Namun ku tak dapat membohongi hati nurani, ku tak dapat menghindari gejolak cinta ini.
Dua bait lirik pembuka di lagu ini, terasa sekali menggambarkan betapa sialannya jatuh cinta terhadap orang yang sudah dimiliki orang lain. Ingin tetap larut mencintai, akan memupuk rasa bersalah. Sementara jika dilewatkan, tentu akan membuat rasa penyesalan tersendiri. Situasi menjengkelkan tadi, ditutup pula oleh suara kefrustrasian pada bagian refrain :
Maka ijinkanlah aku mencintaimu
atau bolehkanlah ku sekadar sayang padamu
Ijinkanlah aku mencintaimu
atau bolehkanlah ku sekadar sayang padamu.
Jika di bait awal masih kurang terasa pelik, maka di bait berikutnya setelah refrain, kita akan menjumpai lagi kesialan yang tak kalah menyebalkannya. Kalimatnya begini :
Memang serba salah rasanya, tertusuk panah cinta.
Apalagi ku juga ada pemiliknya.
Tapi ku tak mampu membohongi hati nurani,
ku tak mampu menghindari gejolak cinta ini.
Kurang pelik apalagi? Yang dicintai sudah ada yang punya. Sementara saat mencintainya, kita masih berada dalam hubungan dengan orang lain pula. Di sinilah cinta menggoda akal sehat dan kedewasaan seseorang. Tetap melangkah mengikuti tuntunan cinta yang begitu menggoda ini, mengabaikannya, atau justru mengharapkannya diam-diam?
Tak cukup sampai di situ, NOAH juga menambahkan sebait lirik baru di sela-sela refrain kedua, yang kian menambah rasa pilu pada jatuh cinta yang semestinya membahagiakan. Bunyinya begini :
Oh, hati nan lara yang dirundung asmara
Hilanglah selera, hilanglah segala rasa...
Kentara sekali Ariel dkk, tengah berusaha menguatkan nuansa jatuh cinta yang 'serba salah', dilematis, serta serba menyulitkan, namun sialnya tak bisa dihindari. Sebab cinta memang seperti itu. Selalu tak pernah bisa ditentukan, tak bisa direncanakan kepada siapa, serta kapan tepatnya dirasakan.