarakat dengan menarik pungutan pada jalan umum, seperti jalan tol. Â Bahkan khalifah akan mewujudkan layanan terbaik kepada masyarakat dengan membangun infrastruktur jalan dengan standar teknologi yang canggih sehingga minim terjadinya kecelakaan.
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dalam khilafah sesungguhnya untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk melayani korporasi. Sungguh penegakan Islam dalam bentuk negara tidak dapat kita tunda lagi. Semoga bulan Ramadhan ini menjadi titik awal bagi kita untuk mewujudkan perubahan bagi diri, masyarakat dan negara dengan Islam kaffah.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan dan merendahkan diri kepada Tuhan, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." (TQS Hud ayat 11). Wallahu 'alam bis shawab.