Mohon tunggu...
Hamzet
Hamzet Mohon Tunggu... Administrasi - Keterangan Profil harus diisi

Lelaki penadah ilmu, pemulung pengetahuan dan (semoga bisa) mengamalkan serta menebarkannya kembali. Kelahiran Kota Probolinggo yang dalam bahasa gaul lazim disebut "Prolink". Kota ini disebut juga Bayuangga (angin, anggur dan mangga).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Melur, Titik Balik Sekerat Hati

14 Februari 2012   16:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:39 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
imaeg source: friendship-dluxurious.blogspot.com

Nomor 63HAMZET dan EL FIETRY JAMILATUL INSAN |

[caption id="" align="alignleft" width="323" caption="imaeg source: friendship-dluxurious.blogspot.com"][/caption]

Dipta bergegas keluar dari kelasnya begitu bel istirahat menyalak serak tanda waktu istirahat. Ditujunya tempat duduk terbuat dari beton di depan kantin sekolah. Dua buah bangku panjang mengapit sebuah meja yang juga terbuat dari beton itu masih kosong. Feyra, Galih dan Melly, teman satu ganknya belum menampakkan diri. Di antara mereka berempat hanya Feyra dan Galih yang satu kelas. Namun meski begitu kekompakan mereka jangan ditanya. Kompak dan solidaritasnya tinggi. Tak heran mereka disegani di seantero sekolah. Harus berpikir beribu kali jika gank lain mau mengusik mereka. Termasuk untuk menempati meja-bangku beton di depan kantin selama mereka masih menjadi penghuni sah sekolah itu.

Udah lama Dip, nunggunya” sebuah suara menyapa dari belakang Dipta. Tampak Galih dan Feyra sudah berdiri senyam-senyum. Di tangan masing-masing tergenggang segelas es cendol.

“Yah… elo ngagetin aja. Eh, napa gue ga dibawain minum sekalian?” bukannya menjawab, Dipta malah protes.

“Emang gue pembantu loe, pake bawain minuman segala?” sahut Feyra sambil mengambil duduk bersebelahan dengan Galih.

“Kalo gitu biar gue pesan sendiri. Soft drink ama kentang goreng. Loe ga boleh ikutan nyomot. Inget ya, ga boleh ikutan nyomot!”

“Heh… tenang dulu, Sob. Kita emang ga bawain loe minuman, tapi udah gue pesenin. Termasuk buat Melly. Tar lagi juga mbak kantin datang” jelas Galih menahan pundak Dipta yang hendak beranjak.

Benar saja, semenit kemudian Mbak Inem, si mbak kantin datang membawa nampan berisi sekaleng sofdrink dan segelas jeruk hangat kesukaan Dipta dan Melly. Juga dua porsi kentang goreng dan kerupuk ikan.

“Naaaahhh… loe-loe emang sohib gue yang paling ngerti” senyum Dipta mengembang.

“Begitulah Dip. Tapi gue kan yang pesan tuh. Ntar giliran bayar, elo aja yah…” ujar Galih yang membuat sungging senyum manis di bibir Dipta berubah masam.

“Yeee… gitu aja manyun loe, Dip. Udah, udah… biar gue aja yang beresin” tiba-tiba Melly muncul dan bergabung dengan mereka. “Tapi loe semua bantuin gue yah. Gue mo ultah neh. Enaknya bikin acara gimana, yak? Pokonya jangan seperti taon kemaren”.

“Yes…! yes…! yes…! makan gratis lageeee.” Dipta berteriak girang jejingkrakan.

“Dasar perut karung loe, Dip. Lagian masih sebulanan lagi,” sergah Feyra melihat tingkah si tambun, kawannya, yang memang dikenal sebagai Carnivora, alias pemakan segala.

***

“Papaaa…! Mamaaaaaa…!” Melly berteriak menghambur keluar dari kamar Mamanya ke arah kedua orang tuanya yang sedang asyik menonton televisi. Tangannya memegang secarik kertas. “Jadi, selama ini Papa dan Mama menyembunyikan sesuatu dari Melly? Sebenarnya Melly hanya anak pungut? Jelasin Pa… Ma….!” tangis Melly pecah. Anak-anak sungai mengalir dari kedua sudut matanya.

Kedua orang tuanya kaget dan saling pandang. Setelah menghela napas sejenak, Sumarta, Papa Melly menjelaskan, “Mel… mungkin sekarang saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Benar, Melly bukan anak kandung Papa dan Mama, tapi bagaimana pun sudah Papa dan Mama anggap sebagai anak sendiri. “

Kerongkongan Melly tercekat. Ternyata orang yang selama ini membesarkannya bukan orang tuanya sendiri. Sama sekali Ia tidak menyangka bahwa dirinya bukan darah daging seorang pengusaha kaya. Ia sekadar anak yang dipungut di sebuah panti asuhan. Kedua orang tuanya tak jelas siapa.

“Sudahlah, selama ini kami tak pernah menganggap Melly sebagai anak pungut,” Mama Melly berusaha menenangkan Melly yang sesenggukan. Dibelainya Melly dengan penuh kasih sayang sebagaimana ia perlakukan selama ini.

Dipandanginya mata Mamanya yang juga sembab menahan air mata yang hendak tumpah. Sejenak kemudian direbahkan kepalanya ke dada Mamanya. Dipeluknya erat orang yang selama ini Melly panggil Mama.

Setelah itu, Pak Sumarta menjelaskan panjang lebar dari awal bagaimana akhirnya memutuskan mengangkat Melly sebagai anaknya. Termasuk mengganti nama Melur, nama yang diberikan oleh Panti Yatim Piatu tempat Melly dititipkan seseorang.

Malam merangkak semakin larut, tapi Melly tak dapat memejamkan mata. Teringat banyak hal di pikirannya. Bagaimana ia sering bersikap angkuh kepada kedua orang yang selama ini memeliharanya. Bagaimana ia sering memaksa meminta uang kemudian menghambur-hamburkannya bersama teman-temannya, berpesta. Betapa manjanya ia selama ini. Terakhir ia teringat dua minggu lalu, memaksa Papanya untuk merayakan ulang tahunnya sekaligus valentine’s day di puncak. Sebuah pesta kebun dengan menyewa sebuah villa. Tentu biayanya amat besar.

Hatinya menjerit tidak menerima kelakuannya sendiri. Perilakunya selama ini yang selalu memaksakan kehendak.

Menjelang pukul 3 pagi, matanya masih belum juga mampu ia pejamkan. Melly pun bangkit. Ditujunya kamar mandi, berwudlu’. Ia gelar sajadah yang telah sekian bulan tidak ia sentuh. Hening alam merasuki hati Melly. Membawanya terbang melanglang kekhusukan jiwa. Tumpah airmatanya di atas sajadah.

***

“Mel, gimana persiapan Ultah loe? Tiga hari lagi loh” tanya Galih siang itu saat mereka nongkrong di kantin sekolah seperti biasanya.

Mmmm.... sebenarnya gue mo ngomongin ini kemarin-kemarin. Gak jadi di puncak, Lih. Gue mutusin untuk ngerayain ultah di panti asuhan.” Ujar Melly mengagetkan ketiga sohibnya.

Whaaatttt....!!!! Apa loe bilang, Mel? Ngerayain ultah di panti asuhan? Jangan ngaco loesergah Dipta dengan mata melotot hampir copot.

“Iya, aku ingin berbagi dengan mereka. Loe bertiga kan sohib gue, harusnya kalian dukung apapun rencana gue” desak Melly dengan nada datar.

“Ah, rencana loe gak asik, Mel. Acara Ultah loe itu kan dimajuin hingga bertepatan dengan hari valentine, sesuai usulan kami.Harusnya loe bikin pesta dansa buat kita-kita sesuai momentum Hari Kasih Sayang. Lah... ini, malah mau bikin acara di panti asuhan, gak seru loe!. Mo jadi apa loe, sok-sok peduli ama mereka. Gue ingetin ya, merhatiin penghuni panti itu tugas negara. Konstitusi kita Pasal 34 ayat (1) dah nyebutin: “Fakir miskin dan anak­anak terlantar dipelihara oleh negaracerocos Feyra sengit penuh kekecewaan.

“Ya sudah, terserah apa kata kalian. Tapi gue mantap dengan rencana ini, mama papaku juga udah setuju. Kuharap kalian bisa datang ke pestaku nanti.” Melly berlalu meninggalkan ketiga sahabatnya yang terbengong-bengong dengan sikapnya.

“Jangan harap kami datang...!!! kami akan bikin acara sendiri. Ajojing di puncak...!!!”  teriak Galih sebelum tubuh Melly lenyap masuk ke gang kecil antarkelas.

“Kok Melly jadi aneh gitu sih?” gumam Galih.

Serempak Feyra dan Dipta saling pandang dan mengangkat bahu.

***

Aula Panti Asuhan Sekar Bangsa sudah disesaki puluhan anak-anak penghuninya. Para pengurus panti dibantu beberapa penghuni panti dewasa sibuk mengatur duduk anak-anak di atas hamparan karpet aula. Beberapa hilir mudik menyiapkan kipas angin dan sound system. Tidak ada hiasan warna-warni di ruangan itu sebagaimana lazimnya sebuah pesta ulang tahun. Panggung pun tak ada. Di bagian depan hanya ada sebuah meja kecil dan dua buah salon audio sebesar pesawat TV 14 inchi.

Beberapa menit setelah kue tart diletakkan di atas meja, seorang pembawa acara mengumumkan agar anak-anak tenang karena acara akan dimulai. Tak berapa lama berselang, Melly berjalan beriringan diapit Papa dan Mamanya memasuki aula. Mereka duduk di deretan depan dekat meja didampingi ketua panti.

Tanpa kata sambutan dari pengurus panti dan Papa Melly, pembawa acara mempersilakan Melly untuk berdiri dan memberikan sepatah dua patah kata. Mendapat instruksi seperti itu, Melly bengong. Ia bangkit berdiri setelah papanya menganggukkan kepala. Ia nampak bingung dan gugup memegang mikrophone. Tak tahu harus berbicara apa. Beberapa kali Melly mengambil napas, sebelum akhirnya memberanikan diri berbicara.

“Assalamu’alikum Warohmatullahi wabarokatuh... salam sejahtera bagi kita semua... Saya, Melly Kusuma, hari ini bertepatan dengan hari kasih sayang mengadakan acara ulang tahun. Sebenarnya, hari lahir saya masih lima hari lagi. Saya adakan di sini, bersama adik-adik semua, untuk berbagi kasih sayang. Asal tahu, saya juga dulunya.... sama dengan adik-adik, sama-sama.... menghuni panti ini” suara Melly terputus. Sejenak aula panti dikepung kesenyapan.

“Saya berharap, cara saya mensyukuri hari kelahiran saya ini bisa menebus dosa-dosa yang selama ini saya lakukan kepada papa dan mama saya. Pa... Ma... maafkan Melly...” Melly terisak.... dan tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya.

Papa dan Mama bangkit mengapit Melly. Bergantian keduanya mengecup kening Melly.

“Baiklah... kita lanjutkan. Yuk bersama-sama kita nyanyikan lagu Happy Birthday” ucap Papa Melly, melalui mikrophone bermaksud menyudahi tangis Melly.

Ruangan pun bergemuruh. Secara serempak seisi ruangan menyanyikan lagu Happy Birthday To You. Melly pun meniup dua buah lilin yang masing-masing berangka 1 dan 8, diringi riuh tepuk tangan.

Roda waktu terus berjalan menggilas hari

Masa tiada henti merentang sejarah

Nestapa dan bahagia silih berganti

Datang dan pergi mewarnai hidup

Sahabat.........

Waktu jua menempamu menjadi dewasa

Beberapa bait sajak sederhana menyeruak dari pelantang suara. Melly penasaran, siapa gerangan. Melly terkesiap, hatinya terlonjak saat pandangannya tertumbuk pada tiga sosok sahabatnya di pintu aula.

“Feyra... Dipta... Galih...” teriaknya dengan setengah berlari menghambur ke arah ketiga sahabatnya.

|  selesai  |

Nikmati sajian manis dari peserta lain event Kolaborasi Cinta Valentine [KCV] di bilik ini: http://www.kompasiana.com/androgini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun