Mohon tunggu...
Hajad Priyadi
Hajad Priyadi Mohon Tunggu... Guru SMK HangTuah 2 Jakarta

Saya Hajad Priyadi, seorang pendidik yang suka baca dan nulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tamparan, Teguran, dan Batas Disiplin di Sekolah: Sebuah Cermin untuk Dunia Pendidikan Kita

18 Oktober 2025   07:03 Diperbarui: 18 Oktober 2025   07:03 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dok. Pribadi (Gemini AI Generated)

Dalam waktu singkat, kisah yang bermula dari rokok di halaman sekolah berubah menjadi perbincangan nasional tentang batas-batas kewenangan seorang guru.

Mediasi dan Keputusan Akhir

Beberapa hari kemudian, Gubernur Banten, Andra Soni, memanggil semua pihak ke kantornya. Sang kepala sekolah hadir, begitu juga siswa yang bersangkutan bersama orang tuanya. Di ruang pertemuan yang sederhana, suasana perlahan mencair. Guru meminta maaf karena terlalu keras, siswa pun mengaku bersalah karena melanggar aturan sekolah. Keduanya berpelukan, menandai berakhirnya kisruh yang sempat mengguncang sekolah itu.

Gubernur kemudian mengumumkan bahwa kepala sekolah tidak jadi dinonaktifkan secara permanen. Ia diperbolehkan kembali mengajar, dengan catatan agar kejadian serupa tidak terulang. Kasus ditutup dengan damai, tapi meninggalkan banyak pertanyaan besar di benak masyarakat.

Disiplin atau Kekerasan?

Ilustrasi: Guru merasa terjebak dalam dilema. Dok. Pribadi (Gemini AI Generated)
Ilustrasi: Guru merasa terjebak dalam dilema. Dok. Pribadi (Gemini AI Generated)

Di sinilah perdebatan abadi dunia pendidikan muncul. Apakah tindakan fisik seorang guru, meski dalam konteks mendisiplinkan, bisa dibenarkan?

Generasi dulu mungkin akan menjawab "bisa." Banyak dari kita yang tumbuh dengan cerita tentang guru yang mencubit, menepuk, atau memukul penggaris di tangan. Tindakan itu dianggap bagian dari disiplin - bukan kekerasan.

Tapi zaman telah berubah. Hari ini, dunia pendidikan menempatkan hak anak di posisi yang lebih tinggi.
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan menegaskan bahwa setiap tindakan fisik yang menyakiti atau berpotensi menyakiti peserta didik termasuk dalam kategori kekerasan.
Tidak ada alasan pembenaran, bahkan jika maksudnya "untuk mendidik."

Namun, di sisi lain, banyak guru merasa terjebak dalam dilema. Mereka diharapkan menanamkan disiplin, tapi ruang geraknya makin sempit. Satu kata keras bisa dianggap kasar, satu sentuhan bisa dipersoalkan, satu hukuman bisa berubah jadi laporan hukum.
Padahal, mendidik bukan hanya soal mengajar - tapi membentuk karakter.

Guru di Tengah Tekanan Zaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun