Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sekoci untuk Ganjar

4 Oktober 2022   18:54 Diperbarui: 11 Oktober 2022   18:35 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Ganjar Pranowo di acara Read n Rock, launching buku Ganjar Pranowo Jembatan Perubahan di Gedung Oudetrap, Kota Lama, Semarang, Minggu (27/10/2019).(dok.HUMAS PEMPROV JATENG via kompas.com)

Punya elektabilitas tinggi tak lantas membuat sosok Ganjar Pranowo mendapat karpet merah dari partainya sendiri. Ia justru dihadapkan pada ketidakpastian menapaki karir politik selanjutnya.

Ganjar mestinya paham betul, konsekuensi bernaung pada instrumen partai politik "semi kerajaan". Orang boleh saja menyanggah anggapan tadi, namun kenyataan bersuara demikian. Ganjar memang ibarat berteduh pada rumah yang salah.

Kemoderatan sosok Ganjar, progresivitasnya, hingga kesediaannya "turun kelas" mendekat pada millenial, membuat kecemerlangan sosoknya tampak kontras dibanding ekosistem berpolitiknya.

Seberapa tebal pun PDI Perjuangan menyematkan kata "demokrasi" sebagai akronim penamaannya, masyarakat akan tetap skeptis pada pola sirkulasi elit di tubuh partai tersebut.

Sudah bukan rahasia bahwa pipanisasi kader-kader potensial di partai itu, sering terhambat oleh kewenangan absolut sang ketua umum. Barangkali Ganjar akan menjadi "korban" berikutnya.

Tentu arah politik bisa kapan saja berubah, tak ada yang benar-benar pasti ketika elit masih sibuk lobi sana-sini.

Masih lekat dalam ingatan kita, momen ketika Megawati Soekarnoputri akhirnya mau "berlapang dada" memberi jalan kepada Joko Widodo untuk maju pada Pilpres 2014 lalu.

Momentum itu bisa saja berulang pada Ganjar, mengingat popularitas sosok Puan Maharani yang digadang-gadang akan diberi tiket VVIP oleh partai, nyatanya masih sebatas unggul pada jumlah baliho serta meme di media sosial.

Melirik kans merapat ke partai lain, agaknya bisa menjadi opsi alternatif bagi Ganjar bilamana gayung tak bersambut di rumah sendiri. Terlebih koalisi Golkar, PPP & PKB sampai saat ini masih belum menemukan sosok yang akan mereka usung.

Elektabilitas Ganjar secara matematis, berpotensi mengerek suara bagi ketiga parpol tadi. Sementara di waktu yang bersamaan, ketiganya bisa menjadi sekoci yang nyaman bagi Ganjar dalam menuju karir politik yang lebih tinggi.

Tentu Ganjar masih sangat berharap, ia akan diusung oleh partai yang membesarkannya selama ini. Karenanya gerak-gerik Ganjar tampak begitu sangat hati-hati.

Kecermatan langkahnya bahkan ia tunjukkan ketika merespon pencalonan dirinya sebagai calon presiden, yang diusung Partai Solidaritas Indonesia beberapa waktu lalu.

Ganjar menegaskan masih akan berfokus menuntaskan tanggung jawabnya sebagai Gubernur Jawa Tengah, dan belum mau memikirkan rencana-rencana berikutnya.

Ia seolah tak ingin buru-buru berlayar sekalipun kandidat pesaingnya, Anies Baswedan, sudah lebih dulu mengangkat sauh dan membentangkan layar.

Selain itu pula yang dibutuhkan Ganjar adalah sekoci besar yang mampu membawanya berlayar dengan aman, bukan sekumpulan anak ayam yang ingin ikut menyebrang, namun tak tahu caranya berenang. Setidaknya itu yang dibaca masyarakat dalam menanggapi "kegenitan" PSI terhadap Ganjar.

Kita semua tentu mendorong kandidat-kandidat seperti Ganjar untuk bisa muncul dan masuk ke dalam kontestasi Pilpres, tanpa harus terganjal oleh mekanisme internal partainya sendiri.

Membayangkan kehadiran Ganjar pada Pilpres 2024 mendatang, mempertengkarkan ide dan gagasannya melawan Prabowo serta Anies Baswedan. Agaknya akan menjadi suguhan intelektual bergizi bagi masyarakat, yang selama ini mulai jenuh dengan kuis nama-nama ikan.

Akan tetapi kita juga harus bersiap, jika segala sesuatunya berakhir anti-klimaks. Karena bisa jadi langkah Ganjar benar-benar terganjal di rumahnya sendiri.

Sementara sekoci politik yang pada mulanya masih kosong, sudah terisi penuh oleh orang-orang terpilih dari suatu jamuan makan siang, yang kita tahu tak pernah gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun