Persoalan corona sedang viral-viralnya. Jadi obrolan utama penduduk kampung Bletok tiap nongkrong di warkop. Begitu halnya Mukidi dan Kirun. Sampai berbusa mereka mengoceh tentangnya.
Mukidi dan Kirun dahulu adalah dua sahabat. Lantaran beda pilihan gambar kaos, akhirnya mendeklarasikan diri jadi musuh bebuyutan, meskipun itu hanya sandiwara di khalayak ramai.
Di hadapan Jumine duile, janda pemilik warkop, mereka beradu pandai tentang mengapa corona tidak sampai masuk ke kampung Bletok. Pengunjung warkop lainnya mendengar dengan pura-pura serius.
"Eh Kirun, kamu tahu kenapa corona gak berani masuk kampung Bletok?" Mukidi sengaja memancing Kirun.
"Ah, gampang jawabannya itu. Birokrasi kampung Bletok ribet bukan main. Corona jadi ogah masuk," Kirun enteng saja merespon pancingan Mukidi.
"Wah, pinter kamu run!" Mukidi senyum sendiri sambil menggebrak meja.
"Tapi run, sekarang sudah ada yang namanya Omnibus law. Birokrasi gak bakal ribet lagi. Dijamin!"
"Lha, corona jadi gampang masuk dong! Gawattt!!!"
Emosi kirun melompat bak katak.
Melihat hal itu, pengunjung warkop yang lain jadi ketakutan. Mereka bersegera pamit ke apotek di sebelah warkop. Harga masker sedang naik sepuluh kali lipat. Ludes juga. Koh ahong pemilik apotek kaya mendadak.
Belum puas ngopi, gerombolan manusia bermasker kembali duduk di hadapan cangkir yang masih setengah penuh. Kopi diseruput sedotan. Takut buka masker.