Teknologi sudah sangat maju, bentuk media untuk menyampaikan informasi, opini, pengetahuan, dsb; pun sudah mengalami banyak perkembangan.
Kalau dulu ada B-log, sekarang ada Vlog. Platform-platform untuk berbagi video digital menjamur bak jamur di musim hujan. Demikian pula YouTube, ada banyak perkuliahan, tutorial, seminar, dsb; hadir di sana. Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk mencari referensi, menambah skill dan pengetahuan sekarang ini.
Tanpa perlu membaca.
Belajar jadi makin mudah, karena ada tampilan visual dan animasi yang menyertai penjelasan si "guru" yang mengajarkannya.
Tentunya ini kabar gembira bagi sebuah negara yang tingkat literasinya sangat rendah. Yang penduduknya lebih suka menonton video, atau membaca komik yang lebih mengedepankan gambar daripada kata-kata.Â
Apa benar demikian?
Sayangnya menurut saya tidak demikian adanya. Tingkat literasi sebuah bangsa dan negara, selalu berkaitan erat dengan tingkat kemajuan dan potensi kemajuan negara tersebut.Â
Ada yang unik dan yang tidak tergantikan dalam proses membaca dan menulis. Memang benar, bahwa sebuah transfer ilmu, skill, dan pengetahuan itu akan jauh lebih mudah ketika ada ilustrasi, gambar, dan bahkan video animasi yang menyertainya.
Jadi kalau soal transfer ilmu, saya setuju, bahwa tulisan bukan media yang paling mudah untuk transfer ilmu. Orang akan selalu lebih mudah paham, ketika pengajaran itu disertai animasi atau ilustrasi yang tepat.
Namun lebih mudah, bukan berarti lebih baik.
Membaca dan menulis, adalah sebuah proses untuk, menangkap dan menyerap (ketika membaca) serta merangkum dan menyajikan (ketika menulis) sesuatu yang bersifat abstrak dan konseptual (tulisan dan kata-kata). Bayangkan bagaimana seorang penulis harus menyajikan sesuatu yang sederhana misalnya rasanya buah anggur, ke dalam kata-kata.Â