Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Harmonika

1 Desember 2017   13:50 Diperbarui: 1 Desember 2017   14:02 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tunggu, sampai mana tadi? Ferdie membongkar ingatan terlebih dahulu. Oh, andai salju tidak hanya jatuh di Jepang bagian selatan seperti Sapporo. Maka, dia akan bermain salju bersama Celine.

Gadis itu menyukai London, selain Jepang. Negara di benua Eropa itu menyuguhkan banyak hal menarik, seperti: bangunan klasik, galeri seni, dan tempat wisata. Keinginannya untuk pergi ke sana bertambah setelah membaca novel karya Windry Ramadhina, London.

Maka, Ferdie ingin mewujudkan keinginan Celine dengan cara yang berbeda. Mereka tidak harus pergi ke sana untuk mendapatkan suasanya. Jepang---atau, lebih tepatnya Tokyo Daigaku (sebutan orang Jepang untuk Universitas Tokyo) bisa mewakili.

Todai memiliki bangunan klasik berwarna cokelat tua. Bentuknya memanjang, dengan sekat artifisial berjumlah tujuh, di mana pada bagian tengah dibuat menjulang tinggi, seperti menara. Tepat di tengah-tengah terdapat jam dinding putih raksasa. Tidak seklasik Big Ben, sayangnya. Sederhana saja. Lalu, taburan kaca yang disusun secara vertikal secara ajaib menciptakan ilusi optik jika memandangnya dari jauh. Universitas top ini tidak ubahnya Coloseum yang memiliki banyak pilar.

            Menarik sekali.

            Ferdie sudah keluar dari area kampus. Dia berjalan ke arah selatan, tempat apato-nya berada. Meski tidak terlihat seperti orang melamun, yang ada di pikiran hanya tentang bagaimana kegembiraan Celine saat akhirnya bisa menginjakkan kaki di Todai. Gadis itu pasti menyukai halamannya yang hijau, super luas, dan rindang. Pun jalan setapak bersemen di hadapan universitas. Itu adalah spot terbaik untuk mengambil foto.

            Ferdie memutar kenop pintu. Dia cekikikan lantaran teringat hobi berfoto Celine. Butuh berapa kali foto ya bagi gadis itu untuk merayakan keberhasilannya? Pikir Ferdie. Apalagi Todai tampak lebih menawan kalau dilihat secara langsung, bukan melalui internet.

            Sebagai penerima beasiswa, Ferdie membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan kalau tidak ada halangan harus ditaati agar waktu belajarnya tidak amburadul. Saat sore menjelang magrib seperti ini adalah hiburan. Menonton teve, membaca novel, menulis fiksi, apa saja. Namun, ternyata kali ini bukan itu semua. Chitanda, teman sekelas, baru saja mengirim pesan. Katanya dia mau bertemu di apato untuk mengembalikan buku dan berdiskusi soal materi kuliah yang disinyalir sebagai yang tersulit.

            Ngomong-ngomong Chitanda, karena kesamaan huruf depan, Ferdie jadi ingin menyapa Celine sebentar lewat video call. Sial, niat itu berakhir tanpa eksekusi setelah dia teringat kalau terakhir kali gadis itu memberi kabar, katanya sedang dirawat di rumah sakit lantaran terlalu capai dan membuat maag akut itu kambuh.

            Bukankah aku juga sedang puasa bermain media sosial, karena kesibukan research student yang luar biasa? Baiklah, biar Celine saja yang menghubungiku dulu. Aku tidak ingin mengganggunya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun