Kodok, antara Presiden Jokowi dan aku. Tersenyum sendiri setiap membaca berbagai postingan tentang kodok-kodok ningrat eh istana yang jauh lebih beruntung dari kodok-kodok lain yang di swike. Jauh sebelum bertekad masuk Islam,, swike kodok adalah salah satu masakan kegemaran saya terlebih swike kodok masakan mami yang luar biasa lezat dengan kodok-kodok segar langsung dipilih dari pasar gang baru. Nyammy dah.
Tapi kesepakatan saya terhadap memelihara kodok di istana itu tentunya terkait dengan kemerduan suara kodok itu sendiri yang membuat kita betah. Tentang kodok, saya mendadak jadi teringat guru TK saya Bu Sri Lestari yang memiliki rumah tepat disamping empang yang luas dan begitu banyak kodok dengan suaranya yang merdu membuat saya betah tinggal disana hingga mami kerepotan untuk membujuk saya agar mau pulang setelah menginap di rumah Ibu Sri Lestari. Tentang anak TK, meski terkadang terlihat kekanak-kanakan dan tidak mampu mengendalikan emosi namun kita dapat belajar tentang kepolosan dan kejujuran serta keterbukaan disana. Tak ada yang ditutup-tutupi oleh anak TKÂ karena anak TK tidak pernah berpikir tentang citraÂ
Tentang kodok di istana *kembali saya tersenyum lebar* harus diakui memang.. tinggal di tempat baru dengan begitu berat beban yang harus disandang memang membuat kita harus mampu mencari jalan untuk "betah" dan "terhibur" seketika di tempat baru kita antara lain ya memboyong hal-hal yang membuat kita rileks **sama seperti yang saya lakukan dengan berbagai miniatur pesawat di meja kerja dan berbagai gambar pesawat bahkan juga di layar monitor juga hehe..kodok ngorek, kodok ngorek.... mendadak rindu dengan suara kodok yang merdu ituÂ