Mohon tunggu...
Dian Kusumanto
Dian Kusumanto Mohon Tunggu... Warga Perbatasan

Berbagi Inspirasi dari Batas Negeri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tanpa Keimanan, Bisakah Mencapai Ketenangan, Kebahagiaan Yang Hakiki ?

7 Maret 2025   05:23 Diperbarui: 7 Maret 2025   05:49 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Traveling mencari kebahagiaan bersama keluarga (kumparan.com)

Meskipun orang kafir bisa mengalami kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup, ada perbedaan mendasar dibandingkan dengan kebahagiaan seorang mukmin:

a. Kedamaian Duniawi vs. Kedamaian Hakiki

  • Kedamaian yang dimiliki orang kafir bersifat sementara, bergantung pada kondisi eksternal seperti kesehatan, hubungan sosial, atau kesuksesan materi. Jika salah satu hilang, mereka bisa kehilangan kedamaian tersebut.
  • Kedamaian orang beriman bersumber dari Allah dan tidak bergantung pada dunia. Bahkan dalam kesulitan, mereka tetap tenang karena yakin ada hikmah di balik setiap kejadian.

b. Tidak Ada Jaminan di Akhirat

  • Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
  • Orang yang tidak beriman mungkin merasa damai di dunia, tetapi dalam perspektif Islam, mereka tidak memiliki kedamaian yang sejati karena di akhirat mereka akan menghadapi hisab yang berat.

Allah berfirman:
"Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Taha: 124)

c. Makna Hidup yang Berbeda

  • Orang beriman melihat hidup sebagai ujian dan perjalanan menuju Allah, sehingga mereka bisa menerima segala ketentuan-Nya dengan lapang dada.
  • Orang yang tidak beriman mungkin mencari makna hidup dari hal lain (karir, keluarga, kebahagiaan pribadi), tetapi tanpa keyakinan pada akhirat, mereka tidak memiliki pegangan yang sejati dalam menghadapi penderitaan atau kehilangan.

Secara lahiriah, orang kafir bisa merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan bahkan hidup tanpa dendam dengan cara-cara duniawi seperti psikologi positif, filosofi hidup, atau gaya hidup sehat. Namun, dalam Islam, kebahagiaan sejati tidak hanya terbatas di dunia, tetapi juga di akhirat. Tanpa keimanan, ketenangan yang dirasakan bersifat sementara dan tidak memiliki makna spiritual yang dalam.

Makna spiritual yang bersumber dari keimanan kepada Allah adalah kebahagiaan yang hakiki.

Ketenangan dan kebahagiaan yang didapat tanpa keimanan mungkin bisa dirasakan secara emosional atau psikologis, tetapi sifatnya terbatas pada dunia dan tergantung pada faktor eksternal. Jika kondisi berubah—misalnya kehilangan harta, sakit, atau mengalami musibah—maka ketenangan itu bisa hilang.

Sebaliknya, kebahagiaan spiritual yang hakiki berasal dari hubungan seseorang dengan Allah. Ia tidak bergantung pada keadaan dunia, melainkan pada keyakinan bahwa segala sesuatu adalah bagian dari rencana Allah yang penuh hikmah. Seorang mukmin yang memiliki kebahagiaan spiritual akan tetap tenang dalam kesulitan, karena ia tahu bahwa dunia hanyalah ujian dan akhirat adalah tujuan utama.

Allah berfirman:
"Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)

Jadi, makna spiritual yang hakiki adalah ketika seseorang merasa damai bukan karena keadaan duniawi, tetapi karena hatinya terhubung dengan Allah, menerima takdir-Nya, dan yakin bahwa semua yang terjadi memiliki tujuan ilahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun