Secara keseluruhan, Koperasi Merah Putih menyimpan potensi besar untuk mendorong pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan secara inklusif dan berkelanjutan. Namun, agar koperasi dapat berkembang secara optimal, diperlukan dukungan penuh dari pemerintah, pelatihan berkelanjutan, serta komitmen masyarakat pesisir untuk menjadikan koperasi sebagai wadah usaha bersama yang kuat dan mandiri.
Salah satu pelajaran utama dari belum optimalnya BUMDes atau koperasi di masa lalu adalah kurangnya kapasitas manajerial dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Banyak pengurus BUMDes atau koperasi dipilih karena kedekatan personal, bukan karena kompetensi. Akibatnya, manajemen sering tidak profesional dan tidak mampu menjalankan usaha secara efektif. Untuk menghindari pengulangan kesalahan ini, penting dilakukan rekruitmen berbasis kompetensi dan pelatihan manajemen usaha secara berkala bagi para pengelola koperasi dan BUMDes.
Selain itu, minimnya transparansi dan akuntabilitas keuangan menjadi penyebab utama banyak koperasi dan BUMDes yang gagal. Beberapa bahkan terjerat kasus korupsi atau penyelewengan dana karena tidak adanya sistem pelaporan yang jelas. Oleh karena itu, penting untuk membangun sistem tata kelola yang transparan, termasuk penggunaan aplikasi keuangan digital, pelaporan rutin, dan audit eksternal secara berkala agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Pelajaran lain yang sangat penting adalah bahwa BUMDes dan koperasi sering kali berdiri tanpa model bisnis yang jelas. Banyak hanya didirikan karena mengikuti program atau instruksi pemerintah, bukan karena ada kebutuhan atau potensi usaha yang nyata. Akibatnya, mereka tidak punya arah dan mudah mati suri. Untuk menghindarinya, koperasi atau BUMDes ke depan harus dibangun berdasarkan kajian potensi lokal, analisis pasar, dan kebutuhan nyata masyarakat, bukan hanya asal terbentuk.
Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat juga menjadi kendala. Masyarakat sering merasa bahwa BUMDes atau koperasi adalah milik "pemerintah desa" saja, bukan milik bersama. Ini membuat mereka enggan terlibat, baik dalam pengawasan maupun kegiatan usaha. Ke depan, penting untuk membangun budaya gotong royong dan kepemilikan kolektif, di mana masyarakat merasa menjadi bagian dari koperasi dan memiliki suara dalam pengambilan keputusan.
Terakhir, tidak adanya pendampingan jangka panjang menjadi penyebab kenapa banyak koperasi atau BUMDes kesulitan saat menghadapi tantangan. Setelah pendirian, banyak yang dibiarkan berjalan sendiri tanpa arahan teknis atau dukungan pemasaran. Hal ini perlu diantisipasi dengan menyediakan pendamping profesional secara konsisten, termasuk dalam pengembangan produk, digitalisasi, dan jejaring pasar.
Strategi pengembangan Koperasi Merah Putih agar optimal dalam sektor kelautan dan perikanan perlu disusun secara holistik, mencakup aspek kelembagaan, SDM, produksi, pemasaran, hingga kemitraan.
Strategi pertama adalah penguatan kelembagaan koperasi sejak awal pembentukan. Koperasi tidak boleh hanya dibentuk secara administratif, tapi harus dibangun atas dasar kebutuhan riil komunitas nelayan. Koperasi harus memiliki anggaran dasar yang kuat, struktur organisasi yang jelas, dan sistem manajemen yang transparan. Proses legalisasi koperasi harus disertai pelatihan awal agar pengurus memahami tanggung jawab dan prinsip koperasi yang sehat.
Langkah berikutnya adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di koperasi. Program pelatihan dan pendampingan harus difokuskan pada bidang-bidang penting seperti manajemen koperasi, pencatatan keuangan, perencanaan usaha, digital marketing, dan pengelolaan hasil perikanan. Pemerintah dan lembaga pendukung perlu menempatkan pendamping koperasi yang berpengalaman di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama pada tahap awal pembentukan koperasi.
Di sisi produksi, koperasi perlu membantu anggotanya untuk mengakses teknologi dan alat tangkap ramah lingkungan, cold storage, serta fasilitas pengolahan hasil laut. Koperasi bisa menjadi pelaku utama dalam investasi peralatan bersama yang tidak bisa dijangkau oleh nelayan secara individu. Selain itu, koperasi juga dapat menjembatani akses nelayan terhadap BBM bersubsidi, asuransi perikanan, dan modal kerja dari perbankan atau program pemerintah.
Dalam hal pemasaran, koperasi perlu membangun strategi pemasaran kolektif. Produk hasil laut, baik segar maupun olahan, harus dikemas dengan standar yang baik, memiliki izin edar, dan dipasarkan melalui platform digital, retail modern, hingga potensi ekspor. Untuk itu, koperasi perlu menjalin kemitraan dengan pihak ketiga seperti start-up perikanan, BUMN pangan, hotel/restoran, dan eksportir. Dukungan branding dan digitalisasi sangat penting agar koperasi bisa naik kelas.