Mohon tunggu...
M Hajril
M Hajril Mohon Tunggu... Hajril

Bachelor Of Social Science

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Rumah Tak Lagi Jadi Ruang Cerita: Memudarnya Peran Orang Tua dalam Interaksi Emosional Anak

4 April 2025   18:04 Diperbarui: 4 April 2025   21:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kehidupan sosial, keluarga adalah agen sosialisasi pertama yang membentuk kepribadian dan cara pandang individu terhadap dunia. Idealnya, rumah menjadi ruang aman bagi anak untuk berbagi cerita, keluh kesah, maupun pencapaian yang mereka alami. Namun, dalam realitas masyarakat modern, peran orang tua sebagai tempat bercerita perlahan memudar. Anak-anak kini lebih sering mencurahkan isi hati mereka kepada media sosial. Mengapa fenomena ini bisa terjadi?

Perubahan Pola Interaksi dalam Keluarga

Salah satu faktor utama dari berubahnya pola interaksi antara anak dan orang tua adalah perubahan gaya hidup yang serba cepat dan sibuk. Banyak orang tua, terutama di wilayah urban, disibukkan dengan pekerjaan dari pagi hingga malam. Meski secara fisik tinggal serumah, kualitas interaksi yang terbangun menjadi sangat minim. Komunikasi yang terjadi pun lebih banyak bersifat fungsional---sekadar menanyakan apakah anak sudah makan atau mengerjakan PR---tanpa ruang untuk eksplorasi emosional yang lebih dalam.

Dominasi Teknologi dan Media Sosial

Tidak bisa dipungkiri, teknologi membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi. Bagi generasi muda, media sosial bukan sekadar hiburan, tetapi juga ruang berekspresi dan mencari validasi. Mereka merasa lebih mudah dan cepat dipahami oleh teman-temannya secara daring dibanding harus menjelaskan perasaannya kepada orang tua yang mungkin tidak terlalu paham dengan konteks emosi atau istilah yang digunakan anak zaman sekarang.

Perbedaan Pola Komunikasi Antar Generasi

Selain faktor waktu dan teknologi, perbedaan cara pandang antara generasi orang tua dan anak juga memengaruhi kualitas komunikasi. Banyak anak merasa orang tua mereka terlalu menghakimi atau kurang mendengarkan tanpa prasangka. Ketika anak mencoba mengungkapkan perasaan, seringkali respon yang diterima justru berupa nasihat, larangan, atau pengalihan, bukan pemahaman. Hal ini membuat anak enggan untuk bercerita lagi, karena merasa tidak divalidasi secara emosional

Kita bisa melihat kasus ini melalui teori fungsionalisme struktural yang dikembangkan oleh Talcott Parsons yang menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi vital dalam menjaga stabilitas sosial, termasuk fungsi sosialisasi dan stabilisasi emosional. Jika fungsi ini terganggu---misalnya karena orang tua terlalu sibuk bekerja atau tidak hadir secara emosional---maka akan muncul disfungsi, di mana anak merasa tidak memiliki tempat aman untuk mengekspresikan diri.

Jika dilihat dari sudut pandang interaksionisme simbolik yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead dan Herbert Blumer, kita memahami bahwa makna dari suatu hubungan terbentuk melalui interaksi sehari-hari. Anak-anak membentuk persepsi apakah orang tua mereka adalah "tempat yang aman" berdasarkan pengalaman-pengalaman kecil sehari-hari. Jika respon orang tua dianggap mengabaikan, terlalu menghakimi, atau minim empati, maka anak akan menarik diri dan mencari media lain yang dianggap lebih menerima.

Kultur Individualisme dan Privatisasi Emosi

Masyarakat modern cenderung mengedepankan nilai-nilai individualisme, di mana otonomi pribadi lebih diutamakan daripada keterikatan komunal. Hal ini berpengaruh juga pada relasi keluarga. Anak-anak didorong untuk "mandiri" secara emosional sejak dini, yang kadang diartikan sebagai tidak bergantung pada orang tua dalam menyelesaikan masalah pribadi. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk memproses emosi secara privat, atau lewat jaringan sosial di luar keluarga.

Fenomena menurunnya peran orang tua sebagai tempat bercerita bagi anak bukanlah hal yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari berbagai dinamika sosial yang berubah seiring waktu. Interaksi antara anak dan orang tua telah mengalami pergeseran signifikan akibat perkembangan teknologi, gaya hidup, hingga nilai-nilai baru yang diadopsi masyarakat. Tantangannya sekarang adalah bagaimana keluarga dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut tanpa kehilangan fungsinya sebagai tempat pertama dan utama untuk kembali pulang, secara fisik maupun emosional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun