Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ancaman Hukuman Mati untuk Mantan Mensos Juliari P Batubara

10 Januari 2021   09:57 Diperbarui: 10 Januari 2021   10:21 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: KOMPAS.com/RAKHMAT NUR HAKIM)

Tahun 2020 merupakan catatan buruk untuk Kabinet Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo - Ma'ruf Amin yang dijuluki Kabinet Indonesia Maju. Kabinet masa jabatan periode kedua bagi Joko Widodo yang masih berumur kurang lebih baru 1 tahun telah meninggalkan catatan kelam. 2 orang Menteri dari Kabinet Indonesia maju dikarangkeng oleh KPK ke dalam sel tahanan dalam operasi tangkap tangan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi suap.

Belum habis rasa terkejut masyarakat ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada tanggal 25 November 2020 dicokok KPK karena tertangkap basah menerima suap dari pengusaha eksportir benih lobster, tahu2 dalam waktu yang tidak terlalu lama (tanggal 6 Desember 2020) menyusul Menteri Sosial Juliari P Batubara tertangkap tangan oleh KPK karena menerima suap bantuan sembako bansos dari pengusaha.

Secara teoritis korupsi bisa terjadi karena kesempatan dan keserakahan pelakunya. Kedua pelaku baik Edhy Prabowo maupun Juliari P Batubara bukanlah orang miskin, unsur keserakahan dan gaya hidup telah mendorong mereka melakukan tindakan tidak terpuji.

Walaupun masyarakat sadar akan "azaz presumption of innocent" bahwa seseorang dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang "in kracht" (mempunyai kekuatan pasti), tapi karena peristiwa kedua penyuapan yang dilakukan dengan operasi tangkap tangan KPK, telah membuat masyarakat geram dan sedih.

Operasi tangkap tangan KPK yang memamerkan alat bukti uang berkoper2, barang2 mahal "branded",  pada saat masyarakat melarat yang diperparah dengan pandemi covid-19 memancing kegeraman masyarakat.

Ironisnya justru Juliari menerima suap sejumlah Rp 17 miliar sehubungan pengadaan Bansos penanganan Covid-19. Penanganannya dilakukan berupa bantuan paket sembako dari Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk masyarakat yang terimbas dari pandemi covid-19.  Agar dapat merealisasi paket bantuan, Kemensos menggandeng pengusaha swasta dengan cara penunjukan langsung dalam 272 kontrak yang dilaksanakan dalam 2 periode.

KPK dalam tangkap tangan Juliari mengamankan uang senilai Rp 14,5 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah, dollar USA, dollar Singapura yang tersimpan dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop.

Lain dengan Juliari, Edhy Prabowo diduga bersama2 dengan staff2 ahlinya menikmati uang suap senilai Rp 9,8 miliar dari pengurusan izin di Kementrian Kelautan dan Perikanan. Izin dikeluarkan untuk tujuan ekspor pengiriman benih lobster (benur). Uang suap yang diterima Edhy digunakan untuk barang2 bermerk (branded) berupa jam tangan, sepatu dan tas wanita. Bahkan yang memilukan ternyata berdasarkan penelusuran KPK juga mengalir ke beberapa wanita cantik, di antaranya bekas finalis ratu kecantikan berupa apartemen dan mobil.

Sementara sebagian masyarakat dirundung sedih melihat kualitas mental pejabat pemerintah yang seharusnya pantas untuk dipedomani ternyata begitu dangkal, serakah dan tidak bermoral.

Publik menjadi kehilangan pegangan mencari tokoh yang patut jadi model percontohan kemuliaan sekaligus bisa menjadi sosok yang dikagumi.
Sulit diterima akal sehat sosok yang seharusnya jadi panutan menjadi pengayom masyarakat yang mempunyai asset berpuluh miliar masih tega untuk mencuri.

Padahal secara tidak langsung kekuasaan yang dimiliki Menteri merupakan pemberian rakyat. Kekuasaan yang sama yang seharusnya digunakan untuk melayani dan melindungi rakyat justru digunakan untuk mencuri hak2 yang dimiliki masyarakat.

Juliari dan Edhy diduga oleh KPK melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a dan b jo Pasal 11 Undang2 Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang2 Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi (UU Korupsi).

Dalam UU Korupsi dirumuskan 30 bentuk dan jenis tindak pidana korupsi, yang bisa dibagi dalam 7 kelompok besar tindak pidana korupsi.
Masalah suap menyuap merupakan salah satu dari kelompok besar tersebut. Selain itu, kelompok lain merupakan kelompok;

- kerugian keuangan negara,
- penggelapan dalam jabatan,
- pemerasan,
- perbuatan curang,
- benturan kepentingan dalam pengadaan
- dan yang terakhir gratifikasi.

Kasus Kedua Mantan Menteri Indonesia Maju Dalam Tahap Penyidikan di KPK.

Saat ini kasus kedua mantan Menteri Indonesia Maju tersebut dalam tahap penyidikan di KPK dalam proses menuju pelimpahan ke Pengadilan untuk penuntutan.

Walaupun pada waktu dilakukan operasi tangkap tangan, pidana yang dituduhkan kepada mereka adalah pasal korupsi kelompok penyuapan, bukan berarti kalau dilimpahkan ke tahap penuntutan berlaku pasal yang sama.

Bukti2 pidana yang dipegang oleh KPK pada waktu operasi tangan pasti sudah kuat untuk menduga terjadinya pidana korupsi. KPK tentunya tidak akan gegabah melakukan operasi tangkap tangan untuk sekelas Menteri dengan bukti yang lemah.

Apalagi Menteri kader partai pendukung Pemerintah yang sudah pasti mempunyai kekuatan politik yang tidak akan dipandang sebelah mata.

Masa penyidikan adalah masa pencarian bukti2 tambahan, sekaligus pendalaman analisa atas suatu peristiwa pidana. Tindakan lanjutan setelah operasi tangan dengan melakukan penyitaan, penyegelan dan pengambilan bukti2 di banyak tempat (diantaranya rumah dan kantor) pemanggilan dan wawancara saksi yang relevan, bukanlah tanpa makna.

Tindakan2 lanjutan tersebut yang dilakukan dalam masa penyidikan untuk mencari bukti2 tambahan untuk memperkuat analisa peristiwa tindak pidana.

Masa penyidikan merupakan masa kritis untuk memastikan pasal2 yang akan digunakan untuk penuntutan di Pengadilan kepada para tersangka.

Pasal2 yang akan ditetapkan sebagai bahan tuntutan akan menjadi dinamis tergantung kepada bukti2 tambahan yang diperoleh dari hasil penyegelan dan pengambilan dokumen di berbagai lokasi serta pemeriksaan saksi.

Akibatnya pasal yang semula disangkakan pada waktu operasi tangan bisa berubah pada waktu pelimpahan kasus ke tahap pelimpahan kepada Pengadilan untuk penuntutan.

Pasal yang semula "kelompok korupsi suap menyuap" bisa saja misalnya bergeser menjadi "kelompok korupsi kerugian keuangan negara" tergantung kepada analisa dan bukti2 tambahan yang diperoleh selama penyidikan.

Konsekwensi perubahan pasal yang akan dikenakan bisa lebih memberatkan tersangka secara hukum.

Pasal kelompok korupsi "kerugian keuangan negara" dalam hal tertentu ancaman hukumannya lebih berat dari korupsi kelompok "suap menyuap".

Kelompok korupsi keuangan negara dalam kondisi tertentu mengancam dengan hukuman mati, sedangkan ancaman hukuman untuk kelompok korupsi suap menyuap maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Makanya masa penyidikan kasus kedua mantan Menteri Indonesia Maju merupakan masa kritis bagi mereka, apakah mereka akan dituntut oleh KPK dengan tuntutan yang lebih berat dan lama atau KPK tetap akan menggunakan pasal pada waktu mereka tertangkap tangan.
Secara khusus kepada mantan Menteri Mensos, Juliari P Batubara punya potensi untuk diancam hukuman mati.

Potensi Ancaman Hukuman Mati Bagi Mantan Mensos Juliari Batubara

Pada waktu operasi tangkap tangan terhadap mantan Menteri Juliari P Batubara sebagai penyelenggara negara diduga telah menerima suap atau menerima hadiah.

Sebagai bukti waktu konpers KPK mengamankan sejumlah uang suap dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop senilai Rp 14,5 miliar dalam beberapa mata uang.

Selaku Mensos Juliari P Batubara menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek bansos covid-19 dengan cara penunjukan langsung rekanan pengadaan paket bantuan. 

Dalam penunjukan langsung, KPK menduga ada kesepakatan sejumlah fee yang menjadi dasar pemberian suap antara rekanan dengan pejabat yang ditunjuk Juliari. Jumlah fee tiap paket bansos disepakati pejabat pembuat komitmen dengan rekanan sejumlah Rp 10 ribu untuk tiap paket sembako yang bernilai Rp 300 ribu. Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier dan rekanan, penunjukan diduga diketahui oleh Juliari.

Pada paket bansos covid-19 periode pertama Juliari menerima uang Rp 12 miliar dari Matheus melalui Adi. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos covid-19 sebelum tertangkap tangan, telah terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai Desember 2020 sejumlah Rp 8,8 miliar yang juga akan dipergunakan untuk keperluan pribadi Juliari.

Kontruksi peristiwa hukum seperti narasi diatas yang terjadi ketika Juliari dicokok oleh KPK dalam operasi tangkap tangan (termasuk dalam kelompok korupsi suap mrnyuap). KPK minimal dengan bukti ditangannya telah yakin ada bukti2 perbuatan Juliari yang telah menguntungkan para pengusaha. Bisa saja bukti2 tersebut didapat KPK dari penyadapan ponsel pembicaraan komunikasi para pihak. Apalagi pada eksekusi operasi tangkap tangan KPK juga menemukan sejumlah uang suap.

Apakah semua narasi dan konstruksi hukum ini bisa berubah? Sangat mungkin bisa berubah, dengan ketentuan KPK berupaya bersungguh2 menemukan bukti2 baru dari hasil penyegelan, penyitaan, hasil wawancara saksi2 yang relevan.

Nada2 yang keluar dan timbul dari KPK telah mulai muncul ada kemungkinan pasal2 yang akan dijadikan dasar penuntutan akan berubah. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, memastikan pihaknya bakal mendalami ada tidaknya kerugian negara dalam kasus Juliari P Batubara, dalam salah satu event tanggal 14 Desember 2020 di Gedung KPK.

Unsur kerugian negara nampaknya bukanlah hal yang susah untuk ditemukan dalam kasus ini. Dalam pemberitaan di media massa telah banyak ditemukan bukti2 langsung dari hasil wawancara penerima bansos covid-19 dengan wartawan bahwa nilai paket bansos Rp 300 ribu ternyata tidak benar. Paket bansos dikemas sedemikian rupa berupa barang yang nilai uang, mutu dan merknya dibawah Rp 300 ribu. Adanya fakta demikian bukan hanya hak penerima bansos telah dikhianati juga membuktikan adanya unsur "penggelumbungan harga" yang mengakibatkan kerugian negara.

Masyarakat akan sangat menghargai upaya KPK untuk mencoba menuntut mantan Mensos Juliari P Batubara dengan Pasal 2 UU Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal.

Rasanya KPK tidak akan susah menemukan unsur2 pasal dalam kontruksi peristiwa yang telah dilakukan Juliari.

Unsur kerugian negara telah terang benderang disajikan oleh media dalam pemberitaan.

Unsur melawan hukum dan memperkaya diri sendiri juga telah diketahui secara masif oleh publik.
Berpedoman kepada Putusan Mahkamah Konstitusi  RI No 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 menyatakan unsur melawan hukum dalam pasal korupsi, mencakup melawan hukum secara materil dan formil. Maksudnya seandainya dalam konstruksi perkara Juliari tidak ada aturan pengadaan barang (penunjukan langsung pengadaan paket sembako) yang dilanggar, sehingga tidak ditemukan perbuatan "melawan hukum formil". Akan tetapi secara faktual Juliari telah melakukan perbuatan tercela membuktikan adanya perbuatan "melawan hukum materil".

Masalah unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain, buktinya telah terang benderang dengan dipamerkannya oleh KPK bukti2 uang yang merupakan uang suap. Keuntungan tidak wajar dari rekanan pengusaha yang kemudian sebagian dibagikan kepada Juliari dkk berupa uang suap, merupakan bukti untuk memenuhi unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korperasi.
 
Pasal 2 ayat 2 UU Korupsi mendalilkan bahwa apabila korupsi seperti yang diuraikan dalam ayat 1 (uraian narasi peristiwa diatas) dan dilakukan dalam hal tertentu, sanksinya dapat berupa pidana mati.

Apa yang dimaksud dengan hal tertentu? Berdasarkan penjelasan Pasal 2 UU Korupsi yang dimaksud hal tertentu diantaranya apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana2 yang diperuntukkan bagi penanggulangan bahaya.

Juliari nyata2 telah menggunakan dana penanggulangan korban covid-19. Kondisi negara dalam darurat pandemi covid-19 merupakan keadaan bahaya bagi negara. Pemenuhan unsur keadaan tertentu yang dimaksud Pasal 2 (2) UU Korupsi dapat dipenuhi sehingga ancaman hukuman mati dapat digunakan untuk kasus Juliari P Batubara.

Tinggal sekarang apakah KPK punya niat sungguh2 seperti yang didengungkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata atau KPK (periode Firli Bahuri) hanya menjadi boneka politik seperti dugaan sebagian masyarakat pada waktu awal terbentuknya.

Sebetulnya sekaranglah moment KPK periode sekarang memperlihatkan tajinya. Melemahkan nada2 sumbang yang selama awal terbentuknya ditujukan kepadanya.

KPK juga bisa membuat sejarah dalam penegakan hukum dengan menuntut tersangka korupsi untuk pertama kalinya dengan ancaman hukuman mati sesuai dengan Pasal 2 (2) Undang2 Korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun