Penjelasan:
Petrus mendapat penglihatan bahwa Allah tidak lagi menganggap beberapa makanan sebagai haram. Hal ini diartikan sebagai pencabutan larangan makanan tertentu bagi orang Kristen.
Kesimpulan
- Dalam Yudaisme (agama Yahudi), babi tetap diharamkan karena hukum Taurat masih berlaku bagi mereka.
- Dalam Islam, babi diharamkan berdasarkan ayat-ayat dalam Al-Qur'an.
- Dalam Kekristenan, larangan ini tidak lagi dianggap mengikat, dan umat Kristen umumnya diperbolehkan makan babi.
Namun, ada beberapa kelompok Kristen tertentu (seperti Seventh-Day Adventists) yang masih mengikuti aturan makanan dalam Perjanjian Lama dan menghindari babi.
Babi menurut Agama dan Keyakinan yang lainnyaÂ
Beberapa agama dan keyakinan lain juga memiliki aturan atau pandangan tersendiri tentang konsumsi babi. Berikut beberapa di antaranya:
1. Hinduisme
Hinduisme tidak memiliki larangan universal terhadap konsumsi babi, tetapi ada perbedaan berdasarkan kasta dan daerah:
- Kaum Brahmana dan umat Hindu yang ketat biasanya menghindari daging secara keseluruhan (vegetarian), termasuk babi.
- Beberapa komunitas Hindu di India menganggap babi sebagai binatang kotor dan najis.
- Di daerah tertentu seperti Bengal dan Timur Laut India, daging babi dikonsumsi oleh kelompok tertentu.
Alasan utama: Keyakinan akan kesucian dan konsep Ahimsa (tidak menyakiti makhluk hidup).
2. Buddhaisme
Buddhaisme juga tidak memiliki larangan spesifik terhadap babi, tetapi ada ajaran yang mendorong vegetarianisme:
- Buddha Theravada mengizinkan konsumsi daging (termasuk babi) jika tidak dibunuh khusus untuk mereka.
- Buddha Mahayana lebih mendorong vegetarianisme karena prinsip Ahimsa.
- Di Tibet dan Mongolia, beberapa penganut Buddha mengonsumsi daging karena keterbatasan sumber makanan nabati.
Kesimpulan: Tidak ada larangan khusus, tetapi banyak penganutnya menghindari daging babi karena alasan etika.