Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bermain dengan Logika yang Terpotong-potong

29 Maret 2021   05:01 Diperbarui: 29 Maret 2021   05:07 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : edutechers.com

Minggu kemarin, minggu - minggu seterusnya dan harapan baru menjamah disela-sela amarah manusia akan berakhir pada waktu dan masa yang telah ditentukan oleh padatnya jam kerja yang mereka ambil. Ini perkara logika kesadaran yang terpotong dan perlu disambung, perlu perbaikan kembali untuk keutuhan cara pikir yang tidak terkoptasi dengan banyak hal, kita ambil yang paling utama Logika. Penulis mengajak pembaca untuk bermaik dengan logika penulis yang terpotong-potong. 

Mari sama-sama kita berpikir, sebab selama kita berpikir, pikiran kita berada dalam tahapan tanya jawab. Pikiran kita pertimbangkan banyak hal termasuk menolak atau menerima sesuatu pengetahuan. Ini bukan tentang kepintaran atau kebodohan, pintar atau bodoh. Dalam ilmu logika, manusia berpikir untuk mengatahui sesuatu cara sebelum melakukan sesuatu. Jadi manusia tidak bertindak refleks dalam penyelesaian suatu masalah. Logika kita di pakai saat pertimbangkan sebuah pekerjaan atau tugas, menyelesaikan soal-soal, merancang sesuatu, menggambar atau bahkan menulis.

Dalam Tulisan Bagus 1996, dirinya menulis bahwa Dalam Kamus Filsafat, logika yang dalam bahasa Inggris “logic”. Latin “logica”, Yunani “logike” atau “logikos” berarti apa yang dapat dimengerti atau akal budi yang berfungsi baik, teratur, dan sistematis. disini penulis tidak perlu menjelaskan banyak tentang Logika seperti dasar-dasar logika yakni penalaran induktif dan deduktif, pembaca dapat melihat dasar logika ini pada banyak buku. Hemat penulis, logika memiliki tujuan untuk menjelas sebuah atau sesuatu istilah dalam ilmu pengetahuan, membedakan ilmu yang satu dengan lainnya. yah, kira-kira seperti itulah.

Menurut Ibn Sina logika ini merupakan “alat pembeda antara benar dan salah”. Sesdang Frege mendefinisikan logika sebagai “ilmu dari hukum paling umum tentang kebenaran”.  Aristoteles,  meletakkan logika sebagai fondasi paling dasar dari filsafat. Baginya semua yang kita pelajari harus berdasarkan logika untuk mencapai pengetahuan final. (baca;Belajar Memahami Logika)

Dari defenisi diatas, penulis mendefenisikan Logika sebagai jalan Pengetahuan. Pengetahuan orang-orang baik yang tidak akan lupa tentang harapan, doa, keingin dan banyak hal yang perlu dijelaskan sedetail mungkin. Mereka harus menjelaskan secara hati-hati baik itu pada teman, sahabat atau kawan baiknya. 

Kita ingin sampaikan tentang silogisme atau dasar dari satu logika tersebut. Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif.  Tentang kesadaran serti tema diatas, manusia tidak terlepas dari pada proses silogisme silogisme pada ilmu logika yang sampai sejauh ini tidak dapat dipisahkan dengan kesadaran utuh manusia sesungguhnya. Sengaja tema diatas penulis angkat untuk ingatkan kembali diri kita yang terlalu benci dan salah dalam menilai suatu perkara. Akibatnya adalah ketidaksempurnaan dalam menilai hal positif, hal negatif menjadi negatif dan hal postif bisa jadi ikut kearah negatif.

Dalam kehidupan manusia, kenyataan untuk menarik sebuah kesimpulan sebelum bertindak menjadi seperti sebuah keharusan Hal ini yang menyeret kita, jauh lebih dalam pada perasaan takut akan bertindak. Mungkin saja hal seperti ini atau itu memang benar-benar ada, siapa yang mengelak hal baik akan bertemu dengan payah yang begitu mendalam atau bahkan sebaliknya. Walaupun ada ribuan rasa dendam menyelinap masuk kedalam hatinya. Mereka tidak akan pernah kalah dan tak akan pernah mengalah. 

Tetapi, manusia pada umumnya. Pernyataan tegas mereka tidak serta merta sejalan dengan tindakan oleh karena proses silogisme pada logika manusia berfungsi saat sesuatu itu menjadi tenakan manusia untuk berpikir jauh 1000 kali lipat untuk bertindak.

Mungkin saja, orang-orang yang hatinya telah penuh dengan kebencian misalkan, karam dan beku hatinya. Mereka tidak bisa menerjemahkan sebait kata yang terlalu ikhlas untuk mereka coba. Logika pada manusia berlaku sama, proses silogisme pun tidak ada bedanya, manusia sendiri yang membedakan sesuatu yang baik dan salah, sesuatu yang ini dan yang lainnya, pengetahuan satu dengan lainnya, ilmu baru dan lama dll dll dll

Begitupun sebaliknya, para sahabat, teman dan juga kawan. Mereka menyimpan segalanya demi menjaga keseimbangan rasa kita. ini lebih kepada pertimbangan dari proses silogisme itu sendiri. jadi manusia tidak bisa menghindari proses silogisme dalam mkeseharian dia.

Sederhananya seperti ini, kalaupun orang lain memandang sesuatu sebagai sebuah usaha sia-sia sebelum mereka mencoba melakukan, atau mengambil tindakannya. Kita seharusnya melihat dengan penuh nilai, artinya jika kita pertimbangkan untuk mengambil tindakan melakukan sesuatu itu, akan memberikan dampak. Hasilnya asetelah prosesnya kita lakukan dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun