Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Solusi "Getok Harga" Malioboro

29 Mei 2021   11:18 Diperbarui: 29 Mei 2021   11:35 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Malioboro via yogyes.com

Menyikapi berita yang sedang viral beberapa hari terakhir di jagad media sosial tentang harga makanan yang mahal di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta, kita perlu mencari tahu dulu fakta-fakta yang ada di lapangan agar memperoleh informasi yang utuh dan valid. Saya akan coba meringkas hal-hal yang terkait dengan berita tersebut

  • Akun tiktok @aulroket pada tanggal 26/5/2021 mengunggah video yang pada intinya isinya seorang wisatawan mengeluhkan harga pecel lele di Kawasan Malioboro yang terbilang mahal. Perinciannya pecel lele  20 ribu, nasi putih 7 ribu dan lalapan 10 ribu. Video tersebut pada akhirnya tersebar dan viral.
  • Ketua Paguyuban Pedagang (PKL?) Malioboro, Sukidi mengatakan bahwa kejadian tersebut tidak terjadi di kawasan Malioboro melainkan terjadi di sirip-sirip jalan di Malioboro tepatnya di Jalan Perwakilan sehingga, ia menganggap bahwa keluhan wisatawan tersebut tidak tepat sasaran. Menurut survey dari Paguyuban, rata-rata harga pecel lele di Malioboro adalah 15-18 ribu.
  • Banyak netizen yang kemudian mengungkap hal sebagaimana yang dialami wisatawan tersebut di atas yang pada prinsipnya mengamini apa yang dikeluhkan dan bahkan banyak yang mengungkap pengalaman serupa yang pada intinya, pernah merasa membayar terlalu mahal untuk porsi makan di daerah Malioboro

  • Saya secara pribadi, sudah cukup akrab dengan kawasan Malioboro dan saya selaku 'wisatawan' juga menganggap harga yang ditawarkan di sekitar Malioboro memang lebih tinggi dari standar harga tempat lain. Menurut saya hal ini masih terbilang wajar, selama harga yang tercantum pada daftar harga sama dengan tagihan. Jika ternyata harga bayarnya lebih tinggi dengan harga pada daftar harga tanpa kesepakatan sebelumnya, dengan alasan apapun saya tidak setuju.

  • Alih-alih mencari makan di sepanjang kawasan Malioboro, saya justru lebih memilih makan di warung Angkringan, memesan makanan dengan aplikasi online, atau ke restoran cepat saji sekalian yang ada di Mall Malioboro karena kualitas rasa dan kebersihan, serta standar harganya lebih terjamin.

  • Saya menganggap ada beberapa permasalahan dalam kasus ini :
  • 'Sebagian' Pedagang menganggap bahwa tempat makan di Kawasan Malioboro adalah pedagang khusus yang 'boleh' memberikan harga lebih tinggi dari harga pasaran. Menurut saya masih wajar.
  • 'Sebagian' pedagang menganggap tidak apa apa sesekali 'menuthuk' harga kepada pembeli dengan alasan-alasan tertentu seperti : "kebetulan ikannya adanya yang besar, atau kebetulan ayam potong habis tinggal ayam kampung" tanpa persetujuan pembeli yang pada akhirnya pembeli terpaksa membayar lebih tinggi dari ekspektasinya.
  • Sebagian besar pembeli berasal dari luar okota yang kurang paham seluk beluk perdagangan makanan di sekitar Malioboro. Dan sebagian pedagang menganggap jika pembelinya dari luar kota yang pada akhirnya merasa membayar kemahalan, maka si pedagang tidak akan bertemu lagi dengan pembeli tersebut.
  • Sebagian besar pembeli untuk saat ini, masih merasa malu atau canggung ketika harus menanyakan harga makanan sebelum membeli.
  • Untuk itu, saya pribadi menganggap harus ada terobosan-terobosan khusus yang bisa dilakukan oleh instansi terkait untuk mengatasi masalah ini diantaranya
  • Membuat kerjasama antara Dinas Pariwisata, Dinas Kominfo, dan Dinas yang membidangi UMKM / Pedagang.
  • Dinas UMKM meregister ulang seluruh pedagang yang beraktivitas di sekitar Kawasan Malioboro dan memperbarui data pada Paguyuban Pedagang.
  • Dinas Kominfo membuat aplikasi khusus sebagai wadah sistem aplikasi paguyuban pedagang tersebut.
  • Setiap pedagang yang telah teregister diberikan stiker khusus yang bisa ia tempel di lapaknya yang pada prinsipnya mengkonfirmasi bahwa ia adalah pedagang resmi yang terdaftar di Paguyuban.
  • Setiap pedagang meregister sendiri menu yang  ia jual dan juga harganya, syukur syukur dilengkapi dengan foto menu, lengkap dengan harganya dan kemudian ia upload di sistem tadi.
  • Setiap pedagang diberikan sebuah sticker barcode / QR yang bisa ia tempel di sekitar lapaknya.
  • Calon pembeli / wisatawan dapat mendownload aplikasi khusus tadi dan bisa  men-scan QR yang ada di lapak-lapak. Hasil dari Scan QR tersebut berisi informasi tentang penanggungjawab lapak/pemilik lapak, menu yang ia jual, harga menu, dan juga hasil penilaian dari pembeli lain yang sudah lebih dulu (seperti rating aplikasi / tempat pada google map). Pembeli pun jadi tidak canggung tidak usah tanya harga menu, cukup scan QR dan jika ia cocok tinggal masuk, tidak cocok tinggal cari lainnya.
  • Pembeli yang telah selesai makan dan transaksi, bisa memberikan rating di aplikasi atas pelayanan dan pengalaman di lapak tersebut. Jika pembeli ingin menyampaikan kritik/saran, maka diberikan ruang khusus untuk mereport di aplikasi tentunya disertai bukti foto / bukti video agar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Pada akhirnya pedagang (diharapkan) akan bersaing secara sehat untuk menarik calon pembeli dengan mengutamakan kualitas menu, harga yang bersaing, serta pelayanan yang baik.
  • Instansi terkait/Paguyuban membuat spanduk/himbauan yang pada intinya menghimbau wisatawan untuk membeli kuliner di warung-warung yang bertanda/bersticker khusus yang sudah terdaftar secara resmi

Demikian kiranya ulasan saya atas peristiwa di atas, dan bila ternyata solusi ini pernah diusulkan atau pernah dilaksanakan, maka saya mendukung agar bisa dilaksanakan secara utuh. Dan  bila ada koreksi / masukan atas usulan saya ini silakan sharing di kolom komentar, ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun