Kawasan konservasi perairan (KKP) menjadi instrumen strategis dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat pesisir. Seiring meningkatnya komitmen global seperti Target Aichi 11 dan kampanye "30x30" untuk melindungi 30% wilayah laut dunia pada tahun 2030, banyak negara, termasuk Indonesia, berlomba mencapai target luas kawasan konservasi. Penekanan terhadap luasan kawasan konservasi diharapkan dapat melindungi habitat penting dan keanekaragaman hayati secara spasial (CBD, 2020).
Namun, perluasan kawasan konservasi tanpa diiringi pengelolaan yang efektif telah menimbulkan fenomena "paper parks" -- kawasan yang diakui secara administratif, tetapi gagal mencapai tujuan ekologisnya (Gill et al., 2017). Kondisi ini menunjukkan bahwa capaian luas semata tidak cukup; efektivitas pengelolaan menjadi kunci utama dalam menentukan keberhasilan konservasi jangka panjang (Edgar et al., 2014).
Jika ditinjau dari perspektif biaya dan manfaat, skenario fokus pada capaian luas cenderung lebih rendah dari sisi pembiayaan awal. Pemerintah hanya perlu mengeluarkan biaya untuk menetapkan kawasan, melaksanakan sosialisasi awal, dan mencatatnya dalam sistem administratif. Biaya tersebut relatif kecil dibandingkan dengan investasi jangka panjang untuk pengelolaan aktif. Namun, manfaat ekologis dari pendekatan ini sangat terbatas. Tanpa pengelolaan yang memadai, kawasan konservasi tersebut tidak mampu menjaga stok ikan, tidak meningkatkan keanekaragaman hayati, dan tidak memberikan dukungan terhadap mata pencaharian masyarakat pesisir.
Sebaliknya, fokus pada efektivitas pengelolaan membutuhkan biaya lebih besar di tahap implementasi. Biaya tersebut mencakup penyusunan dan penerapan rencana pengelolaan, pelatihan kapasitas bagi pengelola dan masyarakat, patroli pengawasan, sistem monitoring ekologis, serta mekanisme penegakan hukum. Selain itu, diperlukan biaya berkelanjutan untuk memastikan kawasan konservasi tetap adaptif terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Meskipun pembiayaan lebih tinggi, manfaat dari pendekatan ini jauh lebih besar, baik dari sisi ekologis maupun sosial. Studi oleh Edgar et al. (2014) menunjukkan bahwa kawasan konservasi yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan biomassa ikan hingga lima kali lipat dibandingkan kawasan yang tidak dilindungi, yang secara tidak langsung memperkuat ketahanan ekonomi komunitas pesisir melalui peningkatan hasil tangkapan di sekitar kawasan.
Dalam jangka panjang, investasi pada efektivitas pengelolaan menghasilkan manfaat ekologis yang berkelanjutan dan memperkuat legitimasi sosial konservasi itu sendiri. Selain itu, kawasan konservasi yang efektif mendukung jasa ekosistem seperti perlindungan pantai, penyerapan karbon biru, dan peluang ekowisata berbasis komunitas, yang memberikan nilai ekonomi tambahan. Analisis biaya-manfaat di berbagai negara menunjukkan bahwa investasi awal yang lebih besar pada pengelolaan kawasan konservasi dapat terbayar dalam bentuk manfaat ekonomi dan ekologi yang jauh melebihi biaya yang dikeluarkan (Balmford et al., 2004).
Sebaliknya, fokus semata pada capaian luas tanpa pengelolaan efektif justru meningkatkan risiko pemborosan sumber daya, hilangnya kepercayaan masyarakat, serta melemahnya tujuan konservasi itu sendiri. Pada akhirnya, kawasan tersebut dapat mengalami degradasi lebih cepat, yang pada akhirnya menuntut biaya pemulihan yang lebih mahal di masa depan.
Oleh karena itu, strategi konservasi perairan perlu diarahkan tidak hanya pada perluasan cakupan kawasan, tetapi juga pada peningkatan efektivitas pengelolaannya. Pendekatan ini memerlukan reformasi dalam perencanaan konservasi nasional, termasuk integrasi indikator efektivitas pengelolaan sebagai bagian dari sistem monitoring nasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan penyediaan sumber pembiayaan berkelanjutan. Menyeimbangkan antara capaian luas dan kualitas pengelolaan adalah satu-satunya jalan untuk memastikan kawasan konservasi perairan tidak hanya ada di atas kertas, melainkan berfungsi nyata menjaga masa depan laut Indonesia.
Referensi
Balmford, A., Bruner, A., Cooper, P., Costanza, R., Farber, S., Green, R. E., ... & Turner, R. K. (2004). The worldwide costs of marine protected areas. Proceedings of the National Academy of Sciences, 101(26), 9694--9697. https://doi.org/10.1073/pnas.0403239101
CBD. (2020). Global Biodiversity Outlook 5. Secretariat of the Convention on Biological Diversity, Montreal.
Edgar, G. J., Stuart-Smith, R. D., Willis, T. J., Kininmonth, S., Baker, S. C., Banks, S., ... & Thomson, R. J. (2014). Global conservation outcomes depend on marine protected areas with five key features. Nature, 506(7487), 216--220. https://doi.org/10.1038/nature13022
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!