Mohon tunggu...
Halima Maysaroh
Halima Maysaroh Mohon Tunggu... Guru - PNS at SMP PGRI Mako

Halima Maysaroh, S. Pd., Gr. IG/Threads: @hamays_official. Pseudonym: Ha Mays. The writer of Ekamatra Sajak, Asmaraloka Biru, Sang Kala, Priangga, Prima, Suaka Margacinta, Bhinneka Asa, Suryakanta Pulau Buru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Peran Guru Penggerak dalam Menanamkan Budaya Positif di Sekolah

11 Oktober 2023   16:59 Diperbarui: 11 Oktober 2023   19:00 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Saudah, Guru SDN Lawinu Tanarara, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (DOK. Kemendikbudristek via kompas.com)

Sejatinya peran guru bukan hanya menyalurkan matahari dari buku pegangan guru ke dalam otak murid. Bukan pula hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi murid yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Bukan hanya hal positif yang terjadi di sekolah, perihal negatif juga tidak dapat dipungkiri terjadi. 

Contoh kejadian negatif di sekolah adalah adanya murid yang melanggar tata tertib, berkelahi, datang terlambat, mengenakan pakaian tidak sesuai dan lain sebagainya. Di sinilah peran guru ekstra bukan hanya transfer ilmu belaka, tetapi pembentuk karakter dengan budaya positif.

Untuk menyikapi kejadian negatif dengan menerapkan budaya positif, peran guru yang tepat bukanlah menempatkan diri sebagai penghukum. Menghukum hanyalah akan memberi efek jera yang dikarenakan rasa takut akan hukuman berikutnya. Bukan kesadaran secara internal dalam diri.

Praktik dalam budaya positif dalam menyikapi permasalahan di sekolah bukanlah membuat murid yang melanggar itu ketakutan atau terhukum, tetapi peran guru yang harus mampu menjadikannya menyadari akan kesalahan. Kesadaran dalam diri murid bahwa kesalahan itu tidak patut untuk dilakukan kembali dengan sebuah keyakinan kelas atau sekolah. 

Peran guru melakukan restitusi untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dengan tidak melanggar kesepakatan yang berlaku di sekolah adalah cara menghargai diri sendiri dan orang lain.

Budaya positif dapat diterapkan dengan mengimplementasikan konsep disiplin positif, mempraktikan motivasi perilaku, memposisikan diri dalam posisi kontrol yang tepat, menerapkan segitiga restitusi dan membentuk keyakinan kelas/ sekolah.

Ilustrasi guru sedang melakukan langkah-langkah restitusi (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi guru sedang melakukan langkah-langkah restitusi (dokumentasi pribadi)

Mengapa keyakinan kelas, bukan aturan kelas/sekolah? Sebab keyakinan adalah suatu pernyataan yang dibuat dan disepakati bersama. Sedangkan aturan adalah pernyataan yang dibuat oleh sebelah pihak dan dilaksanakan oleh objek dalam hal ini adalah murid. Dengan menyusun kesepakatan sekolah/kelas, ini artinya sekolah telah menerapkan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang mengembalikan kodrat pada anak itu sendiri. Dengan begitu guru menjalankan peran sesuai sasaran dan menjalankan visi sejalan dengan kodrat murid.

Disiplin Positif

Penerapan disiplin positif yang diterapkan di sekolah bukanlah penerapan yang mengancam murid. Mengancam hanyalah akan menimbulkan ketakutan tanpa ada kesadaran internal.

Disiplin positif adalah suatu cara implementasi disiplin tanpa kekerasan dan ancaman yang dalam praktiknya melibatkan keyakinan yang disepakati antara guru, murid dan seluruh perangkat sekolah. Dalam penerapan disiplin positif, murid diajarkan untuk mengerti konsekuensi dari kekeliruan yang dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun