Hidup adalah bergerak menuju perkembembangan menyesuaikan kebutuhan dan lingkungan tempat tinggal serta lingkup lebih luas.
Karenanya harus memiliki cara dan strategi berjuang dalam persaingan yang sejatinya adalah melewan siri sendiri, sebuah keegoan dan harga diri yang ditinggikan sendiri nilainya, baik dengan ukuran kapasitas dan kapabilitas atau mengukur orang lain.
NILAI ADALAH MATERI
Era industrialisasi mengarahkan cara pandang umat manusia dengan nilai hidup yaitu materi seperti ; uang, emas atau logam mulia, mobil, properti, perusahaan dan lainnya.
Disadari saat ini finansial adalah ukuran yang mudah dalam memandang diri seseorang dan kepercayaan dirinya. Betapa banyak mati gaya karena kurang dana meski ada jabatan dan perawakan serta wajah yang oke, tapi kantong kering.
Wajah-wajah lelu dan tertunduk atau pandangan kosong karena tidak memiliki modal untuk ngopi atau bersosialita, ataunimbrung dalam komunitas yang mengikatnya.
Tidak ada uang abang ditentang, ada uang abang disayang. Terus melakukam evolusi seiring dengan zaman dan hadirnya generasi-generasi baru. Semuanya butuh duit untuk bisa berselancar dan masuk ruang-ruqng borju. Seperti air dan minyak tak bisa disatukan walau dalam satu gelas. Beruang dan berutang jelas bedanya.
MENJUAL DIRI
Pola pemasaran yang berbasis teknologi adalah mengembangkan banyak pelanggalan dari satu terus menyebar dan memprovokasi pembeli lain. Maka haruslah pandai memasarkan diri agar kerjanya memiliki nilai ekonomi.
Maka upaya kreatif harus dilakukan. Mampu mengjadirkan sesuatu yang baru atau memodifikasi agar layak jual dan pasar menerimanya sebagai kejutan dan hal baru.
Dulu untuk bisa melihat badut atau boneka atau robot adanya di arena sirkus atau pertunjukan sulap atau wahana permainan dan hiburanÂ
Secara simultan robot, badut dan sejenisnya kini telah keluar kandang meninggalkan arena. Merasa mendekat lebih dkat bahkan tanpa batas dwngan penonton. Â Panggung yang digunakan adalah memanfaatkan.rung keramaianÂ
 Seperti pasar, tempat bermain anak-anak, lampu merah bahkan di jalanan dari rumah ke rumah. Harapannya semakin banyak yang terhibur dan imbalan upaha tanpa harus antri membeli tiket, tidak perlu nerdesakan-desakan.
Pun bagi mereka pemerannya tidak perlu modal lebih banyak karena tampil hanya seorang diri dan tidak perlu ada bagi hasil mungkin hanya menyediakan uang keamanan atau pemilik lahan. Murah meriqh untung selangit.
HARGA DIRI
Sebagai penghibur oke lah sepakat karena jasa dan mendapat imbalan. Namun apakah betul mereka meniatkan diri untuk menghibur. Artinya kehadiran mereka di tempat umum, tempat keramaian, bahkan tempat terlarang ? Mengapa mereka tidak menyelenggarakan hiburan murni, tanpa ada kedok atau tameng sebagai pegiat seni dan sejenisnya.
Di pinggir jalan, di perempatan, seperti jaman dulu pasukan pengemis, peminta-minta dengan gaya melas untuk dikasiani. Kini berubah bentuk lebih mengarah kepada ekplorasi hasil Karya seni dengan ragam kostum dan jenis tampilan serta  tampang wajah.
Jumlah mereka tidak lagi terhitung, di seluruh kota ada, bahkan di desa-desa sudah begitu mudah didapati.Â
Bila kostum mereka untuk meminta minta dan menyembunyikam jati diri, apakah masih layak mereka disebut penghibur, pekerja seni di jalanan. Tentu dalam kategori ini mereka berani mempertarubkan harga diri dan bahkan tidak pesuli beraga orang lain menghargainya.Â
APRESIASI ATAU KASIA
Tidak sedikit anak kecil merasa senang melihat mereka, anak-anak senang bisa melihat lebih dekat yang  para idola yang selama ini hanya disaksikan dari monitor televisi atau amdroit dan lainnya.
Kehadiran para penghibir ada yang membuat anak menghentikan tangisnya, bahkan ada orang tua yang bersikeras membuat anak atau cucunya perhatian.Â
Di sudut oandang yang lain, dalam kacamata sosial ada yang beranggapan mereka tidak perlu dikasih uang. Kata yang terlontar adalah -kasihan-i. Berarti ada emosi yang menyedot dan memebri label mereka sebagai peminta-minta.
Harapannya mereka bisa bertahan hidup dan bisa menjalani hidup lebih sejahtera tanpa harus bersembunyi dalam robot, boneka atau memakai topeng, tanpa harus menjual harga dirinya.
Bila menghendaki memberi mereka hanya ada satu pilihan, mengaoresiasi atau mengasiani. Namun bila sama sekali tidak memberi cukup diam tanpa bersumpah serapah atasnya.