Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Motivasi Jitu Seorang Ibu

3 Agustus 2021   19:09 Diperbarui: 8 Agustus 2021   02:00 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu bermain dengan anak. (sumber: Thinkstock via kompas.com)

Masuk kelas belum tentu menjamin anak belajar, benarkah demikian? Di sekolah banyak anak mengikuti pembelajaran, tetapi apakah sesungguhnya mereka itu belajar? 

Setidaknya apakah peserta didik itu belajar dengan optimal? Mengapa penulis menggunakan kata optimal dalam hal ini, karena makna optimal lebih dari maksimal. 

Optimal dimaksudkan agar manusia itu mampu berpikir menerobos, tuntas dan menyeluruh (to think through, through and comprehensive).

Adapun perbedaan maksimal dan optimal: maksimal berkaitan dengan hasil dan batas akhir, merupakan suatu kondisi tertinggi suatu batas akhir yang bisa dicapai oleh seseorang; 

Sedangkan optimal, berkaitan dengan usaha yang terbaik, bukan berdasarkan batas akhir, sehingga optimal merupakan suatu kondisi tertinggi yang dilakukan seseorang untuk mencapai batas akhir yang tertinggi atau terbaik. 

Oleh karena itu, kiranya setiap orang yang berkecimpung di bidang pendidikan selalu mengasah/menajamkan, memicu dan memacu kompetensinya untuk mencapai yang tertinggi dan sekaligus yang terbaik.

Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 butir pertama: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".

Melihat kenyataan atau merasakan kondisi pendidikan yang cenderung menurun, maka kita yang menyandang profesi pendidik perlu berpikir dan bertindak  melakukan terobosan-terobosan untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan gara-gara pandemi covid-19 yang tak kunjung usai ini. 

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sekalipun terbatas belum bisa digelar sampai dengan kini; sementara Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring diakui banyak kendala terutama masalah jaringan internet.

Sedangkan, di lain sisi peserta didik sudah banyak yang dilanda kejenuhan/ kebosanan, juga orangtua terutama ibu merasa mendapat tambahan 'beban' pekerjaan.

Bagi mereka yang mempunyai 3 atau 4 orang anak, tiga di antaranya masih duduk di bangku SD dan satu lagi SMP. Kondisi ini menjadi luar biasa repotnya. 

Orangtua cq ibu dan ayah semua berjuang di bidangnya masing-masing; si ibu sampai rela mengundurkan diri dari pekerjaannya karena mau sungguh-sungguh mengurus anak-anaknya; sedangkan si ayah harus berjuang mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan keluarganya. 

Semuanya (se isi rumah) berjuang namun, hasilnya belum tentu memuaskan. Di sini kekuatan motivasi intrinsik dan ekstrinsik masing-masing anggota keluarga sangat diperlukan.

Beberapa waktu yang lalu, penulis menerina telpon dari seorang ibu yang menyampaikan keluh-kesahnya tentang mendampingi anak-anaknya dalam belajar di rumah atau sekolah dari rumah. 

Dalam hal internet, si ibu tidaklah awam sama sekali, karena dulunya ia juga karyawati di sebuah perusahaan. Singkat cerita, penulis berusaha memposisikan diri sebagai pendengar yang baik; setelah  ia puas curhatnya, gantian penulis menyampaikan tanggapan sebagai berikut:

Pikiran ini melayang ke peristiwa sekian ratus tahun yang lalu namun, tak akan lekang oleh waktu. Dialah tokoh yang sangat terkenal dan pastinya jasanya akan dikenang setiap orang sepanjang masa; yaitu Thomas Alva Edison -- siapa dia? 

Ia lahir di Milan, Ohio, Amerika tanggal 11 Februari 1947 dan meninggal di West Orange, New Jersey, Amerika pada tanggal 18 Oktober 1931. Se waktu ia masih kecil, pernah dikeluarkan dari sekolah oleh gurunya. 

Siapa sesungguhnya orang itu? Di antara penemuan-penemuannya yang penting adalah Bola Lampu Pijar. Bisa dibayangkan seandainya di dunia ini tidak ada bola lampu, betapa repotnya jika di dunia ini hanya mengandalkan cahaya bulan atau lentera atau lilin untuk penerangan di malam hari.

Ibu dari Thomas Alva Edison yang bernama Nancy Matthews Elliot, adalah seorang ibu yang luar biasa, motivator jitu bagi nya. Kalau sang guru di sekolahnya merasa tidak sanggup mengajar Edison.

Bahkan men-cap dirinya sebagai anak yang sulit diajar dan kacau namun, si ibu dengan kreativitasnya yang benar-benar hebat; sambil menangis beliau meneriakkan  bahwa Edison adalah anak yang jenius! 

Padahal sesungguhnya yang tertulis di surat itu bunyinya: "Putra Anda (Thomas Alva Edison) adalah seorang anak yang bodoh, kami tidak mengijinkan anak Anda bersekolah lagi di sini". 

Pendeknya Edison dikeluarkan dari sekolahnya dan hari-hari berikutnya ia dididik oleh ibunya sendiri.

Peran seorang ibu yang luar biasa ini mampu mengajar, mendidik, dan menjadikannya seorang yang jenius pada abad kehidupannya, sesungguhnya Edison adalah penderita disleksia.

Ia sulit beradaptasi dengan situasi belajar yang statis dan ia tidak betah duduk diam di dalam kelas namun, si ibu mendidik dengan memberi kebebasan kepadanya untuk berkreasi sesuai kemampuannya sendiri dan jadilah si Thomas Alva Edison yang namanya terukir di setiap benak orang yang pernah belajar di sekolah, mulai dari kanak-kanak sampai dewasa.

Menyimak kisah di atas, sadarilah wahai para ibu bahwa peran ibu itu teramat 'mulia'. Itulah sebabnya penulis memberi judul tulisan ini dengan 'Motivasi Jitu Seorang Ibu'. 

Jadilah ibu-ibu yang kreatif dan inovatif agar dapat mengemas dan menyajikan pembelajaran yang bermutu, menarik dan menghibur (edutainment) bagi putera/puterinya. 

Mari kita jaga jangan sampai dunia pendidikan mengalami 'lost generation' akibat PJJ atau bahkan nantinya siap menghadapi ancaman Education Death akibat pandemi covid-19. 

Mari kita lakukan kerjasama yang baik, beradaptasi dengan Kebiasaan Baru. Masa  pandemi covid-19 saat ini dapat dijadikan momentum kebangkitan pendidikan di tanah air Indonesia tercinta.

Jakarta, 3 Agustus 2021
Salam penulis: E. Handayani Tyas, Universitas Kristen Indonesia -- tyasyes@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun