Beberapa hari terakhir, linimasa media sosial dan portal berita kita penuh dengan kabar duka: bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo roboh. Puluhan santri meninggal dunia, banyak lainnya luka-luka, dan seluruh masyarakat terkejut — tak menyangka tempat yang seharusnya menjadi sumber ilmu dan doa justru berubah menjadi lokasi bencana.
Musibah ini bukan sekadar berita. Ia adalah kisah nyata tentang rapuhnya sebuah struktur - Â bukan hanya dinding dan beton, tapi juga sistem pengawasan dan kepedulian terhadap keselamatan di lingkungan pendidikan.
Sore Itu yang Tak Terlupakan
Bayangkan suasana sore itu. Cahaya matahari condong ke barat, suara adzan Ashar menggema lembut dari musholla. Para santri bergegas mengambil wudhu, menata shaf sholat, dan bersiap menjalankan ibadah. Di lantai atas, beberapa pekerja masih menyelesaikan pengecoran bangunan baru. Semua terlihat biasa saja - Â hingga detik berikutnya, bumi seolah bergetar.
Suara keras menggema, debu tebal memenuhi udara, dan dalam hitungan detik bangunan itu ambruk. Jeritan meminta tolong terdengar dari balik reruntuhan. Para santri dan warga sekitar berlari, berusaha menolong dengan tangan kosong. Di tengah kepanikan, waktu terasa beku. Hari itu, Al-Khoziny kehilangan bukan hanya bangunannya, tapi juga sebagian dari harapan.
Ketika Semangat Membangun Mengalahkan Keselamatan
Dari berbagai laporan, diketahui bahwa bangunan tersebut masih dalam tahap pengerjaan. Ada dugaan bahwa pengecoran dilakukan tanpa pengawasan teknis yang cukup, dan mungkin belum memiliki izin bangunan resmi. Inilah persoalan lama yang sering terjadi di banyak tempat - semangat membangun begitu tinggi, tapi prosedur keselamatan sering kali dianggap urusan belakangan.
Padahal, izin bangunan, pemeriksaan struktur, dan pengawasan teknis bukanlah hal sepele. Semua itu dibuat untuk satu tujuan: menyelamatkan nyawa manusia. Sebuah tiang yang kurang kuat, satu lapis beton yang salah campur, atau beban coran yang berlebihan bisa menjadi perbedaan antara bangunan kokoh dan tragedi kemanusiaan.
Luka yang Tak Hanya Fisik
Tragedi Al-Khoziny meninggalkan luka mendalam. Bagi keluarga korban, kehilangan anak yang sedang menuntut ilmu adalah cobaan yang amat berat. Bagi santri yang selamat, trauma dan rasa takut akan menghantui untuk waktu yang lama. Dan bagi masyarakat luas, muncul rasa khawatir dan pertanyaan: seberapa aman tempat belajar anak-anak kita?