Puisiku berhenti di ujung rambutmu yang basah oleh gerimis. Menciptakan kuntum bunga di dahimu, merah dan ungu.
Tak lama waktu mengalir menjadi percikan air. Mengalir di antara ruang di mana puisiku menjadi bagian sunyi yang paling mahir menyimpan getir.
Dan bulan muncul dari atas kepalamu
membakar sisa mendung yang menggantung, angin tersedak di daun jatuh, kebasahan menolak luruh.
Samar-samar cahaya bulan masuk ke dalam matamu membunuh penglihatanmu yang rabun di antara waktu yang jauh.
Sementara burung-burung malam bergegas menggelar kabut dari sisa gerimis yang bertebaran di langit.Â
Hingga syahdu kepak sayapnya mengalun bagai tembang lelaki tua memanggil segala hantu dan dedemit.
Maka malam pun mulai mengantuk, dingin mencegat jerit burung-burung.Â
Dingin menyelimut, kabut menjuntai lembut dan gerimis terakhir jatuh di bibirmu yang kecut.
Handy Pranowo
20082021