Mohon tunggu...
HANA MUTHIA NABILA PUTRI
HANA MUTHIA NABILA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa

NIM 55524110027 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Pajak - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

K13_Transfer Pricing Wacana Kritis Ilmu

22 Juni 2025   23:41 Diperbarui: 22 Juni 2025   23:41 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Transfer Pricing merupakan salah satu topik krusial dalam wacana perpajakan internasional, khususnya dalam konteks perusahaan multinasional yang menjalankan operasi lintas yurisdiksi. Lebih dari sekadar alat administratif dalam akuntansi, Transfer Pricing merefleksikan struktur kekuasaan ekonomi global, potensi rekayasa laba, serta tantangan etis dalam tata kelola fiskal.

Kajian terhadap Transfer Pricing harus melampaui pendekatan legal-formal. Ia memerlukan telaah multidisipliner yang mencakup dimensi filsafat ilmu---yakni ontologi (hakikat), epistemologi (pengetahuan), dan aksiologi (nilai). Dengan pendekatan tersebut, Transfer Pricing dapat dipahami sebagai gejala sosial, politik, dan etis yang berkaitan erat dengan konsep keadilan, tanggung jawab global, serta keberlanjutan tata ekonomi internasional.

Melalui eksplorasi konseptual yang bersandar pada pemikiran tokoh-tokoh filsafat seperti Martin Heidegger, Aristotle, Wilhelm Dilthey, dan Hannah Arendt, makalah ini mengupas Transfer Pricing sebagai fenomena yang menyentuh dimensi terdalam dari praktik ekonomi modern.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

A. Pendekatan Filsafat Ilmu terhadap Transfer Pricing

1. Ontologi: Menyingkap Hakikat Transfer Pricing dalam Dunia Global

Ontologi adalah studi tentang keberadaan atau realitas terdalam suatu fenomena. Dalam Transfer Pricing, ontologi mengkaji apa itu Transfer Pricing secara esensial. Transfer Pricing bukan sekadar penetapan harga internal, melainkan bagian dari struktur global kapitalisme dan sistem perpajakan lintas yurisdiksi. Dalam pendekatan Heideggerian, perusahaan multinasional dipahami sebagai Dasein modern yang "dilemparkan" ke dalam dunia hukum, ekonomi, dan fiskal yang telah ada.

Konsep Zuhandenheit menyatakan bahwa sebuah objek (dalam hal ini Transfer Pricing) menjadi tampak ketika terjadi gangguan. Transfer Pricing biasanya dianggap netral sampai praktiknya menyimpang dari norma---misalnya dalam kasus audit perpajakan. Lebih jauh, Transfer Pricing menjadi alat epistemik yang memungkinkan perusahaan menciptakan "realitas buatan" melalui rekayasa harga dan distribusi laba. Di sinilah Transfer Pricing menjadi instrumen kekuasaan dan dominasi struktur epistemik.

Transfer Pricing juga bisa dilihat sebagai wujud dari "keterlemparan" perusahaan dalam lanskap regulasi global. Dunia perpajakan internasional tidak diciptakan oleh satu entitas, melainkan oleh interaksi kompleks antarnegara, lembaga internasional seperti OECD, dan korporasi global. Maka, perusahaan tidak benar-benar memiliki kebebasan penuh, tetapi harus beradaptasi dan mengambil posisi dalam struktur yang telah terbentuk.

2. Epistemologi: Sumber Pengetahuan dan Validitas dalam Transfer Pricing

Epistemologi mempertanyakan bagaimana kita mengetahui sesuatu. Dalam konteks Transfer Pricing, sumber pengetahuan berasal dari:

*OECD Guidelines, yang merupakan standar internasional yang banyak diadopsi negara.

*Standar akuntansi internasional (IFRS), yang mendasari pelaporan keuangan lintas negara.

*Regulasi nasional seperti UU PPh, PMK 213/2016 di Indonesia, yang menjembatani pendekatan lokal dan global.

Metodologi meliputi:

*Analisis kuantitatif seperti Comparable Uncontrolled Price (CUP), Resale Price Method (RPM), Cost Plus Method (CPM).

*Analisis kualitatif seperti analisis fungsi, risiko, aset tidak berwujud, dan dokumentasi Transfer Pricing (Master File, Local File, dan Country-by-Country Reporting).

Validitas pengetahuan Transfer Pricing ditentukan berdasarkan prinsip Arm's Length, yaitu kondisi harga yang mencerminkan transaksi antar pihak independen. Prinsip ini adalah batu uji untuk menghindari manipulasi harga transfer antar afiliasi. Namun, penerapan prinsip ini tidak selalu mudah, karena realitas bisnis jauh lebih kompleks daripada model teoretis.

Transfer Pricing sebagai ilmu juga bersifat multidisipliner, mencakup ekonomi mikro, hukum pajak, akuntansi, manajemen risiko, dan bahkan antropologi bisnis. Banyak keputusan Transfer Pricing yang lahir bukan dari perhitungan matematis semata, tetapi dari pemahaman mendalam atas relasi kuasa, struktur perusahaan, dan budaya korporasi.

3. Aksiologi: Tujuan, Nilai, dan Etika Transfer Pricing

Aksiologi menelaah nilai dan etika di balik praktik Transfer Pricing. Tujuan normatif Transfer Pricing adalah pembagian laba yang wajar antar entitas berdasarkan kontribusi ekonomis masing-masing. Dalam praktiknya, Transfer Pricing dapat memberikan manfaat nyata seperti efisiensi operasional, manajemen keuangan strategis, dan perencanaan pajak yang sah.

Namun, nilai-nilai yang dibawa oleh Transfer Pricing tidak netral. Di satu sisi, Transfer Pricing dapat memperkuat kepatuhan fiskal lintas negara. Di sisi lain, Transfer Pricing juga rentan digunakan sebagai instrumen base erosion and profit shifting (BEPS), yakni pengalihan laba dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara tarif rendah.

Etika Transfer Pricing berkaitan dengan keadilan fiskal antarnegara. Negara berkembang cenderung dirugikan oleh praktik Transfer Pricing yang agresif karena kehilangan potensi penerimaan pajak dari perusahaan multinasional. Oleh karena itu, pengaturan Transfer Pricing harus berpijak pada prinsip tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola fiskal global yang adil.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

B. Perbandingan Perspektif Indonesia dan OECD terhadap Transfer Pricing

Ontologi

*Indonesia memandang Transfer Pricing sebagai potensi penghindaran pajak yang harus dikendalikan melalui regulasi ketat. Perspektif ini muncul dari kekhawatiran atas erosi basis pajak nasional.

*OECD memahami Transfer Pricing sebagai instrumen fiskal yang sah dan wajar jika memenuhi prinsip Arm's Length. OECD lebih menekankan pada prinsip ekonomi dan keadilan antaryurisdiksi.

Epistemologi

*Indonesia menggunakan pendekatan normatif-hukum. Pengetahuan Transfer Pricing diperoleh melalui pemahaman peraturan domestik dan hasil audit.

*OECD mengedepankan pendekatan berbasis data dan substansi ekonomi. Pengujian atas kontribusi riil antar entitas menjadi dasar penetapan harga transfer yang wajar.

Aksiologi

*Indonesia menempatkan Transfer Pricing dalam kerangka perlindungan kedaulatan fiskal. Tujuannya adalah menjaga penerimaan pajak dan mencegah manipulasi keuntungan.

*OECD mendorong penerapan Transfer Pricing sebagai bagian dari tata kelola fiskal yang etis dan kooperatif. OECD memfasilitasi kerja sama lintas negara melalui program BEPS dan forum transparansi pajak.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

C. Pendekatan 5W + 1H terhadap Transfer Pricing

AspekPenjelasan

WhatTransfer Pricing adalah penetapan harga atas transaksi barang, jasa, pembiayaan, atau aset tak berwujud antar entitas dalam grup perusahaan multinasional.

Why: Transfer Pricing dilakukan untuk mengatur alokasi laba, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengelola beban pajak secara sah. Bagi negara, Transfer Pricing penting untuk mencegah penghindaran pajak dan menjaga basis pajak nasional.

Who: Pihak yang terlibat meliputi perusahaan multinasional, Direktorat Jenderal Pajak, auditor, konsultan pajak, regulator internasional seperti OECD, dan pengadilan pajak.

When: Transfer Pricing diterapkan setiap kali terjadi transaksi antar afiliasi. Selain itu, dokumentasi Transfer Pricing wajib disusun secara berkala dan diperiksa saat audit pajak berlangsung.

Where: Transfer Pricing relevan dalam konteks lintas negara, terutama jika yurisdiksi memiliki tarif pajak yang berbeda secara signifikan. Juga penting di negara dengan kebijakan pajak agresif atau sistem pengawasan ketat.

How: Transfer Pricing dilakukan melalui metode CUP, RPM, CPM, TNMM, PSM, disertai dokumentasi Transfer Pricing (Master File, Local File, CbCR). Regulasi di Indonesia merujuk pada PMK 213/2016 dan Pasal 18 UU PPh.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

D. Transfer Pricing dalam Perspektif Filsafat Aristotle

Logika

Logika Transfer Pricing mengharuskan penggunaan penalaran rasional dalam penetapan harga. Transfer Pricing yang logis harus dapat dibuktikan melalui data pembanding yang objektif. Pendekatan berbasis bukti (evidence-based) menjadi tulang punggung dokumentasi Transfer Pricing yang sah.

Dialektika

Dalam praktik, Transfer Pricing mengandung perdebatan antara dua pihak: otoritas pajak dan wajib pajak. Dialektika muncul ketika ada perbedaan interpretasi terhadap prinsip Arm's Length, atau ketika data pembanding tidak tersedia. Sengketa pajak, forum arbitrase internasional, dan Mutual Agreement Procedure (MAP) menjadi ruang dialog dialektis.

Retorika

Transfer Pricing juga bersifat retoris. Perusahaan menggunakan narasi tertentu dalam dokumentasinya untuk menunjukkan kepatuhan. Di sisi lain, otoritas pajak juga membentuk opini publik dengan menyebut praktik Transfer Pricing sebagai bentuk aggressive tax planning. Pemilihan kata dan framing dalam laporan memengaruhi hasil audit dan keputusan pengadilan.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

E. Kritik Filosofis terhadap Transfer Pricing

1. Hermeneutika Wilhelm Dilthey: Erklren vs Verstehen

Dilthey membedakan antara dua pendekatan ilmu: menjelaskan (Erklren) dan memahami (Verstehen). Transfer Pricing sebagai objek ekonomi dapat dijelaskan secara ilmiah dengan model kausalitas. Misalnya, penurunan laba di satu negara dapat dijelaskan karena pengalihan harga ke entitas lain.

Namun, pendekatan ini perlu dilengkapi dengan pemahaman (Verstehen) atas maksud di balik praktik Transfer Pricing. Mengapa perusahaan memilih mengalihkan laba? Apakah karena tekanan fiskal, persaingan global, atau kelemahan sistem perpajakan suatu negara? Pendekatan hermeneutika membantu melihat Transfer Pricing sebagai tindakan manusiawi yang bermakna, bukan sekadar objek data.

2. Etika Politik Hannah Arendt: Labor, Work, Action

a. Labor

Transfer Pricing yang eksploitatif memposisikan pekerja di negara berkembang sebagai alat produksi murah. Pajak yang semestinya menjadi jaminan layanan publik justru dialihkan. Hal ini menempatkan manusia dalam logika produksi tanpa ruang untuk kehidupan publik.

b. Work

Sebagai produk dari "kerja", Transfer Pricing seharusnya membangun struktur ekonomi yang adil. Namun, dalam praktiknya, Transfer Pricing sering digunakan untuk membangun struktur eksklusif yang menguntungkan korporasi dan menyingkirkan publik.

c. Action

Transfer Pricing terjadi dalam ruang tertutup. Tidak ada ruang publik untuk dialog atau pengawasan. Keputusan diambil oleh segelintir elite korporat tanpa akuntabilitas. Ini menciptakan bentuk tindakan ekonomi yang menolak politik dan tanggung jawab kolektif.

d. Privat vs Publik

Transfer Pricing memperluas kekuasaan ruang privat dan menghindari keterlibatan dalam ruang publik. Pajak, yang seharusnya menjadi bentuk solidaritas sosial, dikerdilkan menjadi beban yang harus dihindari. Ini adalah bentuk depolitisasi ekonomi dan pengingkaran atas kewargaan global.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

F. Transfer Pricing dalam Perspektif Sosiologis dan Post-strukturalis

1. Transfer Pricing sebagai Konstruksi Sosial: Kajian Berger dan Luckmann

Dalam bukunya The Social Construction of Reality, Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menyatakan bahwa realitas sosial dibentuk melalui proses institusionalisasi dan internalisasi. Dalam konteks Transfer Pricing, struktur harga dan dokumentasi yang dihasilkan perusahaan multinasional bukanlah sekadar pantulan realitas pasar, melainkan hasil dari proses konstruktif yang dipengaruhi oleh norma hukum, tekanan fiskal, budaya organisasi, dan relasi kuasa.

Transfer Pricing sebagai "konstruksi sosial" melibatkan permainan simbol dan legitimasi. Data pembanding yang digunakan (CUP, RPM, CPM, dsb.) disusun untuk menyatakan bahwa transaksi dilakukan pada harga wajar. Namun "kewajaran" itu sendiri bersifat lentur---bergantung pada konteks hukum dan strategi komunikasi perusahaan. Dengan demikian, Transfer Pricing tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga simbolik.

2. Post-strukturalisme dan Kuasa Bahasa dalam Transfer Pricing

Michel Foucault menyatakan bahwa pengetahuan dan kekuasaan saling berkelindan: siapa yang menguasai narasi, menguasai realitas. Dalam konteks ini, dokumentasi Transfer Pricing menjadi bentuk discourse yang mengatur pandangan dunia fiskal. OECD Guidelines, regulasi domestik, dan laporan keuangan menjadi teks yang membentuk dan membatasi makna.

Perusahaan multinasional menggunakan "bahasa kepatuhan" untuk menutupi motif pengalihan laba. Laporan Transfer Pricing menyatakan bahwa harga telah sesuai prinsip Arm's Length, namun di balik itu terdapat strategi perencanaan pajak agresif. Otoritas pajak, di sisi lain, juga menciptakan "narasi penindakan" yang menekankan pentingnya integritas fiskal.

Dengan pendekatan Foucauldian, Transfer Pricing dapat dilihat sebagai arena pertarungan discursive regime, di mana makna dan otoritas tidak tetap, tetapi dinegosiasikan dalam praktik audit, sengketa, dan opini publik.

3. Struktur dan Agensi dalam Praktik Transfer Pricing

Pierre Bourdieu mengusulkan konsep habitus, field, dan capital untuk menjelaskan tindakan manusia dalam struktur sosial. Transfer Pricing berlangsung dalam field ekonomi global yang diisi oleh pelaku-pelaku dengan berbagai bentuk capital: finansial, hukum, simbolik, dan budaya.

Perusahaan multinasional memiliki capital simbolik yang besar---merek global, pengaruh lobi, akses ke konsultan pajak elit---yang memungkinkan mereka memainkan aturan dalam field perpajakan. Namun, bukan berarti mereka bebas bertindak. Struktur hukum, tekanan publik, dan tata kelola global membentuk batas-batas dari habitus mereka.

Otoritas pajak di negara berkembang sering kekurangan capital epistemik, yaitu kemampuan teknis dan sumber daya manusia untuk mengimbangi strategi Transfer Pricing korporasi. Di sinilah ketimpangan global dalam pengetahuan dan kekuasaan menjadi nyata.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

G. Respons Global dan Keadilan Fiskal Internasional

1. Gerakan Anti-BEPS dan Koalisi Negara Berkembang

Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) adalah bentuk nyata dari ketidakadilan fiskal global. Negara-negara berkembang kehilangan miliaran dolar akibat praktik Transfer Pricing yang agresif. Menyadari hal ini, OECD dan G20 merancang proyek BEPS dengan 15 aksi utama untuk mendorong transparansi, konsistensi, dan akuntabilitas.

Namun, banyak kritik menyatakan bahwa proyek BEPS masih didominasi oleh kepentingan negara maju. Negara berkembang menuntut pendekatan yang lebih substantif, bukan hanya dokumentatif. Misalnya, UN Tax Committee mendorong pengakuan terhadap pendekatan formulary apportionment, yakni pembagian laba berdasarkan indikator riil seperti tenaga kerja, aset, dan penjualan---bukan semata-mata harga transaksi.

2. Corporate Accountability dan Tanggung Jawab Sosial Global

Dalam etika bisnis kontemporer, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi juga kepada masyarakat global. Transfer Pricing yang etis harus mempertimbangkan kontribusi nyata terhadap pembangunan negara tempat perusahaan beroperasi.

Model triple bottom line (profit, people, planet) menuntut agar strategi fiskal tidak mengorbankan keberlanjutan sosial dan lingkungan. Perusahaan yang menjalankan Transfer Pricing harus bersedia diaudit secara transparan, menyampaikan laporan ke publik, dan membayar pajak yang proporsional dengan kegiatan ekonomi nyata mereka.

Beberapa LSM global seperti Tax Justice Network dan Oxfam telah mengadvokasi pajak sebagai hak asasi warga negara. Pajak bukan hanya instrumen fiskal, tetapi hak atas keadilan distributif. Dalam konteks ini, Transfer Pricing menjadi indikator utama apakah perusahaan menghormati prinsip-prinsip keadilan global atau sekadar mengejar efisiensi finansial semata.

3. Pendekatan Interdisipliner untuk Reformasi Transfer Pricing

Untuk mengatasi kompleksitas Transfer Pricing, diperlukan sinergi antara bidang-bidang ilmu berikut:

*Ekonomi: untuk merancang indikator kewajaran dan simulasi dampak pengalihan laba.

*Hukum Internasional: untuk membangun kesepakatan antarnegara dan mencegah arbitrase regulasi.

*Filsafat dan Etika: untuk merumuskan nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab global.

*Teknologi Informasi: untuk mendorong pelaporan digital, data sharing, dan kecerdasan buatan dalam mendeteksi penyimpangan harga.

*Sosiologi Politik: untuk memahami relasi kuasa, dinamika lobi, dan peran opini publik dalam mendesak perubahan.

Pendidikan pajak global juga harus direformasi. Kurikulum perpajakan tidak boleh hanya menekankan aspek teknis, tetapi harus mengajarkan wawasan etis, politis, dan historis tentang Transfer Pricing sebagai wacana kekuasaan.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

Penutup

Transfer Pricing tidak lagi cukup dibahas dalam kerangka teknokratis semata. Ia adalah arena diskursif, sosial, dan filosofis yang menyingkap ketimpangan kuasa dalam tata ekonomi global. Dengan memahami Transfer Pricing sebagai fenomena ontologis, epistemologis, aksiologis, dan sosiologis, kita dapat mengembangkan pendekatan pajak yang lebih adil, etis, dan bertanggung jawab.

Transfer Pricing adalah cermin dari struktur dunia: antara negara kuat dan lemah, antara korporasi dan publik, antara kepentingan privat dan tanggung jawab kolektif. Oleh karena itu, pengaturannya tidak cukup dengan pasal dan metode, tetapi harus disertai dengan visi etik dan filosofi keberadaban global.

Daftar Pustaka

*Arendt, H. (1958). The Human Condition. University of Chicago Press.

*Aristotle. (1991). The Art of Rhetoric. Penguin Classics.

*Dilthey, W. (1989). Introduction to the Human Sciences. Princeton University Press.

*Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

*Ghosh, S. (2017). Transfer Pricing and Corporate Taxation. Kluwer Law International.

*Heidegger, M. (1962). Being and Time. Harper & Row.

*OECD. (2017). OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations. OECD Publishing.

*Pohan, C. A. (2014). Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Raja Grafindo Persada.

*Rachmadi, D. (2020). Transfer Pricing dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum Pajak Internasional. Penerbit Salemba Empat.

*Sugeng, B. (2022). Strategi Transfer Pricing dan Implementasi Anti-BEPS. Mitra Wacana Media.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun