Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu...

Menulis apa adanya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekilas tentang Saeyyang Pattuqduq (Kuda Menari) di Tanah Mandar

19 April 2011   16:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1303230794164140744
1303230794164140744
13032309541608117876
13032309541608117876
13032310612027632230
13032310612027632230

Dari sekian banyak perwujudan kearifan budaya yang lahir dari cipta, rasa dan karsa leluhur Mandar adalah Saeyyang Pattuqduq (kuda menari) yang berkembang di Kerajaan Balanipa, salah satu dari 14 kerajaan menjadi sala satu produk budaya yang masih setia dilakoni masyarakat Mandar sekarang ini. Diduga tradisi saeyyang pattuqduq mulai berkembang sejak jaman Daetta menjadi raja di Kerajaan Balanipa Mandar sekitar abad ke 14, dan ada pendapat lain yang menyatakan pada abad ke 16.

Sebelum membahas lebih jauh tentang Saeyyang Pattuqduq, terlebih dahulu akan dijelaskan apa itu Mandar. Secara sederhana Mandar dapat dikatakan sebagai persekutuan (konfederasi) 14 kerajaan yang pernah ada di kawasan barat Sulawesi (tanah Mandar). Tujuh kerajaan di wilayah pantai yang lebih dikenal dengan sebutan Pitu Baqbana Binanga (tujuh muara sungai) dan tujuh kerajaan di wilayah pegunungan yang lebih dikenal dengan nama Pitu Ulunna Salu (tujuh hulu sungai).

Oleh para leluhur 14 kerajaan itu bersepakat menetapkan Kerajaan Balanipa sebagai ama (bapak), dan Kerajaan Sendana sebagai indo (ibu), sementara dua belas kerajaan lainnya sebagai anak. Dalam posisinya sebagai ama, manakala terjadi sengketa eksternal maupun internal yang terjadi dan tidak bisa diselesaikan, terlebih dahulu akan dihadapkan ke Sendana (indo). Manakala tak sempat selesai di tangan Sendana (indo/ibu), maka masalah akan diteruskan ke Balanipa (ama/bapak). Setelah di tangan Balanipa masalah pasti selesai, dan pasti diterima secara lapang dada oleh para pihak (anak) yang bersengketa.

Tradisi Saeyyang Pattuqduq (kuda menari), hanya bertumbuh dan berkembang pesat di Balanipa. Namun demikian tidak berarti bahwa pada sejumlah kerajaan lain tradisi ini tidak diselenggarakan. Misalnya di Kabupaten Majene, terdapat satu kampong yang bernama Salabose dimana masyarakatnya setia menjalankan tradisi saeyyang pattuqduq saat momentum peringatan mauled nabi.

Pengertian Saeyyang Pattuqduq

Saeyyang Pattuqduq (kuda menari), ini mulai berkembang di Balanipa sejak jaman Daetta (Raja ke 4) berkuasa abad 14 ada juga yang menyebut abad 16. Daetta adalah raja Balanipa yang pertama-tama memeluk Islam.

Secara etimologis saeyyang pattuqduq berarti kuda yang menari-nari mengikuti rampak tetabuhan rebana. Saat parrawana (pemain/penabuh) memainkan tetabuhan rebananya maka kuda akan ikut bermain (mengangkat dan menundukkan) kepala, disertai hentakkkan kaki kiri dan kanan silih berganti, yang membuat kuda bergerak seperti menari.

Momentum penyelenggaraan Saeyyang Pattuqduq terkait erat dengan pelaksanaan khataman Qur’an (tamat mengaji). Bila seseorang anak (laki-laki atau perempuan) telah selesai/menamatkan bacaan Qur’annya, artinya ia sudah bisa membaca dan menulis aksara Qur’an maka ia dipandang sudah pantas untuk diikutkan acara khataman dalam sebuah acara Mappatammaq.

Acara mappatammaq ini biasanya akan melibatkan sejumlah antara lain sebagai berikut : 1) ada satu atau lebih orang (biasanya anak-anak) laki-laki atau perempuan yang akan ditamatkan karena ia/meraka sudah dapat membaca Al Quran dengan lancar, 2) ada semacam panitia, 3) ada tim satu atau lebih parrawana (penabuh rebana), 4) ada saeyyang pattuqduq, 5) ada tersedia pesarung (pendamping/pengaman), 6) ada tersedia pesaweang (yaitu seorang perempuan tengah baya atau agak tua umurnya) untuk mendampingi orang/anak yang telah khatam bacaan Qurannya (messawe), 7) ada pakkalindaqdaq (orang yang mengumandangkan pantun/syair Mandar pada saat arak-arakan messawe diadakan.Pakkalindaqdaq ini biasanya ada yang memang disiapkan oleh panitia atau orang tua anak, bisa pula berasal dari masyarakat umum yang secara spontan dan sukarela tampil menghadiahi anak yang telah tamat bacaan Qurannya satu dua bait syair kalindaqdaq sebagai apresiasi positif mereka terhadap anak yang rajin belajar, 8) ada tersedia makan adat yang tersimpan dalam bukkaweng, wadah yang terbuat dari bambu yang diisi dengan 40 buah kue khas Mandar. Bukkaweng ini akan diberikan kepada guru mengaji yang mengajari anak bacaan Quran serta buat para hadirin yang turut serta menyaksikan acara mappatammaq.

Puncak dari prosesi khataman, anak dimaksud akan diarak keliling kampung dengan menunggangi saeyyang pattuqduq. Anak yang khatam Qur’an (todzisaweang) duduk dibelakang Pesaweang (perempuan yang berumur tengah baya). Kostum yang diekanakan adalah pakaian haji (sejenis pakaian Arab) bagi anak yang khatam Quran dan pakaian adat Mandar bagi yang pesaweang.

Sepanjang perjalanan arak-arakan keliling kampung tim parrawana akan menabuh rebananya sepanjang jalan, sementara seniman kalindaqdaq akan silih berganti tampil mengumandangkan syair-syair yang berisi nasehat atau puji-pujian yang kadang berbumbu hal-hal jenaka yang membuat orang-orang mendengarnya merasa senang dan tertawa di sepanjang jalan yang dilewati.

Penyelenggaran acara mappatammaq dan arak-arakan saeyyang pattuqduq ini biasanya bertepatan dengan acara peringatan maulid Nabi Mauhammad SAW.Kegiatan telah menjadi agenda tahunan di beberapa tempat di Balanipa (Kelurahan Tinambung, Desa Pambusuang, Desa Galung Tulu, dan Desa Karama/manjopai Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar, dan di Kampung Alawose Kabupaten Majene).

Peran dan Fungsi Saeyyang Pattuqduq di Balanipa Mandar

Penyelenggaraan tradisi saeyyang pattuqduq bagi orang Mandar lebih merupakan apresiasi positif masyarakat dalam hal ini orang tua anak yang telah khatam bacaan Qurannya. Kehadirannya lebih merupakan motivasi bahwa ketika anak tamat mengaji (sudah lancar membaca Al Quran dengan baik dan benar) maka kelak iak akan diarak keliling kampung dengan mengendarai kuda yang pintar menari (saeyyang pattuqduq). Ditilik dari kaidah pendidikan, keberadaan saeyyang pattuqduq ini merupakan hadiah (reward) bagi anak yang telah menyelesaikan pendidikan, khususnya dalam hal pendidikan keagamaan. Sebab pada saat anak diserahkan ke guru mengajinya, maka kelak ia akan dididik bukan hanya tata cara membaca Al Quran dengan baik dan benar, anak juga akan diajarkan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang baik.

Dengan janji akan diarak berkeliling dengan menunggangi saeyyang pattuqduq anak-anak kelak akan rajin mengikuti pembelajaran di tempat mengajinya (TPA dan sejenisnya).

Peran dan Fungsi Saeyyang Pattuqduq Masa Kini

Seiring dengan perkembangan jaman, peran dan fungsi saeyyang patuuqduq juga mengalami perkembangan. Saeyyang pattuqduq tidak diperuntukkan bagi anak-anak yang sudah khatam Quran, bahkan lebih dari itu peran dan fungsinya bergeser. Tradisi ini juga sering diselenggarakan manakala ada tokoh (pejabat publik, elit politik) saat datang di tanah Balanipa Mandar, mereka di jemput dan diarak dengan saeyyang pattuqduq. Bahkan sudah menjadi agenda tahunan penyelenggaraan festival saeyyang pattuqduq bagi ibu-ibu pejabat di sejumlah tempat di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Propinsi Sulawesi Barat.

Dampak positif dari kegiatan festival ini adalah bahwa para pemilik kuda yang pintar menari ini mendapatkan penghasilan tambahan, karena kuda pintar mereka dipersewakan dengan tarif yang lebih dari biasanya. Pada momentum ini biasanya melibatkan sekitar 20 sampai 50 kuda pattuqduq.

Memang duduk di atas saeyyang pattuqduq akan menakutkan dan melelahkan, tapi cukup menyenangkan bagi mereka yang baru pertama kali merasakannya (tidak terbiasa). Oleh karenanya untuk menaiki punggung saeyyang pattuqduq,haruslah seseorang memiliki nyali yang besar, karena ia cukup menantang.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun