Mohon tunggu...
Hamidah Hanifatuzzahro
Hamidah Hanifatuzzahro Mohon Tunggu... Mahasiswi

hobi saya berolahraga, kadang suka mengedit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kontroversi Zat Pengental Carboxymethyl Cellulosa (CMC) Dalam Makanan: Kualitas Produk vs. Kesehatan Konsumen?

12 Juni 2025   14:02 Diperbarui: 12 Juni 2025   14:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.cnadditives.com/uploads/31598/page/cmc-carboxymethyl-cellulose-e466-as-thickenerf1975.jpg

Apakah penggunaan zat pengental seperti Carboxymethyl Cellulosa (CMC) dalam makanan lebih mengutamakan peningkatan kualitas produk atau justru berisiko terhadap kesehatan konsumen? Pertanyaan ini mulai mencuat di saat pemahaman masyarakat meningkat tentang pentingnya pola makan sehat dan konsumsi makanan alami. Tetapi dalam industri pangan modern, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) telah menjadi hal yang umum digunakan guna untuk meningkatkan kualitas, tekstur, dan daya simpan. Penambahan Bahan Tambah Pangan (BTP) ke dalam suatu produk makanan dapat mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Namum di balik manfaat teknologinya, menimbulkan keresahan antara kepentingan industri yang digunakan untuk menjaga kualitas dan efisiensi produk dengan hak konsumen atas memperoleh makanan yang aman dan menyehatkan.  

Pada umumnya CMC dimanfaatkan sebagai pengental dalam produk pangan. Untuk memenuhi kebutuhan CMC yang tinggi, tingkat produksinya di Indonesia masioh tergolong rendah, menurut data dari Badan Pusat Statistikaa (2022). Pada tahun 2018 Indonesia mengimpor CMC sebesar 5.880.314 kg atau senilai dengan US$ 19.5 juta. Impornya kemudia naik sebesar 14,7 % pada tahun 2021 dan 17,4 % pada tahun 2022 . Zat pengental Carboxymethyl Cellulosa (CMC) adalah salah  satu produk turunan selulosa yang disintesis melalui proses eterifikasi. CMC adalah salah satu zat aditif pangan yang disintesis melalui proses eterifikasi dengan bahan baku selulosa yang memiliki sifat berwarna putih hingga kekuningan, tidak berasa, tidak berbaau, larut dalam air, dan higroskopis. Fungsi dari bahan pengental ini sangat luas antara lain sebagai pengawet, pencegah kerusakan warna dan aroma, penghambat oksidasi, penghasil warna gelap dan pengatur pH.

Carboxymethyl Cellulosae (CMC) merupakan bahan pengental yang sangat disukai oleh produsen makanan karena memiliki beragam fungsi penting dalam proses produksi. Bagi produsen makanan, CMC adalah solusi efisiensi dan ekonomis, CMC ini sangat penting di tengah tuntunan pasar untuk produk makanan praktis, enak dan tahan lama. Keunggulan CMC terletak pada stabilitasnya yang tinggi terhadap perubahan suhu dan pH, menjadikan lebih unggul di bandingkan pengental alami seprti gelatin dan pektin. Maka dari itu, CMC sering diaplikasikan dalam berbagai produk makanan olahan. Produk pangan yang biasa di tambah dengan zat pengental ini mulai dari es krim, CMC pada produk pangan es krim mencegah pembentukan kristal es, meningkatkan laju eskpansi, dan membuat es krim terasa lebih lembut. Pada produk saus, CMC pada saus untuk meenstabilkn emulsi dan mencegah pemisahan komponen, serta meningkatkan kekentalan saus. Sementara itu, dalam produksi roti, CMC pada roti untuk membantu meningkatkan kualitas roti dengan biaya yang lebih rendah, mengurangi kebutuhan lemak, dan memberikan tekstur yang lebih baik. Maka dari itu, penggunaan CMC dalaam berbagai produk pangan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan produk pangan olahan.

Walaupun dalam penggunaan zat pengental CMC ini memberikan dampak yang baik dalam pembuatan produk pangan dan industri pangan. Namun, ternyata pengental CMC ini memberikan efek bagi kesehatan jika di konsumsi secara terus-menerus. Penelitian telah menunjukkan bahwa CMC dapat mengubah mikrobiota usus, memicu peradangan asam urat, gangguan autoimun dan memicu obesitas. Perubahan komposisi mikrobiota yang di induksi dari CMC berperan dalam memicu peradangan asam urat tingkat rendah dan memicu karsinogenesis usus besar. Jika dari penelitian ini memang relevan terhadap manusis, maka penggunaan CMC dalam makanan sehari-hari patut di pertimbangkan ulang.

Disaat muncul nya pro kontra terkait tentang penggunaan zat pengental CMC (Carboxymethyl Cellulosa). Konsumen harus bijak dan kritis dalam memilih suatu produk pangan. Untuk mengontrol asupan bahan tambahan seprti CMC, konsumen harus lebih menyadari betapa pentingnya membaca label komposisi makanan. kampanye publik dan sistem pendidikan harus meningkatkan pengetahuan tentang bahan tambahan dalam makanan. kosnumen juga terdorong untuk mengurangi ketergantungan mereka pada olahan dan lebih banyak mengonsumsi makanan segar dan alami. Melakukan hal ini tidak hanya mengurangi paparan mereka terhadap zat aditif, tetapi juga akan membantu mereka menjalani gaya hidup yang lebih sehat secara keseluruhan. Sebaliknya, tuntunan pelanggan dapat mendorong produsen untuk menggunakan bahan tambahan yang alami dan ramah kesehatan.

Transparasi dan inovasi dalam industri makanan menjadi tuntunan yang tidak bisa dihindari, seperti yang ditunjukkan oleh permintaan pasar untuk produk dengan "clean label" atau bahan yang lebih alami. Untuk menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan industri dan perlindungan konsumen, digunakan sebuah inovasi. Pengembangan bahan pengganti CMC dari sumber alami seperti rumput laut (agar-agar atau karagenan), pati termodifikasi atau serta pangan dari buah dan sayuran bisa menjadi solusi. Meskipun mungkin lebih mahal atau teknisnya lebih kompleks, hal ini menunjukkan komitmen industri terhadap keamanan pangan jangka panjang.

Kontroversi penggunaan CMC (Carboxymethyl Cellulose) dalam makanan mencerminkan ketegangan klasik antara efisiensi produksi produk pangan dan perlindungan konsumen. Di satu sisi, CMC menawarkan berbagai manfaat fungsional bagi industri pangan, seperti memperbaiki tekstur, menjaga kestabilan emulsi, serta memperpanjangumur simpan produk tanpa mempengaruhi cita rasa secara signifikan. Penggunaan bahan ini memungkinkan produsen menghadirkan produk yang lebih menarik secara visual dan konsisten dalam kualitas. Namun, di sisi lain, kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesehatan terutama dalam konteks konsumsi jangan panjang tidak bisa di abaikan.

Dalam konteks ini, transparansi menjadi hal yang krusial. Konsumen berhak mengetahui apa saja yang terkandung dalam produk yang mereka konsumsi, termasuk bahan tambahan seperti CMC. Produsen dituntut untuk lebih terbuka dalam memberikan informasi pada label, tidak hanya mengandalkan status "aman" berdasarkan regulasi. Di saat yang sama, edukasi konsumen juga sangat penting. Masyarakat perlu dibekali pemahaaman yang cukup untuk bisa membaca label makanan dengan kritis dan membuat pilihan berdasarkan pengetahuan, bukan sekedar iklan atau kemasan yang menarik. Selain itu, produsen perlu mengembangkan alternatif yang lebih aman dan alami, seperti penggunaan serat pangan alami atau bahan pengental nabati yang tidak menimbulkan efek samping serupa.

Pada akhirnya, kesehatan masyarakat sepanjang proses produksi pangan harus menjadi prioritas utama. Regulasi harus diperkuat dan evaluasi keamanan bahan aditif harus dilakukan secara rutin, untuk memastikan barang yang beredar di pasaraan tidak hanyak memenuhi standar efisiensi dan estetika tetapi juga aman untuk dikonsumsi dalam jangka panjang. Karena makanan bukan hanya tentang rasa dan penampilan tetapi juga tentang bagaimana hal itu memengaruhi kualitas hidup manusia dan masa depan kesehatan mereka (konsumen).

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun