Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Poster Lomba yang Mengundang Tanya

7 Mei 2021   19:42 Diperbarui: 8 Mei 2021   19:39 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(Kompas.com/Ika Fitriana)

April sudah dilewati. Di bulan tersebut, salah satu hari spesial yaitu peringatan hari Kartini. Saya mengetahui dari beberapa murid les bahwa sekolah-sekolah mereka mayoritas mengadakan lomba dalam rangka memperingati hari Kartini dimana peserta didik berpakaian daerah, lalu orangtua murid memfoto putra-putri mereka, kemudian foto-foto tersebut dikirim lewat WA ke guru masing-masing.

Selain itu, ada juga lomba menulis puisi, menyanyi lagu "Ibu Kita Kartini", membacakan biografi R.A.Kartini, dan lain sebagainya.

Semua lomba tersebut di tahun ini tetap dilakukan di rumah peserta didik masing-masing. Foto dan video keikutsertaan kebanyakan dikirim secara pribadi lewat WA.

Baca juga: Jangan Menjadikan Hari Kartini Sebatas Hafalan dan Tradisi

Meskipun mungkin sudah ada beberapa sekolah yang mulai memberlakukan pembelajaran secara tatap muka, namun yang pasti, lebih banyak yang belum bisa melaksanakan hal tersebut dikarenakan situasi pandemi covid-19 di beberapa daerah tidaklah sama.

Tergantung apakah daerah tersebut berada dalam zona merah, oranye, kuning, atau hijau.

Tidak terasa, sekarang sudah bulan Mei, dan bulan Agustus sebentar lagi akan datang dalam hitungan yang tidak lama.

Anda pasti sudah bisa menebak tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia di bulan tersebut. Ya, hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus.

Sayangnya, karena pandemi covid-19 masih belum mereda, sepertinya berbagai lomba untuk memperingati hari kemerdekaan terpaksa tidak bisa dilakukan secara luar jaringan (luring), karena akan menimbulkan kerumunan.

Lomba dalam jaringan (daring) sepertinya yang akan menjadi pilihan tepat di waktu ini. Memang kesan pasti akan berbeda dibanding lomba secara langsung di lapangan sekolah, namun apa boleh buat. Demi kesehatan kita bersama.

Yang terpenting adalah makna kemerdekaan tetap terpatri di dada.

Sayangnya, berdasarkan pengamatan dari peringatan hari Kartini di beberapa sekolah murid les, lomba-lomba tersebut terlihat "garing". Seperti masakan kurang garam.

Apa yang salah?

Membuat berbagai lomba di saat pandemi tentu saja tidak sama dengan kondisi normal di tahun-tahun sebelumnya. 

Kalau perlombaan diadakan di lapangan sekolah, ada keseruan dan kegairahan bagi peserta didik untuk ikut ambil bagian berpartisipasi.

Mengamati berbagai lomba yang diadakan di tahun lalu dalam peringatan hari Kartini dan hari-hari besar lainnya, antusiasme peserta didik seperti menguap. Bisa dimaklumi, karena keramaian saat lomba berubah menjadi kesenyapan karena peserta didik hanya perlu mengirim foto, video, atau menautkan akun media sosial sekolah di postingan tulisan-foto-video di media sosial peserta didik.

Sebagai contoh, foto poster lomba dari SD dimana Gunawan (nama samaran), salah seorang murid les, bersekolah.

Foto poster lomba di SD dimana Gunawan bersekolah | Dokumentasi Pribadi
Foto poster lomba di SD dimana Gunawan bersekolah | Dokumentasi Pribadi
Bagaimana kesan Anda setelah melihat foto poster lomba di atas?

Mungkin ada yang merasa bahwa isi poster tersebut baik-baik saja. Mungkin juga ada yang berpendapat kalau lomba-lomba tersebut tidak menarik.

Dimanakah saya berpijak?

Saya berada pada sisi yang mengatakan kalau lomba-lomba tersebut menarik, namun dikemas dalam pemberitahuan yang tidak menarik.

Kenapa bisa begitu?

Karena, menurut saya, ada 5 (lima) hal penting yang harus sekolah penuhi di dalam poster pemberitahuan lomba sebelum melontarkan berbagai lomba yang peserta didik akan ikuti.

Lima hal tersebut adalah:

1. Menampilkan kalimat promosi yang memikat

Sudah jelas kalau poster pemberitahuan lomba dari SD dimana Gunawan bersekolah tidaklah mengundang minat para peserta didik untuk berpartisipasi.

Lebih terkesan menyuruh daripada mengajak peserta didik untuk berperan serta, bukan karena takut mendapat teguran dari guru disebabkan pasif dalam lomba, namun karena sangat antusias untuk mengikuti lomba-lomba tersebut.

Sekolah perlu belajar dari para produsen makanan dan minuman dalam mengemas kalimat promosi yang memikat di iklan, bagaimana menampilkan ajakan kepada peserta didik supaya mereka terlibat dalam berbagai lomba bukan karena terpaksa, tetapi disebabkan antusiasme langsung secara sukarela tanpa diminta.

Kepala sekolah dan guru harus bekerja keras merancang kalimat promosi yang menarik perhatian peserta didik untuk terlibat aktif dalam lomba.

Ingat selalu akan suatu kalimat lawas yang sebenarnya masih up-to-date  sampai sekarang yaitu: Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama.

Kalau sejak awal tidak menarik, bagaimana murid mau berpartisipasi secara aktif dan sukarela?

2. Meminimalkan typo dan mencermati penggunaan tanda baca

Seperti yang Anda lihat di poster pemberitahuan lomba, terdapat beberapa kesalahan ketik atau typo di dalam beberapa kalimat penyampaian lomba.

Sebagai lembaga pendidikan formal, menyampaikan pesan harus jelas dan minim kesalahan, apalagi dalam bentuk tertulis. Terpampang nyata menggambarkan kualitas sekolah dan kompetensi guru di sekolah tersebut.

Video menjadi vedio tentu saja seharusnya tidak terjadi typo seperti itu, apalagi dengan sejumlah kalimat yang tidak seberapa banyak.

Belum lagi dengan ketidakjelasan tanda baca dan terlalu banyak penggunaan kalimat pasif. Titik dan koma yang tidak ada menyebabkan pemahaman yang tidak sepenuhnya tercapai. Dan kalimat aktif yang seharusnya lebih banyak digunakan karena peserta didik adalah subjek bukan objek.

Kenyataannya adalah sebagian besar malah kalimat pasif yang terpampang.

Sudah seharusnya sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan guru bisa lebih mencermati perihal typo dan penggunaan tanda baca di poster, karena selain membuat pemahaman pembaca jadi tidak sepenuhnya jelas, juga membuat isi poster menjadi tidak menarik, serta terkesan aneh.

3. Menyediakan unsur kriteria ukuran media dari peserta lomba

Kejelasan mengenai media yang digunakan peserta lomba dalam mengikuti perlombaan tersebut haruslah jelas adanya.

Jangan sampai membuat bingung, sehingga peserta didik masih memerlukan penjelasan yang lebih panjang karena harus bertanya kembali kepada guru.

Sebagai contoh, kalau kita melihat poster lomba sebelumnya dari SD dimana Gunawan bersekolah, ada beberapa unsur kriteria ukuran media peserta lomba yang masih kabur.

Ukuran media di lomba kelas 1 dan 2 | Dokumentasi Pribadi
Ukuran media di lomba kelas 1 dan 2 | Dokumentasi Pribadi
Lomba baca puisi untuk peserta didik kelas satu dan dua sudah memenuhi unsur kriteria ukuran media karena sudah menyebutkan berapa minimal baris dalam puisi yaitu 5 (lima) baris dan orangtua murid atau saudara yang merekam dalam bentuk video sewaktu peserta didik membaca puisi tersebut.

Jadi unsur kriteria ukuran media untuk kelas satu dan dua yaitu dari segi baris puisi dan video sebagai media akhir penilaian yang pada akhirnya akan dikirimkan lewat WhatsApp (WA) sudah tidak menimbulkan pertanyaan susulan di benak peserta didik dan para orangtua murid.

Keterangan lomba di poster kelas 3 dan 4 | Dokumentasi Pribadi
Keterangan lomba di poster kelas 3 dan 4 | Dokumentasi Pribadi
Untuk kelas tiga dan empat, lomba berpakaian daerah pun cukup jelas, karena sangat sederhana. Tidak perlu penjelasan panjang kali lebar, sebab peserta didik yang mengikuti lomba tersebut hanya perlu berpakaian daerah, berpose di depan lensa kamera smartphone, orangtua mengambil foto sang buah hati, lalu mereka mengirim foto dengan pose terbaik ke guru.

Lomba kelas tiga dan empat sudah menyediakan unsur kriteria ukuran media peserta lomba dalam bentuk foto yang cukup satu saja dan tentu, sudah pasti, tidak berukuran jumbo.

Kriteria lomba di poster kelas 5 dan 6 | Dokumentasi Pribadi
Kriteria lomba di poster kelas 5 dan 6 | Dokumentasi Pribadi
Namun hal berbeda dengan lomba untuk kelas lima dan enam. Peserta didik di dua kelas teratas ini harus membuat biografi R.A.Kartini, kemudian dibacakan, lalu divideokan. Video tersebut dikirim ke guru.

Yang menjadi pertanyaan sewaktu saya membantu Gunawan dalam membuat biografi adalah berapa baris atau berapa banyak kata atau berapa banyak kalimat atau berapa banyak halaman untuk biografi tersebut.

Mungkin sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk membuat biografi sesuai kehendak masing-masing. Namun itu perlu dituangkan di dalam poster, supaya peserta didik yang mengikuti lomba tidak mengalami kebingungan.

Video pun juga menjadi permasalahan setelah membuat dan membacakan teks biografi. Durasi yang cukup panjang menyebabkan kendala pengiriman karena video menjadi "terpotong", tidak utuh terkirim.

Seharusnya pihak sekolah menegaskan unsur kriteria ukuran media peserta lomba, sehingga ada standar yang jelas dalam proses mengikuti lomba.

4. Menyediakan unsur tenggat waktu

Ini sangat kentara sekali di dalam poster. Ketiadaan tenggat pengumpulan foto dan video menyebabkan peserta lomba pasti bertanya-tanya dalam hati.

Karena tidak ada keterangan mengenai batas waktu pengumpulan foto dan video keikutsertaan, saya meminta Gunawan untuk menanyakan kepada guru kelasnya. Untungnya, sang guru segera menjawab batas waktu pengumpulan di tanggal tertentu.

Menyediakan unsur tenggat waktu dalam lomba, keharusan adanya.

5. Menyediakan unsur tanggal pengumuman pemenang dan jenis hadiah bagi mereka

Akhir dari perlombaan akan menyebutkan siapa yang menjadi juara. Oleh karena itu, hari penentuan akan menjadi saat yang mendebarkan.

Bagaimana kalau hari dimana pengumuman pemenang tidak ada? Tentu gereget juga lenyap dalam mengikuti lomba.

Tidak terdapat tanggal kapan sekolah akan mengumumkan para pemenang lomba. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan besar, khususnya bagi saya, karena menyangkut keseriusan sekolah dalam mengadakan lomba.

"Apakah sekolah serius atau hanya sekadar mengadakan lomba-lomba ini karena tradisi?"

Pemikiran ini ada di benak saya, bukan sekali ini saja. Di waktu-waktu terdahulu, SD dimana Gunawan bersekolah ini juga tidak mencantumkan tanggal pengumuman.

Bukan hanya itu. Sekolah juga tidak menyebutkan jenis hadiah bagi mereka yang keluar sebagai juara.

Ibarat mengikuti sesuatu, tapi tidak tahu apa yang akan diperoleh bila juara.

Jangan sekadar menyelenggarakan

Kiranya sekolah tidak merasa terpaksa menyelenggarakan lomba karena tradisi di tahun-tahun sebelumnya. Mengadakan berbagai lomba di masa pandemi sangat berbeda. Oleh karena itu, pendekatan supaya peserta didik berminat mengikuti lomba pun juga tidak sama.

Poster sebagai sarana mengomunikasikan ajakan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam berbagai lomba, meskipun tidak berlangsung secara luring.

Poster lomba yang mengundang tanya, sebaiknya tidak terjadi.

Lima hal penting dalam poster kiranya bisa menjadi pertimbangan sebelum poster disebarkan ke grup WA peserta didik dan orangtua murid. 

Dengan begitu, lomba-lomba tersebut tidak terkesan 'asal jadi' dan mengakibatkan minimnya partisipasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun