Mohon tunggu...
Hananda Tiara Shatria
Hananda Tiara Shatria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Good Corporate Governance dan Corporate Culture dalam Asuransi Syariah

12 Mei 2024   23:30 Diperbarui: 12 Mei 2024   23:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Apa yang dimaksud dengan good corporate governance dan corporate culture dalam perusahaan asuransi syariah?
•Good Corporate Governance (GCG) mengacu pada praktik-praktik manajemen dan pengawasan yang baik dalam sebuah perusahaan. GCG melibatkan berbagai elemen, seperti transparansi, akuntabilitas, kewajaran, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam konteks perusahaan asuransi syariah, GCG juga mencakup pemahaman dan implementasi prinsip-prinsip syariah dalam operasional perusahaan.
•Sementara itu, Corporate Culture mengacu pada nilai-nilai, norma, dan perilaku yang dianut dan dipraktikkan oleh seluruh anggota perusahaan. Corporate Culture yang baik dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, di mana karyawan merasa termotivasi, berkolaborasi, dan berinovasi. Dalam perusahaan asuransi syariah, Corporate Culture juga mencakup pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek bisnis dan interaksi dengan stakeholders.
Kedua konsep ini, GCG dan Corporate Culture, sangat penting dalam perusahaan asuransi syariah karena membantu menjaga kepercayaan stakeholders, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, serta memastikan bahwa bisnis dijalankan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

2. Apa saja prinsip good corporate governance dan corporate culture?
•Prinsip good corporatte governance :
a.Transparency (Transparansi)
Prinsip transparency dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas pengungkapan atas informasi kinerja perusahaan  yang  akurat  dan  tepat  waktu.  Transparansi  menunjukkan  kemampuan  dari  para stakeholder  terkait  untuk  melihat  dan  memahami  proses  dan  landasan  yang  digunakan  dalam pengambilan keputusan atau dalam pengelolaan perusahaan.
b.Accountability (Akuntabilitas)
Prinsip  akuntabilitas  berkaitan  dengan  pertanggungjawaban  Dewan  Komisaris  atau  Direksi  atas keputusan dan hasil yang dicapai sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggungjawab mengelola perusahaan.
c.Responsibility (Tanggung Jawab)
Prinsip responsibility merupakan konsekuensi dari wewenang yang dimiliki oleh seseorang. Penerapan prinsip akuntabilitas dapat direalisasikan
d.Independence (Kemandirian)
Kemandirian/independensi  memiliki  arti  bahwa  dalam  menjalankan  tugas  dan  kewenangannya  mengelola perusahaan, para pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Direksi sepenuhnya terlepas  dari berbagai pengaruh/tekanan pihak lain yang dapat merugikan, menggangggu  dan  mengurangi  obyektivitas pengambilan keputusan atau menurunkan efektivitas pengelolaan kinerja perusahaan.
e.Fairness (adil)
Prinsip fairness berkaitan dengan perlakuan yang sama terhadap stakeholders.
•Prinsip Corporate culturer :
a.Bekerjalah dengan dan dalam situasi budaya Anda saat ini. Budaya yang tertanam kuat tidak dapat digantikan dengan perbaikan sederhana, atau bahkan dengan upaya perombakan besar-besaran. Budaya Anda juga tidak dapat ditukar dengan budaya baru seolah-olah itu adalah sistem operasi atau CPU.
b.Ubah perilaku, maka pola pikir akan mengikuti. Ada pandangan umum bahwa perubahan perilaku mengikuti perubahan mental, seperti malam demi siang. Inilah sebabnya mengapa organisasi sering kali mencoba mengubah pola pikir (dan pada akhirnya perilaku) dengan mengkomunikasikan nilai-nilai dan menuangkannya dalam brosur yang menarik.
c.Fokus pada beberapa perilaku penting. Kebijaksanaan konvensional menganjurkan pendekatan komprehensif — setiap orang harus mengubah segala sesuatu yang tidak sempurna! Namun perusahaan harus selektif dalam memilih perilaku. Kuncinya adalah fokus pada apa yang kita sebut sebagai “beberapa perilaku penting”.
d.Tempatkan pemimpin informal sejati Anda. Wewenang, yang diberikan melalui jabatan formal, tidak boleh disamakan dengan kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu sifat alamiah yang dijalankan dan ditampilkan secara informal tanpa memandang jabatan atau jabatan dalam bagan organisasi.
e.Jangan biarkan pemimpin formal Anda lolos. Kebanyakan organisasi cenderung mengalihkan budaya ke dalam kelompok profesional sumber daya manusia.
f.Kaitkan perilaku dengan tujuan bisnis. Ketika orang berbicara tentang perasaan, motivasi, dan nilai-nilai – yang semuanya merupakan elemen penting dari budaya yang kuat – percakapan sering kali mengarah ke abstraksi.
g.Tunjukkan dampaknya dengan cepat. Kita hidup di zaman dengan rentang perhatian yang sangat pendek. Hal ini berlaku baik pada budaya organisasi maupun pada kebiasaan konsumsi media masyarakat. Ketika orang-orang mendengar tentang inisiatif dan upaya baru yang penting, dan kemudian tidak melihat aktivitas apa pun yang terkait dengannya selama beberapa bulan, mereka akan melepaskan diri dan menjadi sinis.

3.Bagaimana fungsi dan peran dewan pengawas syariah dalam Perusahaan asuransi syariah?
Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah memiliki peran penting dalam memastikan bahwa operasional perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi kegiatan perusahaan agar bebas dari transaksi yang bertentangan dengan syariah, seperti riba, maysir (perjudian), dan gharar (ketidakpastian). Selain itu, mereka juga memberikan nasihat dan bimbingan kepada manajemen perusahaan dalam hal kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah berperan dalam menjaga integritas dan kepatuhan perusahaan asuransi syariah dalam menjalankan bisnisnya.

4. Bagaimana implementasi syariah compalin dalam Perusahaan asuransi syariah?
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu penyelesaian sengketa di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Proses penyelesaian tertua adalah melalui proses litigasi di dalam pengadilan. Pengadilan dijadikan the frist and last resort dalam penyelesaian sengketa. Setiap penyelesaian sengketa yang timbul di dalam masyarakat diselesaikan melalui pengadilan, karena dianggap bisa memberikan keputusan yang adil namun ternyata belum memuaskan banyak pihak, terutama pihak-pihak yang bersengketa, karena hanya menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya,membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal tersebut meresahkan masyarakat dan dunia bisnis, sebab jika mengandalkan pengadilan sebagai satu-satunya penyelesaian sengketa, tentudapat mengganggu kinerja pebisnis dalam menggerakan kinerja pebisnis dalam menggerakan perekonomian, serta memerlukan biaya yang relatif besar. Untuk itu dibutuhkan instruksi yang lebih efesien dan efektif dalam menyelesaikan sengketa bisnis.
Jalur tersebut dilakukan oleh peradilan dalam lingkup Pengadilan Agama dan diluar Pengadilan Agama. Di luar Pengadilan Agama jika para pihak memperjanjikan melalui akad penyelesaian sengketa selain melalui pengadilan Agama dengan catatan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Mengenai penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar Pengadilan Agama sesuai dengan isi akad, adalah dengan upaya berikut:
a.Musyawarah
b.Mediasi perbankan
c.Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau lembaga arbitrase lain
d.Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum

Sedangkan menurut Pasal 4 PBI No.9/19/2007 tentang pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran serta Pelayanan Jasa Bank Syariah menjelaskan bahwa, penyelesaian sengketa dilakukan melalui mediasi, termasuk mediasi perbankan.
Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian dilakukan dengan mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, yaitu:
a.Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.
b.Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah.
c.Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Diantara prinsip tersebut adalah :
a.Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan
b.Kekeluargaan
c.Win-win solution, menjamin kerahasian sengketa para pihak
d.Menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan.

5.Bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada Lembaga keuangan syariah?
Penyelesaian sengketa dalam ekonomi syariah pada lembaga keuangan syariah biasanya melibatkan proses penyelesaian yang bersifat musyawarah dan mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Ini dapat meliputi:
a.Musyawarah : Para pihak yang terlibat dalam sengketa duduk bersama untuk mencapai kesepakatan melalui diskusi terbuka dan konstruktif. Pendekatan ini diutamakan dalam Islam karena mempromosikan saling pengertian dan penyelesaian yang adil.
b.Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS) : Lembaga keuangan syariah sering kali memiliki mekanisme alternatif untuk menyelesaikan sengketa, seperti mediasi, arbitrase, atau tahkim. Ini memungkinkan penyelesaian yang lebih cepat dan fleksibel daripada melalui proses pengadilan.
c.Ahli Syariah : Dalam kasus sengketa yang rumit, lembaga keuangan syariah dapat melibatkan ahli syariah yang berkualifikasi untuk memberikan pandangan tentang aspek hukum dan etika Islam yang terkait dengan kasus tersebut.
d.Komitmen pada Keadilan : Penyelesaian sengketa dalam ekonomi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan kepatuhan terhadap hukum syariah. Pihak-pihak yang terlibat diharapkan untuk mematuhi prinsip-prinsip ini dalam mencapai kesepakatan.
e.Pendekatan Kolaboratif : Dalam banyak kasus, lembaga keuangan syariah mendorong pendekatan kolaboratif untuk menyelesaikan sengketa, di mana kedua belah pihak bekerja sama untuk menemukan solusi yang memuaskan bagi semua pihak yang terlibat.

Nama Kelompok :
1.Hananda Tiara Shatria N (212111345)
2.Bani Latifah (212111346)
3.Siti Farida (212111347)
4.Ahmad Azziz Oktamulya (212111361)
5.Erlinda Ratna Ashari (212111374)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun