Dulu untuk bisa melihat badut atau boneka atau robot adanya di arena sirkus atau pertunjukan sulap atau wahana permainan dan hiburanÂ
Secara simultan robot, badut dan sejenisnya kini telah keluar kandang meninggalkan arena. Merasa mendekat lebih dkat bahkan tanpa batas dwngan penonton. Â Panggung yang digunakan adalah memanfaatkan.rung keramaianÂ
 Seperti pasar, tempat bermain anak-anak, lampu merah bahkan di jalanan dari rumah ke rumah. Harapannya semakin banyak yang terhibur dan imbalan upaha tanpa harus antri membeli tiket, tidak perlu nerdesakan-desakan.
Pun bagi mereka pemerannya tidak perlu modal lebih banyak karena tampil hanya seorang diri dan tidak perlu ada bagi hasil mungkin hanya menyediakan uang keamanan atau pemilik lahan. Murah meriqh untung selangit.
HARGA DIRI
Sebagai penghibur oke lah sepakat karena jasa dan mendapat imbalan. Namun apakah betul mereka meniatkan diri untuk menghibur. Artinya kehadiran mereka di tempat umum, tempat keramaian, bahkan tempat terlarang ? Mengapa mereka tidak menyelenggarakan hiburan murni, tanpa ada kedok atau tameng sebagai pegiat seni dan sejenisnya.
Di pinggir jalan, di perempatan, seperti jaman dulu pasukan pengemis, peminta-minta dengan gaya melas untuk dikasiani. Kini berubah bentuk lebih mengarah kepada ekplorasi hasil Karya seni dengan ragam kostum dan jenis tampilan serta  tampang wajah.
Jumlah mereka tidak lagi terhitung, di seluruh kota ada, bahkan di desa-desa sudah begitu mudah didapati.Â
Bila kostum mereka untuk meminta minta dan menyembunyikam jati diri, apakah masih layak mereka disebut penghibur, pekerja seni di jalanan. Tentu dalam kategori ini mereka berani mempertarubkan harga diri dan bahkan tidak pesuli beraga orang lain menghargainya.Â
APRESIASI ATAU KASIA
Tidak sedikit anak kecil merasa senang melihat mereka, anak-anak senang bisa melihat lebih dekat yang  para idola yang selama ini hanya disaksikan dari monitor televisi atau amdroit dan lainnya.