Tetapi, faktanya Connor bukanlah seorang penyusup yang dicurigai oleh ibu Emely, dia merupakan orang baik yang berhasil menyelamatkan kehidupan Emely sebelum mengucapkan kalimat “Ya, Saya terima” kepada calon suaminya.
Hal ini terjadi karena calon suaminya merupakan seorang pembohong yang hanya mengincar harta keluarga Emely.
Ditegaskan sekali lagi, bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral, pernikahan terjadi karena kedua pasangan yang saling menyayangi (Castanzo, 2014, h. 151). Wajar saja pernikahan Emely tidak berhasil, karena calon suaminya tidak menyayanginya dengan tulus dan berselingkuh dibelakangnya, sangat bertolak belakang dengan gambaran pernikahan dalam buku Castanzo (2014).
Film ini menjadi teguran dan pelajaran? Ya, karena dunia pernikahan bukanlah suatu hal yang mudah. Jika, anda telah menonton film ini hingga akhir, maka film ini akan membuat emosi anda menjadi naik turun.
Film memiliki kemampuan untuk membawa kita menikmatinya, melibatkan emosi kita, empati, dan membawa dampak yaitu munculnya ide-ide atau persepsi yang baru untuk kedepannya (Costanzo, 2014, h. 151).
Sama halnya seperti film Christmas Wedding Planner, yang berhasil membawa emosi, empati, dan memberi pandangan baru kepada kita untuk lebih berhati-hati dalam menata hidup kedepannya.
Ada pesan moral penting dari film ini, yaitu pernikahan bukanlah suatu hal yang mudah. Mungkin, mudah untuk mengucapkan “Ya, saya terima”, tapi tidaklah mudah untuk membangun dan mempertahankan ikatan pernikahan. Pilihlah pasangan yang benar-benar menyayangimu dan bisa menata kehidupan keluarga kedepannya, karena hal itu dapat mempertahankan kehidupan keluarga.
Dan ingat, cinta hanyalah sensasi, tapi pernikahan merupakan suatu keputusan.
Sumber:
Costanzo, W. V. (2014). World Cinema Through Global Genres. Disini
Karolina, M, C., Maryani, E., & Sjuchro, D, W. (2020). Implikasi genre film dan pemahaman penonton film tuna netra di “Bioskop Harewos”. Jurnal Kajian Televisi dan Film, 4(1), 125-126.