Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terlepas dari Berbagai Kontroversi, 3 Hal Ini yang Membuat Saya Salut pada Prabowo

9 Mei 2019   23:37 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:19 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : tirto.id

Sunaryo tak tahan dengan batuk dan pilek yang mendera. Gara-gara kehujanan tadi malam, sekarang akibatnya dia terkena flu dan konconya, batuk yang bandel.

"Sial! Sudah puasa, kena penyakit lagi," Sunaryo menyesali kebodohannya tadi malam, kelayapan di tengah hujan.

Dia pun jadi malas keluar rumah. Untungnya, pekerjaan sebagai marketing tidak mengharuskannya untuk absen pagi di kantor atau mengikuti jam kerja eight to five. Yang penting, ada penjualan, target tercapai, beres urusan.

Selagi fokus menonton tv, tiba-tiba Robby muncul di depan pintu, mengagetkan, "Hoi, Yo. Kamu kenapa lusuh gitu? Sakit?" Robby tanpa dipersilahkan langsung masuk, duduk di karpet, di hadapan Sunaryo.

"Ah, gara-gara kamu, By. Coba tadi malam kita berteduh saja. Gak bakalan aku kena flu dan batuk begini," Sunaryo bersin sesudah ngomong.

"Kamu juga minum es tadi malam. Sudah tahu cuaca dingin, tenggorokan kau hajar dengan yang dingin-dingin. Ya modar kau punya kesehatan," Robby cengar-cengir tanpa terlihat berdosa.


"Alah asem lu," Sunaryo menggerutu nggak jelas juntrungannya. 

"Udahlah. Gak usah uring-uringan begitu. Lagi ngapain?" Robby mengambil bantal dan merebahkan badan di karpet. 

"Lagi main kelereng. Ya, kan udah liat aku lagi nonton tv. Masih nanya. Basi lu," jawab Sunaryo, terdengar kesal.

"Tumben. Biasanya nonton berita soal politik."

"Itu kan kamu. Aku sih males. Tiap hari politiiiiik terus. Kita ini masyarakat nggak mau ribut lagi. Siapa pun yang jadi presiden nanti, kita mau tidak mau ya harus menerima," Sunaryo berdiri sebentar untuk mengambil hape di meja. 

"Iya. Sebetulnya aku juga bosen liat berita di tv. Itu-itu aja. Tapi terlepas dari kontroversi, sebenarnya aku salut sama Prabowo."

"Wah. Kok bisa kamu salut? Bukannya kamu pro Jokowi?" Sunaryo heran.

"Iya. Memang. Tapi bukan berarti aku membenci Prabowo. Sebetulnya setiap orang itu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jokowi punya kelebihan, Prabowo juga punya kelebihan. Jokowi punya kekurangan, Prabowo juga punya kekurangan.

"Sayangnya," Robby beringsut, "Manusia kan lebih suka lihat kekurangan orang daripada kelebihannya. Liat aja tuh, tayangan infotainment. Bicara gosip selebritis atau artis, yang gak penting sama sekali. Kepo. Si artis A selingkuh sama si B; si aktor C cerai sama aktris D, karena ada KDRT. Macem-macem. Jarang ada yang bahas hal-hal positif dari artis-artis itu. Kenapa? Karena kejelekan orang lebih laku. Lebih laku dijual. Lebih joss. Rating program seperti itu tinggi, karena digemari orang-orang kebanyakan. Tayangan edukasi kurang diminati.

"Nah," Robby menarik nafas sejenak, lalu melanjutkan, "Kebanyakan orang-orang dari kubu Jokowi hanya melihat hal-hal negatif, kekurangan-kekurangan dari Prabowo. Begitu juga sebaliknya. Padahal, Prabowo punya kelebihan. Aku sih melihat ada tiga kelebihan Prabowo yang sangat menonjol."

"Oya? Apa aja?" Sunaryo jadi penasaran.

"Mau tau aja atau mau tau banget?" pancing Robby.

"Bangetlah," Sunaryo menegaskan.

"Oke, dengarkan," Robby beringsut kembali, memperbaiki posisi baring di karpet.

"Kelebihan pertama, dia pantang menyerah. Coba kamu bayangkan. Berapa kali Prabowo kalah? Tahun 2009, dia kalah waktu menjadi cawapres mendampingi Megawati. 2014, kalah lagi waktu menjadi capres didampingi cawapres Hatta Rajasa. Tentu saja, kerugian secara materi sudah tak perlu diragukan lagi. Mungkin sudah triliunan rupiah yang keluar untuk dana kampanye. Menurutku, seandainya dia tidak cinta Indonesia, tidak mungkin dia mencalonkan diri kembali sebagai capres.

"Terus terang, aku awalnya berpikir, dia ambisius untuk meraih kekuasaan, tapi setelah menimbang, tak mungkin dia ambisius. Prabowo sama besar cintanya pada negara dan Indonesia seperti halnya Jokowi. Dia ingin berbuat sesuatu untuk Indonesia tercinta. Pantang menyerah, itulah buktinya. Kamu tak setuju dengan pendapatku, ya tak masalah. Tapi pantang menyerah, tindakan yang konsisten dalam perkataan dan perbuatan menunjukkan ketulusan, bukan ambisi. Kalau orang biasa, mungkin sudah menyerah. Gak mencalonkan diri kembali.

"Kelebihan kedua, dia selalu optimis bisa menang. Bagiku, meskipun waktu di debat, dia terlihat pesimis, sampai-sampai sempat mengatakan hal-hal yang, yah, kamu tahu sendirilah, namun sekarang, kalau menurutku, dia sudah mempunyai optimisme bahwa dia bisa menang, meskipun quick count dan real count tidak mencerminkan itu.

"Perkara kecurangan, yah, mungkin saja terjadi. Biarlah itu menjadi urusan kedua belah pihak untuk menunggu hasil final dari KPU untuk menyelesaikan penghitungan suara. Bagiku, Prabowo sudah menjaga situasi tetap kondusif, mempertahankan keadaan yang nyaman, meyakinkan pendukungnya untuk tetap tenang dan sabar menunggu hasil final tanggal 22 Mei nanti.

"Kelebihan ketiga, ini yang terpenting," Robby menghentikan wacana sejenak, melirik ke jam dinding di atas tv, "Oh, masih satu jam lagi buka puasa."

"Woi, jangan mengalihkan pembicaraan. Apa kelebihan ketiga?" Sunaryo mencecar Robby. Tak sabar.

"Tenang. Aku keluar sebentar. Mau beli takjil," Robby beringsut, mau berdiri.

"Nanti saja. Aku yang belikan. Di luar pasti masih banyak takjil. Gak bakal kehabisan. Kalau perlu, sekalian kita makan berat. Kutraktir," kata Sunaryo meyakinkan.

"Wah, tumben murah hati. Biasanya pelit," Robby nyengir.

"Ayolah, apa kelebihan ketiga?" desak Sunaryo lagi.

"Oke. Kelebihan ketiga, dia sportif. Dia datang waktu Jokowi dilantik sebagai presiden pada tahun 2014. Seandainya dia tidak sportif, dia pasti tak akan datang. Sebaliknya, dia datang dan, lebih dari itu, memberikan ucapan selamat pada rivalnya. Itu menunjukkan kebesaran jiwa seorang negarawan sejati," Robby memegang jakun, sambil melirik ke hape. Terlihat dia tak sabar mendengar suara beduk menandakan waktu berbuka puasa.

"Kalau menurutmu, kali ini dia bisa sportif?" tanya Sunaryo.

"Kurasa tetap sportif. Kalaupun dia menganggap ada kecurangan, tidak puas dengan hasil rekapitulasi pemungutan suara dari KPU, kan bisa menempuh jalur hukum. Ada Mahkamah Konstitusi. Kurasa, Prabowo tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar hukum," Robby mengakhiri.

"Mudah-mudahan seperti itu," Sunaryo mengaminkan, "Ternyata kau orang yang bijak, By. Seimbang. Melihat orang dari dua sisi. Kelebihan dan kekurangan. Tidak dari satu sisi saja."

"Sudah seharusnya seperti itu. Jokowi dan Prabowo kan bukan orang suci. Bukan malaikat. Janganlah kita mendewa-dewakan, menganggap mereka berdua tidak punya salah, sempurna seratus persen. Tapi juga jangan menjelekkan. Alih-alih menjelekkan, lihat kelebihan orang, puji kelebihan tersebut, apalagi kelebihan yang tidak kita punya. Itu bisa jadi bahan pembelajaran dalam hidup kita."

"Wah, sudah mirip ustad," Sunaryo menepuk pundak Robby.

"Alah, kamu ini. Masih bercanda juga. Ayo. Cari takjil. Mumpung belum waktu buka. Kita sambung obrolan sesudahnya."

"Okelah."

Mereka pun berlalu. Obrolan tentang Prabowo pun diakhiri.

"Ada kelebihan dan kekurangan dalam diri setiap orang. Lihatlah kelebihannya. Tak usah dipermasalahkan kelemahannya. Karena kita pun manusia biasa. Kita lebih suka dipuji daripada dicerca, bukan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun