Malam itu, hujan turun deras di sebuah penginapan tua di pinggiran kota. Radith, seorang sales yang sering bepergian, memutuskan untuk bermalam di sana karena lelah menyetir. Ia mendapat kunci kamar nomor 27, sebuah kamar di ujung lorong lantai dua.
Kamar itu tampak biasa saja: ranjang berseprai putih, meja kecil, dan jendela yang menghadap ke jalan sepi. Namun, tepat pukul 11 malam, Radith mendengar suara ketukan pelan dari dalam lemari pakaian di kamarnya.
"Tok... tok... tok..."
Awalnya ia mengira itu hanya suara kayu yang mengembang karena lembab. Tapi suara itu semakin keras, seolah ada seseorang yang mengetuk dari dalam. Dengan hati-hati, Radith membuka lemari. Kosong. Tidak ada apa-apa.
Ia mencoba menenangkan diri dan kembali ke ranjang. Namun lima menit kemudian, suara itu muncul lagi, kali ini diiringi bisikan lirih.
"Jangan tidur di sini..."
Radith merinding. Ia memutuskan keluar kamar dan turun ke resepsionis. Anehnya, meja resepsionis kosong. Tak ada satu pun karyawan terlihat, meskipun lampu di lobi tetap menyala.
Ketika ia berbalik hendak kembali, lorong penginapan terasa lebih panjang dari sebelumnya. Pintu-pintu kamar yang tadi hanya berderet belasan kini tampak tak berujung, semuanya bernomor 27.