Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Ibu, Mungkin Kau Tak Pernah Menyangka Kalau...

20 November 2020   12:14 Diperbarui: 22 Desember 2021   06:17 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Thinkstockphotos via KOMPAS.COM)

Ibu. Sudah tiga tahun beliau tidak ada bersama-sama dengan kami, anak-anaknya. Ibu sudah berkumpul kembali dengan ayah di kekekalan.

"Engkau sudah tak merasakan sakit lagi. Kau sudah sembuh, Bu..."

Mungkin beliau tak pernah menyangka kalau saya, anaknya yang paling bungsu, paling nakal, dan paling menyusahkan ini selalu menganggapnya sebagai guru yang paling pintar dan paling berjasa dalam mengajarkan kami, anak-anaknya, akan arti kehidupan.

Saya menyesal tidak sempat mengucapkan hal ini semasa ibu masih ada.

Ibu adalah "Sekolah Pertama" saya.

Mungkin kebanyakan orang di negeri ini mengagungkan titel atau gelar sarjana. Ibu, mungkin insan yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang karena hanya bersekolah sampai lulus SMP, namun di mata saya, ibu adalah seorang guru besar, maestro kehidupan.

"Ruang kelas" ada dimana-mana. Tidak ada sekat-sekat yang membatasi. Belajar bisa dimana saja. Bisa di ruang makan, di kebun, di dapur, bahkan di kamar tidur sewaktu ibu merawat saya saat saya sakit.

Setiap saat adalah "jam belajar" bagi kami, anak-anaknya. Banyak nilai-nilai kehidupan yang beliau ajarkan pada kami, meskipun mungkin ibu tidak menyadari kalau dia mengajarkan itu semua kepada anak-anaknya. Beliau juga tidak marah saat anak-anaknya (termasuk saya) tidak naik kelas.

Saya ingat saat saya tidak naik kelas waktu kelas satu SD. Entah kenapa, saya tidak mengerti apa pun yang dipelajari di sekolah. Saya juga tidak memahami kenapa saya harus bersekolah waktu itu.

Tapi ayah dan ibu tidak marah, karena ada juga kakak-kakak yang pernah tidak naik kelas. Ayah dan ibu tidak pernah menuntut kami harus mendapat peringkat sepuluh besar atau naik kelas dengan nilai gemilang.

Meskipun begitu, saya jadi malu pada diri sendiri, terutama pada ibu kalau saya membawa nilai jelek ke rumah dan sampai tidak naik kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun