Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menuju Moa, Melintasi Hutan Tua dan Sungai-sungai nan Jernih

24 Oktober 2021   16:50 Diperbarui: 25 Oktober 2021   14:05 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Kababuru yang bermuara di Sungai Lariang, yang dilintasi saat menuju Desa Moa, di Sulawesi Tengah. (@Hanom Bashari)

Jembatan biru, entah ide siapa mewarnai dua jembatan gantung ini dengan warna biru. Indah bagi saya. Lantainya terbuat dari kayu yang tampak eksotis dengan daun-daun kering bertebaran. Kerangka dinding penyangga kanan kirinya juga dari kayu dipadu dengan kawat ram harmonika, terikat dan tergantung pada kabel labrang yang membentang dari ujung-ujung jembatan, yang sebagiannya telah terlilit liana hijau.

Ah, indah nian. Kali ini jembatan gantung lebih panjang dari yang pertama tadi. Anak Sungai Lariang yang mengalir di bawahnya, tidak banyak berbatu besar, namun lebar, tenang, dan tampak dangkal dari banyak riaknya.

Saya berjalan bolak balik dari ujung jembatan satu ke ujung lainnya. Mengambil foto dengan hape seadanya. Sementara, pohon beringin dan matoa, tampak besar dan kokoh di bawah kanan kiri sungai. Belakangan saya tahu, ini adalah Sungai Lampo. Dan, pada jembatan gantung sebelumnya adalah Sungai Kababuru.

Perjalanan berlanjut. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara motor lain, dari Desa Moa tampaknya, membawa berkarung-karung jagung. Beruntung saya tidak bersama rombongan kemarin menuju Moa, sehingga saya dengan leluasa meminta berhenti kepada tukang ojek saya.

Jalan kering membatu perjalanan kami. "Jika hujan Pak, susah sekali motor berjalan di tanah pece ini", terang Budi.

Dalam perjalanan ini, Budi juga bercerita. Dari Moa, masih ada jalan lagi setapak yang juga dapat dilalui motor, tembus sampai ke Desa Tuare, di Lembah Bada, Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso.

Baca juga: Ke Bada Lagi, Berjumpa Arca-Arca Megalitik Nan Misterius dan Berjumpa Loga di Bada

"Lebih dekat daripada perjalanan Gimpu ke Moa ini Pak", terang Budi.

"Kapan kamu pernah ke sana, antar ojek orang juga?" tanya saya.

"Bukan Pak, dulu sehabis gempa 2018. Saya bersama beberapa orang lain dari Gimpu ke Tuare untuk beli bahan makanan, karena jalan terputus, kami tidak bisa ke Palu atau daerah lain, kecuali ke Tuare".

Ya, saya teringat memang, gempa dahsyat bermagnitudo 7,4 di Sulawesi Tengah kala itu, akhir September 2018, beserta gempa-gempa susulannya. Kata "Moa" sendiri juga sempat menjadi sebutan hangat saat itu, karena merupakan salah satu nama segmen dari empat rangkaian segmen Sesar Palu-Koro sebagai pusat gempa di Sulawesi tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun