Mohon tunggu...
Sera Wibisono
Sera Wibisono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bangunan Bersejarah, Dipuja Tapi Diam-diam Disingkirkan

17 Desember 2018   23:18 Diperbarui: 17 Desember 2018   23:52 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila kita menyebut kata Yogyakarta, maka yang muncul di benak kita kemungkinan adalah bahwa Yogyakarta sangat kental dengan kebudayaannya. Ya, Yogyakarta memang tidak disebut sebagai Daerah Istimewa tanpa alasan kosong belaka.

Yogyakarta memliki beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik), maupun budaya yang intangible (non fisik). Salah satu potensi budaya yang tangible adalah cagar budaya. Di Yogyakarta, terdapat tidak kurang dari 515 bangunan cagar budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Salah satu cagar budaya yang ikonik di Yogyakarta tentu saja adalah Kraton yang merupakan institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya.

Namun, bisakah cagar budaya di Yogyakarta tetap tegak berdiri di tengah arus modernisasi?

Pada dua dekade akhir abad 20 dan memasuki millenium ke-3 wacana pembangunan wilayah di Indonesia ditandai dengan membesarnya fenomena metropolitanisasi. Tentu saja Yogyakarta termasuk dalam fenomena ini. Modernisasi memang bukan sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Tidak sejalan dengan kondisi jumlah cagar budaya yang cenderung stagnan, jumlah hotel di Yogyakarta terus meningkat bahkan mencapai kondisi oversuplai. Pada tahun 2015, jumlah hotel di Jogja telah mencapai jumlah 1.160 unit. Jumlah ini, menurut Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dianggap sudah melebihi kapasitas. Mereka bahkan meminta pemerintah membuat kebijakan baru terkait hotel.

Pemerintah memang berusaha untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah di Yogyakarta. Pada tahun 2009 ditetapkan 210 bangunan warisan budaya (BWB) berpotensi ditetapkan sebagai cagar budaya. Meskipun begitu, prosesnya tidak semulus dugaan. Hingga pada tahun 2016, proses pengkaian terhadap BWB yang dimaksud masih terkendala sertifikat bukti Tim Ahli Cagar Budaya yang belum turun.

Kasus-kasus hilangnya 'rumah cantik' di Menteng, Jakarta ditakutkan akan terjadi di Yogyakarta. Banyak rumah-rumah cantik di kawasan Menteng yang sebagian besar merupakan peninggalan kolonial Belanda banyak dipugar tanpa izin dari Tim Ahli Cagar Budaya.

Modusnya, pemodal akan membeli rumah cantik yang pemiliknya sudah tidak sanggup membayar pajak sebesar 16 juta per tahun. Setelah Belanda hengkang dari bumi pertiwi, terdapat kebijakan yang memberikan surat izin penghuni (SIP) untuk rumah-rumah peninggalan bagi perseorangan sebagai bukti legalisasi kepemilikan rumah peninggalan Belanda. Banyak pemodal yang mengincar rumah-rumah seperti ini, untuk kemudian dipugar dan dibangun kembali menjadi rumah moderen.

Minimnya pengawasan dari pemerintah membuat hal seperti ini dapat terjadi. Tim Ahli Cagar Budaya sudah memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kusen kayu jendela yang sudah lapuk, namun pemodal sebagai pemilik rumah yang baru malah memanggil arsitek. Rekomendasi yang diberikan pun tak diindahkan. Lebih parahnya lagi, tak ada konsekuensi hukum karena telah memugar rumah-rumah cantik peninggalan Belanda tersebut.

Padahal, 'rumah cantik' termasuk dalam cagar budaya golongan C. Artinya, pemugaran yang dilakukan terhadap rumah-rumah tersebut harus mengikuti aspek yang diatur dalam Pasal 21 Perda 9/1999. Hukuman pada perusak cagar budaya apabila merujuk pada UU 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah pidana antara 3 bulan hingga 5 tahun penjara, atau tentar antara Rp400 juta hingga Rp1,5 miliar.

Kurangnya pengawasan lapangan dan personil dari Tim Ahli Cagar Budaya sendiri menjadi salah satu faktor. Sayangnya, Yogyakarta meningindikasikan kasus serupa. Perlu adanya perhatian pemerintah mengenai cagar budaya yang ada di Yogyakarta, terlebih karena Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan ikon budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun