Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masihkah Indonesia Memerlukan Tenaga Kerja Asing?

15 September 2019   18:37 Diperbarui: 30 Juni 2020   09:00 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuah buruh demo soal upah murah dan tenaga kerja asing. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Hingga akhir tahun 2018 jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia menurut Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kementrian Ketenagakerjaan mencapai 95.335 pekerja. Sebagaimana disampaikan oleh Kementrian Ketenagakerjaan bahwa Selama ini masalah TKA selalu menjadi komoditas politik di Indonesia, terutama meningkatnya jumlah TKA dari Tiongkok yang mencapai 32 ribu pekerja. 

Alasannya adalah banyaknya TKA dari Negeri Tirai Bambu tersebut karena meningkatnya aliran dana asing dari negara tersebut yang membawa teknologi baru pada proyek yang dikerjakan di Indonesia. Sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari Tiongkok sebelum dilakukan alih teknologi tersebut. Lagi-lagi permasalahan sumber daya manusia yang menjadi alasan, minimnya sumber daya manusia di beberapa sektor membuka ruang bagi tenaga kerja asing untuk masuk di Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, kualitas SDM Indonesia berada pada peringkat 87 dari 157 negara dengan memperoleh skor sebesar 0,53. Arti dari skor 0,53 itu ialah bahwa setiap anak yang lahir di Indonesia hari ini memiliki 53 persen kesempatan untuk bisa bertumbuh, dengan catatan ia menyelesaikan pendidikannya dan memiliki akses penuh terhadap kesehatan. 

Sebagai perbandingan, Singapura yang menduduki peringkat pertama pada indeks memiliki skor 0,88. Bank Dunia menilai pemerintah Singapura telah menyadari pentingnya teknologi serta meningkatnya kebutuhan bagi para pekerja dengan keterampilan tinggi. Apabila dilihat dari skala Asia Tenggara, investasi sumber daya manusia di Indonesia rupanya masih kalah dari Singapura (0,88), Vietnam (0,67), Malaysia (0,62), Thailand (0,60), dan Filipina (0,55). 

Perbaikan kualitas SDM harus benar-benar menjadi prioritas, mengingat dengan masuknya era industry 4.0 yang menuntut mobilitas tenga kerja yang bebas lintas negara, karena bagaimanapun bahwa kita harus mengakui bahwa sumber daya manusia kita masih kalah dengan negara-negara tetangga. Sebut saja dari segi literasi dan juga produktifitas tenaga kerja. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University tentang literasi dengan mensurvei 61 negara, dan ternyata Indonesia berada di posisi hampir paling bawah yakni berada pada ranking 60.

Hal tersebut tentunya menunjukkan bagaimana kualitas SDM di Indonesia masih sangat membutuhkan perbaikan. Jika dalih pemerintah hanya karena persoalan sumber daya manusia, dan langkah yang diambil oleh pemerintah hanya terfokus terhadap bagaimana memberikan ruang akan masuknya tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai sektor yang ada di Indonesia, maka kapan wakunya pemerintah memikirkan pembangunan sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

Pasca Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 2019 Tentang Jabatan Tertentu yang dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing. Setidaknya ada 18 sektor yang boleh diduduki oleh tenaga kerja asing di Indonesia yang kemudian semakin membuka ruang bagi tenaga kerja asing untuk masuk ke Indonesia. 

Beberapa sektor yang perlu dicermati di dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia tersebut diantaranya adalah di sektor pendidikan, konstruksi, aktivitas keuangan dan asuransi, pertanian, kehutanan dan perikanan serta beberapa sektor lainnya. Beberapa sektor tadi tentunya harus menjadi pertanyaan, sejauh mana sumber daya manusia kita tidak mampu untuk memenuhi kualifikasi dari setiap sektor yang ada? Sehingga jangan sampai sektor-sektor sentral yang menjadi komoditas dan lapangan kerja utama negeri ini justru malah dikuasai dan dimanfaatkan oleh negara luar.

Oleh karena itu permasalahan akan timbul ketika pemerintah tidak mampu untuk menyeimbangkan antara masuknya tenaga kerja asing dengan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Tentunya kita tidak bisa menutup mata, bahwa pengangguran masih menjadi salah satu masalah utama di negeri ini, dan betapa ironisnya ketika pemerintah berupaya untuk mengurangi pengangguran namun ditengah minimnya lapangan pekerjaan dan pembangunan sumber daya manusia, sementara disisi lain pemerintah juga semakin membrikan ruang terhadap masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. 

Sebagaimana data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2019 ada di angka 5,01 persen dari tingkat partisipasi angkatan kerja Indonesia. Tentunya data dari BPS ini tidak mencakup situasi di luar dari informasi yang ada. Artinya, pada kenyataan di lapangan tentu lebih banyak jumlah pencari kerja dan penempatan tenaga kerja secara riil. Hal ini terjadi karena tidak semua pasar tenaga kerja di Indonesia dapat tercatat dengan baik.

Di sektor pendidikan misalnya, bahwa setiap tahunnya univeritas di seluruh Indonesia melahirkan puluhan ribu sarjana, dan bukan suatu rahasia umum lagi bahwa tidak sedikit diantara mereka yang tidak mampu untuk berkompetisi, akan menjadi salah satu diantara pengangguran yang ada di Indonesia. 

Siapa yang salah? Sumber daya manusianya? Atau lapangan pekerjaan yang kurang? Jika karena sumber daya manusianya, dan ketika sumber daya manusianya pun belum menunjukkan perubahan, apakah sistemnya yang salah? Atau mungkinkah karena memang ketidakpedulian kita dan responsifitas atau kepekaan kita akan kondisi saat ini yang masih kurang? Kita menggaung-gaungkan tentang masuknya tenaga kerja asing, sementara kesadaran diri sendiri masih sangat kurang untuk berusaha bersaing dengan sumber daya luar. 

Kita di satu sisi masih terlalu gengsi untuk mengikuti sistem-sistem pendidikan negara-negara maju yang pendidikannya sudah diakui dunia seperti Finlandia, China, Kanada dll. Sementara di satu sisi pemerintah kita juga tidak pernah gengsi untuk memberikan ruang terhadap masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia, adapun di balik itu sistem kita pun belum sepenuhnya dibenahi, bagaimana membangun dan mengembangkan SDM itu sendiri.

Namun terlepas dari itu bahwa upaya untuk memajukan kesejahteraan  rakyat indonesia dan melindungi segenap bangsa Indonesia merupakan amanat yang tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dititipkan kepada setiap Nahkoda yang memimpin pelayaran negeri ini untuk sampai pada pulau kesejahteraan. Dan hak untuk memproeh pekerjaan yang layak, hak untuk mendapatkan kemudahan dalam mencapai kesejahteraan secara normatif telah diakomodir di dalam konstitusi kita sebagai cerminan peradaban sebuah bangsa yang merdeka. Namun pertanyaannya adalah, apakah normanya sudah sesuai dengan kenyataan saat ini atau tidak? Antara das sollen (apa yang seharusnya) dan das sein (fakta yang ada).

Oleh karena itu kita tidak boleh melihat hanya dari kaca mata kuda keberadaan tenaga kerja asing. Bumi putra selain harus bersaing dengan kecerdasan buatan di tengah perkembangan era industri 4.0 yang seolah-olah akan menyingkirkan mereka yang tidak mampu untuk berkompetisi juga harus bersaing dengan sumber daya - sumber daya manusia dari negara-negara luar. Maka sinergifitas antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat terutama pemudanya akan sangat menentukan kemajuan Indonesia kedepan. 

Masuknya tenaga kerja asing harus dimanfaatkan hanya pada sektor-sektor tertentu dan dengan kualifikasi-kualifikasi tertentu yang memang menunjukkan kurangnya SDM kita dan di sisi lain hal tersebut pun harus mampu untuk dimanfaatkan sebagai upaya untuk membangun SDM dalam negeri, perekrutan tenaga-tenaga ahli semata-mata disamping untuk membangun perekonomian nasional juga ditujukan untuk pengembangan SDM kita sendiri agar nantinya kita tidak bergantung pada dunia luar.

Indonesia hari ini dilihat dari pemudanya hari ini, karena untuk mengubah dunia dimulai dari mengubah diri sendiri. - Mahatma Gandhi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun