Mohon tunggu...
Rahman Hakim
Rahman Hakim Mohon Tunggu... Communication Specialist | Art, Media, and Corporate

Saya adalah seorang praktisi dan akademisi komunikasi dengan pengalaman lintas bidang, mulai dari MC, public speaking, corporate training, voice over, journalism, hingga penulisan konten media. Saya berusaha menggabungkan ketajaman analisis media, sentuhan seni, dan pemahaman dunia korporasi untuk menghasilkan karya yang tidak hanya informatif, tapi juga inspiratif. Saya aktif di ranah akademik sebagai mahasiswa magister Ilmu Komunikasi UGM dan bercita-cita menjadi akademisi yang membumikan teori komunikasi melalui bahasa yang sederhana dan relevan. Saya memiliki ketertarikan pada isu seni, budaya lokal, dan gender, serta gemar membagikan insight seputar komunikasi, media, dan gaya berbicara yang autentik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan, Ojek Online, dan Bias Gender yang Tak Terlihat: Sebuah Refleksi dari Balik Helm Hijau

19 Agustus 2025   06:28 Diperbarui: 19 Agustus 2025   10:50 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengemudi ojek online perempuan (KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf)

Pengalaman sehari-hari sering kali tampak sepele, tetapi jika diperhatikan lebih dalam, dapat menjadi pintu masuk untuk memahami persoalan sosial yang lebih luas.

Salah satunya yang saya alami ketika menggunakan transportasi daring (ojek online) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM menuju Stasiun Lempuyangan.

Perjalanan singkat ini awalnya hanya bagian dari rutinitas pulang ke Solo setelah aktivitas seharian di kampus. Tapi pengalaman tersebut justru membuka ruang refleksi tentang bias gender dalam kehidupan sehari-hari.

Ceritanya saya memesan ojek online melalui aplikasi dengan logo hijau-putih. Tidak lama kemudian, pesanan saya diterima oleh seorang driver. Namun, alih-alih langsung menuju titik penjemputan, saya mendapat pesan teks yang berbunyi "Kalau sama perempuan gapapa mas?".

Pertanyaan ini terdengar tidak biasa bagi saya. Karena beberapa kali saya juga mendapati driver ojol perempuan dan tidak menerima pesan serupa. Saya sempat berpikir, "Mengapa harus dipersoalkan jika drivernya perempuan?".

Tanpa banyak pertimbangan, saya membalas singkat saja,"Ya gapapa". Saat itu saya tidak terlalu menaruh perhatian lebih, sampai akhirnya saya bertemu langsung dengan driver tersebut.

Setelah menyapa dengan ramah, ia mengantarkan saya menuju stasiun. Dalam perjalanan ini, saya menanyakan alasan di balik pertanyaan tadi. Hal ini dikarenakan rasa penasaran dari balik pertanyaan mbak driver tersebut.

Ia menjelaskan bahwa tidak jarang mbak driver mengalami pembatalan pesanan ketika calon penumpang mengetahui bahwa drivernya adalah perempuan. Ketika saya tanya mengapa hal itu bisa terjadi, ia menjawab "Alasannya macam-macam, mas. Ada yang bilang nggak nyaman dibonceng perempuan. Ada juga yang buru-buru dan merasa kalau perempuan bawa motornya pasti lebih pelan," jelasnya.

Pernyataan sederhana ini memberi gambaran nyata tentang bagaimana stereotip gender bekerja dalam praktik sehari-hari. Perempuan dianggap kurang mampu, bahkan dalam hal sesederhana mengendarai sepeda motor untuk mengantar penumpang.

Ilustrasi bias gender (Pic: Pinterest)
Ilustrasi bias gender (Pic: Pinterest)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun